Di tengah hiruk pikuk kota modern Silverhaven, Jay Valerius menjalani hidupnya sebagai seorang menantu yang dipandang sebelah mata. Bagi keluarga Tremaine, ia adalah suami tak berguna bagi putri mereka Elara. Seorang pria tanpa pekerjaan dan ambisi yang nasibnya hanya menumpang hidup.
Namun, di balik penampilannya yang biasa, Jay menyimpan rahasia warisan keluarganya yang telah berusia ribuan tahun: Cincin Valerius. Artefak misterius ini bukanlah benda sihir, melainkan sebuah arsip kuno yang memberinya akses instan ke seluruh pengetahuan dan keahlian para leluhurnya mulai dari tabib jenius, ahli strategi perang, hingga pakar keuangan ulung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Harga Sebuah Keajaiban
Pagi hari di kediaman Tremaine biasanya dimulai dengan suara omelan Lyra. Namun pagi ini, keheningan yang tegang menyelimuti rumah. Jay sudah bangun sejak subuh. Ia tidak membersihkan rumah seperti biasanya, melainkan duduk di meja dapur, dengan tenang memilah-milah sisa herbal dari Paman Chen di atas selembar kain bersih.
Ketika Lyra memasuki dapur, ia berhenti di ambang pintu. Nalurinya ingin meneriakkan hinaan seperti biasa, tapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya. Ia melihat Jay—pria yang sama yang semalam menjadi sumber keajaiban—dan ia tidak tahu harus berkata apa.
"Bagaimana... bagaimana ibuku?" tanyanya canggung, pertanyaan tulus pertama yang ia ajukan pada Jay dalam tiga tahun.
"Dia sudah melewati masa kritis," jawab Jay tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaannya. "Tapi tubuhnya masih sangat lemah. Ramuan ini harus segera disiapkan dan diantar ke rumah sakit untuk dosis pagi."
Elara dan ayahnya, Bastian, ikut bergabung di dapur. Mereka bertiga—keluarga Tremaine yang biasanya begitu dominan—kini hanya berdiri dan menonton dalam diam saat Jay bekerja. Ada pemandangan yang aneh namun memukau dalam caranya menangani herbal itu. Ia mencuci setiap akar dengan hati-hati, memotong daun dengan presisi, dan memasukkannya ke dalam panci tanah liat tua milik neneknya dengan urutan tertentu. Ia menuangkan air dari teko dengan takaran yang pas tanpa menggunakan gelas ukur. Semua gerakannya penuh tujuan dan keyakinan.
"Kenapa kau pakai panci itu?" tanya Elara penasaran. "Panci modern kita lebih cepat panas."
"Energi dari beberapa herbal ini akan rusak jika bersentuhan dengan logam," jawab Jay singkat, menyalakan api kecil di kompor. Pengetahuan mendalam tentang hal-hal yang tidak biasa seperti itu membuat misterinya semakin dalam.
Saat aroma herbal yang pekat dan menenangkan mulai memenuhi dapur, ponsel Elara berdering. Panggilan dari rumah sakit.
"Ya, halo?... Benarkah, suster?... Syukurlah!" Wajah Elara berseri-seri karena lega. "Nenek sudah sadar. Ia sudah bisa bicara dan menanyakan kita."
Lyra menangis haru, kali ini tangisan kelegaan. Ia menatap Jay, sebuah tatapan rumit yang dipenuhi rasa terima kasih yang enggan ia akui, kebingungan, dan sedikit rasa takut. Pria ini bukan lagi sekadar menantu, ia adalah penyelamat keluarganya.
Beberapa jam kemudian, keluarga itu berkumpul di kamar perawatan Nyonya Besar. Kondisinya jauh lebih baik dari yang mereka bayangkan. Meskipun masih lemah, matanya jernih dan napasnya teratur. Para perawat dan Dokter Kepala yang sempat mampir, memperlakukan Jay dengan rasa hormat yang kentara, sering bertanya tentang instruksi perawatan lanjutan.
Nyonya Besar Tremaine menatap cucu menantunya itu lama. Ia meraih tangan Jay dengan jemarinya yang keriput. "Terima kasih," bisiknya, suaranya lemah namun tulus. Ia mungkin tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ia tahu siapa yang harus ia berterima kasih.
Di tengah suasana lega itu, Bastian kembali ke kamar dengan wajah pucat dan selembar kertas di tangannya.
"Ada apa, Pah?" tanya Elara.
Bastian tidak menjawab, hanya menyerahkan kertas itu pada istrinya. Itu adalah rincian biaya awal dari rumah sakit. Biaya ruang ICU, tindakan darurat semalam, konsultasi spesialis jantung, dan obat-obatan.
Mata Lyra membelalak saat melihat deretan angka di bagian bawah kertas. "Satu... satu setengah miliar?" suaranya bergetar. "Ini baru biaya awal?"
Kegembiraan di ruangan itu seketika lenyap, digantikan oleh awan kelabu keputusasaan. Perusahaan logistik mereka sedang mengalami kesulitan besar beberapa bulan terakhir. Mengeluarkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat bisa menghancurkan bisnis keluarga yang telah dibangun selama puluhan tahun.
"Kita berhasil menyelamatkan nyawa Ibu..." kata Bastian dengan suara berat. "...tapi aku tidak tahu bagaimana kita akan membayar ini semua."
Lyra mulai panik. "Bagaimana ini? Aset kita tertahan di bank. Proyek terakhir kita merugi. Habislah kita..."
Elara menatap tagihan itu dengan nanar. Ia tahu kondisi keuangan keluarganya. Angka itu adalah sebuah vonis kebangkrutan. Mereka telah menukar satu krisis dengan krisis lainnya yang tidak kalah mengerikan.
Di tengah kepanikan dan keputusasaan keluarga Tremaine, hanya ada satu orang yang tetap tenang.
Jay Valerius berdiri sedikit di belakang mereka, melirik angka fantastis di tagihan itu. Ekspresinya tidak berubah. Wajahnya tetap datar, matanya tetap dalam dan tak terbaca. Seolah-olah angka satu setengah miliar itu tidak lebih berarti dari harga secangkir kopi baginya.
Ia tidak mengatakan apa-apa, namun ketenangannya yang mutlak di hadapan bencana finansial itu terasa lebih aneh dan misterius daripada keajaiban yang ia lakukan semalam.