Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aktivitas pagi
Setelah tidur malam yang cukup lama, Noura terbangun dengan perasaan tenang.
Entah mengapa, tidurnya kali ini terasa lebih nyenyak. Mungkin karena semalam tidak ada Darrel. Tapi masalahnya... di sebelahnya masih ada Zayn yang kini menatapnya dalam diam.
"Sampai kapan Daddy terus menatapku seperti itu?" gumam Noura dengan suara serak, matanya masih setengah terbuka.
Zayn tersenyum kecil. "Aku merasa tenang kalau melihat pemandangan cantik di sampingku."
Noura mendengus, mendengar kata-kata manis itu di pagi hari membuatnya geli sendiri. "Lebay deh," balasnya sambil mengusap wajah yang masih mengantuk.
Zayn tertawa ringan. "Selamat pagi, Noura."
"Pagi, Daddy."
Noura turun dari tempat tidur, berjalan menuju meja untuk meneguk segelas air. Tenggorokannya yang kering akhirnya terasa lega. Baru saja ia menaruh gelas, tiba-tiba Zayn sudah berdiri di sebelahnya.
"Aku juga haus," katanya santai.
Noura meliriknya sekilas, lalu menuangkan air ke gelas lain dan menyerahkannya pada Zayn. Saat meneguk airnya, matanya melirik jam dinding. Masih sangat pagi. Rasa penasaran muncul di benaknya—bagaimana keadaan Darrel sekarang?
Zayn meletakkan gelasnya dan mendekat. "Ayo mandi, lalu kita sarapan sebelum ke kantor," ujarnya sambil meraih pinggang Noura. Tangannya mulai menjalar ke dalam pakaian tidurnya.
Noura menahan tangannya. "Masih pagi, Daddy. Jangan macam-macam."
Zayn hanya terkekeh sebelum mengecup lembut leher belakang Noura. Tapi dia tetap tidak berhenti, tangannya semakin masuk ke dalam.
"Daddy!" Noura mencubit tangannya.
"Aw! Sakit," keluh Zayn sambil mengusap bekas cubitan.
"Huh gitu aja sakit, ayo mandi! Kita harus ke kantor," kata Noura dengan tegas sebelum berbalik meninggalkannya.
Zayn menatap punggungnya yang menjauh, lalu menurunkan pandangannya ke bagian bawah dirinya yang kini bereaksi. Ia mendesah pelan.
"Ah… ini sakit sekali..." gumamnya pasrah.
Di sisi lain, Noura mengatur napasnya yang tersengal. Jantungnya masih berdetak kencang setelah insiden barusan. Zayn benar-benar bahaya untuknya.
"Dia emang nggak pernah berubah," gumamnya sambil mencari handuk. "Aku harus mandi dan mendinginkan kepala."
Setelah selesai mandi, rumah terasa sunyi. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Zayn.
"Kemana dia? Tidur lagi kah..." gumamnya, matanya menyapu ruangan dengan rasa curiga.
Tiba-tiba, telinganya menangkap sesuatu—suara berat dan geraman samar dari kamar Zayn.
"Noura... hmm..."
Noura menegang. Jangan bilang…
Jantungnya makin berdebar keras, bukan karena takut, melainkan karena rasa penasaran yang mendominasi.
Biasanya, Noura marah jika namanya disebut dalam situasi seperti ini, tetapi sekarang, rasa penasarannya justru semakin besar.
Kakinya bergerak perlahan, seolah tanpa kendali, mendekati sumber suara.
Semakin dekat ke kamar Zayn, semakin jelas desahan napas berat dan geraman tertahan yang berasal dari dalam.
Tangan Noura gemetar di depan pintu.
Apakah ia benar-benar ingin melihat ini?
Namun, rasa penasarannya sudah terlalu besar untuk dihentikan.
Perlahan, Noura menyentuh gagang pintu yang sedikit terbuka, memberikan celah kecil yang cukup untuk mengintip ke dalam.
Cahaya remang dari dalam kamar menyapu sebagian wajahnya saat ia mengintip ke dalam.
Di sana, Zayn terlihat sedang... menyelesaikan gejolak liarnya sendiri.
Nafas Noura tercekat, tubuhnya menegang. Pemandangan itu seharusnya membuatnya segera berpaling, tetapi entah kenapa, matanya tetap terpaku.
Zayn tampak begitu tenggelam dalam dunianya sendiri, tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengamatinya dari balik pintu.
Gerakan tubuhnya, ekspresi wajahnya, semuanya terlihat begitu intens.
Pipi Noura mulai memanas, dan ia merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya.
Tiba-tiba, Zayn menghela nafas berat, tangan satunya mencengkeram erat seprai tempat tidurnya.
Geraman tertahan yang lolos dari bibir Zayn semakin memenuhi ruangan, berat dan penuh tekanan.
Noura masih berdiri di balik pintu, jantungnya berdebar begitu kencang hingga ia bisa merasakannya di tenggorokan.
Matanya terus menatap ke dalam melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
Namun, dalam sepersekian detik, Zayn tiba-tiba menoleh—dan saat itulah dunia Noura terasa berhenti.
Mata tajam pria itu bertemu dengan tatapannya. Waktu seakan membeku.
Nafasnya tercekat, dan sebelum sempat bereaksi, pintu kamar terbuka lebih lebar.
Noura tersentak.
Bersamaan pada saat itu, Zayn mengambil tisu dan menyelesaikannya.
