seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Petualang Kakek
Hari-hari berikutnya berlangsung dengan kegiatan biasa. Kakek belum menemukan lokasi gedungnya walaupun aku juga sudah kerja sama dengan teman-temanku untuk mencarinya.
Di ekstrakulikuler panahan juga kemampuanku belum meningkat drastis. Aku sudah mulai terbiasa dengan cara memanahnya, walau kadang juga masih perlu koreksi oleh murid lain yang ikut ekstrakulikulernya.
Pada hari sabtu, kami memutuskan untuk memakai motor masing-masing, karena kalau pakai mobil jelas tidak cukup untuk semua orang.
Teman-temanku kumpul di rumah kakek pada jam tujuh pagi. Kakek sengaja menyuruh cukup pagi, karena agar nanti kalau banyak tempat yang disinggahinya pulangnya tidak terlalu malam.
Bhanu juga bilang malam ini dia tidak berburu bersama keluarganya. Jadi dia tidak perlu khawatir kalau dia kelelahan dari perjalanan karena nantinya bisa istirahat dengan santai.
Yang pertama kali sampai adalah Bhanu, disusul Elysia, Eron, dan Naurah. Mereka sudah siap dengan barang bawaan yang tidak sebanyak saat kegunung karena kali ini kami hanya pergi ke kota.
Aku memboncengi kakek, kata kakek dia sengaja mau diboncengi saja agar bisa lebih fokus menentukan arahnya dan melihat sekitar.
"apa kalian tau jalan ke pulau Alean bagian timur?" kakek bertanya ke teman-temanku, karena jelas aku tidak tau arah kesana.
Mereka menggeleng kecuali Bhanu, dia mengangguk.
"kakekku tinggal di pulau Alean bagian timur, karena sering kesana aku sudah hafal jalannya." Bhanu menjelaskan, kakek tersenyum mengangguk.
"kalau begitu nanti biarkan Bhanu jalan di depan dulu, kalau sudah di pulau bagian timur baru Zamir di depan dan kakek akan memandu memana kita akan perginya." kakek berkata, mereka mengangguk.
Tidak lama setelah itu, lima motor kami melesat di jalanan dengan Bhanu di bagian paling depan. Kami melewati pulau Alean bagian tengah, disini waktu perjalanannya cukup lama.
Pemandangan perkotaan mulai terlihat saat memasuki kawasan Alean tengah. Dan setelah satu jam lebih, baru kami tiba di kawasan Alean timur.
Aku langsung memimpin di depan, kakek yang memandu arahnya. Sampai akhirnya tidak lama kemudian kami tiba di sebuah bengkel berukuran cukup besar, kami parkir di depan sana.
Sepertinya ini bukan bengkel biasa, karena yang diperbaikinya bukan hanya motor dan mobil. Tapi mobil traktor dan bus juga ada di sini.
Kakek menyapa salah satu pekerjanya, lalu mendekatinya. Pekerja itu sudah cukup tua, seumuran dengan kakek.
"hai Bahram, apakah ada kendaraanmu yang rusak?" orang itu bertanya.
"tidak, bukan itu Welkie, tapi ada yang mau kubicarakan denganmu. Seperti kejadian saat pulau ini perang dulunya, kita pernah ke suatu tempat yang berhubungan dengan perang itu. Apa kamu ingat?" kakek berkata.
"tentu saja, tapi aku sedang dalam jam kerjaku untuk sekarang. Mungkin kamu bisa keaini saat jam dua belas, tepat saat aku istirahat. Bagaimana?" mekanik yang dipanggil kakek Bahram dengan panggilan Welkie itu mengangguk di awal kalimatnya.
"oke, sampai ketemu lagi nanti." kakek Bahram membalikkan badan, mendekati kami.
"kita temui satu orang lagi, dan kakek Welkie juga baru bisa bicara nanti. Jadi ayo, kita lanjutkan perjalanan kita." kakek menjelaskan, kami semua mengangguk, naik ke motor masing-masing.