Setelah bersih, Zayn kembali berdiri dan menghampiri pintu untuk menyapa Noura namun...
Noura sudah tidak ada di sana.
Zayn terkekeh. "Dia kabur lagi."
Di sisi lain, setelah ketahuan, Noura langsung berbalik dan melarikan diri ke kamarnya.
Begitu pintu tertutup, ia jatuh terduduk di lantai, tangannya menekan dadanya yang naik turun dengan napas tidak beraturan.
Jantungnya masih berdetak terlalu kencang, telinganya panas, dan pikirannya berantakan.
"Aduh bodoh... aku ketahuan lagi?" gumamnya pelan.
Noura mencoba mengatur pikirannya yang berkecamuk. Wajah Zayn yang terengah, suara beratnya, cara tatapannya mengunci matanya—semuanya kembali terputar dalam benaknya.
Ia tidak boleh memikirkan ini lebih jauh. Dengan buru-buru, Noura meraih ponselnya dan mengetik pesan untuk Zayn.
Noura: Daddy, hari ini aku berangkat ke kantor sendiri.
Noura menggigit bibir, merasakan dorongan aneh dalam dadanya. Setelah melihat Zayn dalam keadaan seperti itu, entah kenapa ia merasa tidak sanggup menemuinya lagi pagi ini. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri.
Noura menghela nafas panjang, meletakkan ponselnya di meja rias, lalu bersiap untuk merias wajahnya.
Namun, saat matanya menyapu ruangan, ia menyadari ada sesuatu di atas kasur.
Sebuah ponsel. Tapi itu bukan miliknya. Noura mendekat dan memiringkan kepala.
Layar ponsel itu bergetar, menampilkan nama Mia dengan panggilan masuk yang terus menerus. Di bawahnya, ada beberapa pesan yang masuk bertubi-tubi.
Noura mendesah malas. "Ah, ini milik Darrel."
Noura mendecakkan lidah, mendengus kesal saat melihat nama Mia berkedip-kedip di layar ponsel Darrel.
"Dasar pelakor, beraninya dia menelepon di lagi hari," gumamnya sinis.
Setelah beberapa saat, panggilan itu mati. Noura lalu membuka ponsel Darrel yang ternyata tidak terkunci.
"Bodoh banget lagi, nggak dikunci.."
Noura membaca pesan dari Mia, banyak sekali. Ia menghela napas, merasa geli sekaligus muak.
Mia: Darrel~ kamu kenapa harus pulang? Aku kangen kamu :(
Mia: Darrel, mau lihat sesuatu nggak?
[ Foto ]
Itu foto tak senonoh, sesuatu yang mengerikan dan tidak pantas dilihat pagi-pagi begini.
"Idih pelakor pede banget, mantepan juga asetku." Gumam Noura lalu mengambil ponselnya sendiri dan memotret bukti chat itu.
Setelah itu, ia meletakkan kembali ponsel Darrel di tempat semula seolah tak terjadi apa-apa.
Namun, sebelum sempat beranjak, ponselnya sendiri bergetar.
Zayn: Noura aku ada di depan kamarmu. Kamu ada di dalam kan?
Noura melongo. Tangannya gemetar saat membalas.
Noura: Daddy, berangkat saja lebih dulu…
Beberapa detik kemudian, balasan datang.
Zayn: Tidak.
Saat itu juga, Noura teringat bahwa kunci pintunya rusak karna Darrel semalam dan tidak tertutup sempurna.
Noura menoleh dengan panik, tapi terlambat.
Pintu terbuka sedikit… lalu dorongan lembut membuatnya terbuka lebar.
Zayn melangkah masuk dengan tatapan tajam, menutup pintu di belakangnya.
Sebelum Noura bisa menghindar, tangannya yang kuat menarik pinggangnya, menekan tubuhnya ke tempat tidur.
Mata Noura membesar. "Daddy—"
Zayn menatapnya lama, nafasnya dalam.
"Kamu suka sekali mengintipku, ya?"
Jantung Noura berdebar keras. "Maaf, Daddy… itu—"
Tapi sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Zayn sudah menutup mulutnya dengan c1- uman dalam, penuh dominasi.
Tangannya yang besar menyusuri punggung Noura, membuatnya tersentak.
"Kamu pikir aku akan membiarkan ini begitu saja?" Suara Zayn terdengar dalam dan berbahaya. "Kamu yang mendekatiku duluan, Noura…"
Zayn mengangkat wajahnya sedikit, menatapnya dengan senyum menggoda. Jemarinya menggenggam pipi Noura dengan lembut, namun cukup kuat untuk membuatnya sulit berpaling.
Zayn menekan tubuhnya lebih erat, sementara tangannya mulai bergerak, menyusuri lekuk punggungnya perlahan, membuat Noura tersentak.
"Daddy…"
"Hm?" Zayn hanya bergumam di antara pagutannya, tapi tidak melonggarkan cengkeramannya sedikit pun.
Tangan besarnya bergerak ke pinggangnya, lalu naik, menyentuh kulitnya yang hangat. "Kamu hobi sekali mengintip dan kabur.." Busiknya.
Noura terjebak di bawah tatapan Zayn yang penuh rasa ingin memiliki. Zayn tersenyum, puas dengan reaksinya.
Jemarinya menggenggam pipi Noura, ibu jarinya mengusap lembut bibirnya.
"Bagaimana, Noura?" Bisiknya dengan nada yang menggoda. "Tadi kamu melihatku begitu lama… apakah aku juga lebih baik dari mainanmu?"