Kali ini aku lagi yang memimpin jalan di depan, di arahkan kakek Bahram. Kami sampai lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama, karena lokasinya cukup dekat, di sebuah kedai buku yang sudah tua.
Kaki memanggil penjaga kedainya, seorang laki-laki berumur 20-an tahun datang.
"apakah ayahmu ada disini? Karena kami mau bicara sesuatu dengannya." kakek Bahram bertanya.
Pemuda itu mengangguk, memanggil ayahnya yang berada di dalam rumah. Rumahnya terhubung langsung dari kedai, jadi tidak butuh waktu lama untuk orang yang kakek cari itu sampai ke dekat kami.
Orang itu adalah laki-laki yang sudah tua juga, seumuran dengan kakek. Dia dengan semangat menyambut kakek.
"halo Bahram! Sudah lama kamu tidak mampir. Kenapa kamu memanggilku?" pria tua itu bertanya.
"terimakasih sudah menyambut kami Gled. Aku mau mengobrol sebentar denganmu bersama mereka juga." kakek Bahram menoleh ke arah kami lalu balik ke kakek tua yang dipanggil Gled itu.
"tentu saja Bahram, ayo masuk ke rumahku, jangan malu-malu." Gled berkata, masuk ke pintu yang terhubung ke rumahnya, mempersilahkan kami juga ikut masuk.
Kakek masuk perlahan, diikuti olehku dan teman-temanku. Kami tiba di ruang tamunya, dipersilahkan untuk duduk dulu, jadi kami duduk.
"tidak perlu Gled, kami tidak mau merepotkanmu." kakek Bahram berkata saat kakek Gled hendak membuatkan kami teh ke dapur.
"kalian tidak merepotkan, tenang saja." kakek Gled berkata, tetap masuk ke dapur.
Rumah ini walau tua masih bersih sudah seperti rumah modern. Di pinggir ruangannya juga ada vas besar yang sudah antik. Di sisi rumah juga ada lemari tempat berbagai pajangan berada, pajangan beberapa barang antik berukuran kecil.
"ini sudah seperti di museum mini." Elysia berkata setelah melihat sekitarnya, kami mengangguk setuju, kakek Bahram tertawa kecil.
"tentu saja, karena teman kakek yang ini, Gled, memang suka mengoleksi barang antik saat kami masih kecil." kakek Bahram menjelaskan. Kami mengangguk paham.
Di tengah antara sofa yang kami duduki ini, ada meja kayu yang masih kokoh dengan vas dan bunga kecil di tengahnya.
Gled datang tidak lama kemudian. Dia membawa nampan berisi enam teh hangat. Lalu dia duduk di sofa juga bersama dengan kami setelah menaruh nampan itu di meja.
"silahkan diminum, anggap saja seperti rumah sendiri." Gled berkata, kami mengangguk.
"jadi, Gled. Aku dan anak-anak ini menemukan catatan tentang sebuah bangunan misterius yang belum pernah aku jelajahi sebelumnya. Jadi aku tertarik mencari taunya bersama anak-anak ini. Salah satu petunjuknya ada di pulau Alean bagian timur ini. Tentang apartemen bernama Guikos, kamu ingat kan kita pernah kesana? Apa kamu masih ingat lokasinya?" kakek Bahram bertanya, mengambil segelas teh hangatnya.
"keren sekali penjelajah sepertimu menemukan sesuatu yang belum pernah dijelajahi, apalagi kamu menyelidikinya bersama anak-anak ini. Itu bisa membangun perasaan kagum dengan daerah sendiri ke mereka." kakek Gled melirik aku dan teman-temanku lalu berkata lagi.
"aku masih ingat dengan apartemen Guikos, itu apartemen di daerah Guinimort, di daerah itu memang banyak gedung yang sudah terbengkalai, tapi aku tidak ingat lokasi pastinya, yang pasti dia berada di daerah Guinimort itu, tapi karena banyak juga gedung lain disana, aku tidak ingat apartemen itu di bagian mana." Kakek Gled menjelaskannya.
Aku dan teman-temanku juga satu-persatu mengambil teh hangat yang dihidangkan, lalu meniupnya perlahan sebelum diminum.