NovelToon NovelToon
DiJadikan Budak Mafia Tampan

DiJadikan Budak Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta Terlarang / Roman-Angst Mafia
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: SelsaAulia

Milea, Gadis yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran empuk gio untuk membalas dendam pada Alessandro , kakak kandung Milea.
Alessandro dianggap menjadi penyebab kecacatan otak pada adik Gio. Maka dari itu, Gio akan melakukan hal yang sama pada Milea agar Alessandro merasakan apa yang di rasakan nya selama ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SelsaAulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Mentari sore menyelinap malu-malu di balik rimbun pepohonan, menebarkan semburat jingga yang lembut saat Milea membuka matanya.

Tubuh lemasnya terasa jauh lebih ringan. Demam yang mencengkeramnya seharian kini telah mereda.

Jam dinding menunjukkan pukul tiga. Delapan jam! Ia tertidur selama delapan jam penuh. Tak heran demamnya surut, istirahat panjang itu benar-benar menyembuhkannya.

"Lapar sekali," gumamnya, tangannya reflek memegangi perut yang keroncongan.

Dengan langkah gontai, Milea membasuh wajahnya, menyikat gigi, merapikan rambutnya yang kusut, dan mengganti pakaiannya.

Mandi masih terlalu berat baginya, demamnya baru saja surut. Ia memutuskan untuk turun ke ruang makan, mengisi perut yang mulai berdemokrasi dengan suara keroncongan yang nyaring.

Langkahnya baru sampai di ruang makan, Susi, sang elayan yang cukup dekat dengan milea, sudah berdiri menyambutnya dengan wajah khawatir. "Nona, ada yang bisa saya bantu? Kenapa repot-repot turun? Nona bisa saja memanggil saya untuk membawakan makanan ke kamar."

Milea tersenyum lemah. "Tenang saja, Susi. Demamku sudah turun. Lagipula, aku bosan berlama-lama di kamar. Aku ingin makan sedikit dan berjalan-jalan di taman. Mau menemani aku?"

Susi mengangguk cepat. "Tentu, Nona. Sebaiknya Nona makan dulu sebelum jalan-jalan. Nona ingin makan apa sore ini?"

Perut Milea kembali berprotes keras. "Apa yang sudah kamu masak? Perutku sudah tak sabar menunggu!"

"Saya sudah memasak sup kari kentang, Nona. Mau?" tanya Susi.

"Boleh! Tolong hidangkan, ya," pinta Milea.

Susi, dengan senyum manisnya yang menenangkan, segera menyiapkan semangkuk sup kari kentang yang harum dan sepiring nasi putih hangat.

"Ayo, kita makan bersama," ajak Milea.

Susi menggeleng pelan. "Maaf, Nona. Tuan Gio melarang pelayan makan di meja ini."

Milea mengerutkan dahi sejenak, lalu sebuah ide muncul. "Baiklah, kita makan di taman saja! Kita makan bersama di sana."

Susi tampak ragu. "Maaf, Nona. Lebih baik Nona makan di sini saja. Saya sudah makan kok. Saya akan membereskan dapur dulu sambil menunggu Nona makan. Setelah Nona selesai, kita jalan-jalan di taman. Bagaimana?"

Milea mengangguk setuju. "Hmmm, baiklah. Aku makan dulu, ya."

Aroma kari kentang yang menguar menggoda selera Milea. Ia menikmati makan siangnya di ruang makan yang sunyi, ditemani oleh Susi yang sesekali meliriknya dari balik pintu dapur, memastikan Milea baik-baik saja.

Senyum hangat Susi terasa seperti obat bagi hati Milea yang masih sedikit lesu. Setelah menghabiskan makanannya, Milea dan Susi pun berjalan menuju taman, siap menikmati sore yang indah.

Langkah kaki Milea dan Susi beriringan, menghasilkan alunan riang gembira di antara kicau burung dan semilir angin sore.

Tawa mereka bercampur aduk dengan keindahan langit biru yang dihiasi burung-burung yang berterbangan bebas. Suasana damai itu tiba-tiba hancur berantakan.

BRUKKKKKK!

Sebuah benturan kecil, namun cukup keras, mengagetkan Milea. Seorang anak laki-laki mungil dengan rambut pirang bak matahari terbenam dan mata biru sebening langit, terjatuh tepat di depan kakinya.

"Astaga! Apa kamu baik-baik saja?" Milea spontan membungkuk, membantu anak itu berdiri. Dengan lembut, ia membersihkan sisa-sisa rumput dan tanah yang menempel di celana mungilnya.

"Tuan Muda Dominic!" Susi tersentak kaget, wajahnya pucat pasi. Sosok kecil yang selama ini disembunyikan Tuan Gio, kini tiba-tiba muncul di hadapan Milea.

Pertanyaan beruntun keluar dari bibir Milea, "Kamu mengenalnya, Susi? Siapa dia? Kenapa dia ada di sini?"

Sebelum Susi sempat menjawab, derap langkah kaki terdengar mendekat. Sebuah suara berat, yang sudah sangat familiar di telinga Milea, menghentikan pertanyaan-pertanyaannya.

"Dia anakku!"

Milea menoleh. Gio. Gio berdiri di belakangnya, wajahnya tak terbaca. Dengan sigap, Gio menggendong Dominic, membisikkan sesuatu di telinganya.

"Papah! Papah!" Dominic berteriak girang, memeluk erat leher Gio.

"Apa, sayang?" jawab Gio, suaranya lembut, dibalut senyum hangat dan tatapan penuh kasih sayang yang belum pernah Milea lihat sebelumnya. Hangat, menenangkan, bahkan...menakjubkan.

Namun, kehangatan itu sirna seketika. Pikiran Milea berputar cepat, menghasilkan badai emosi yang dahsyat.

Di mana ibunya? Di mana istri Gio? Dia...berhubungan dengan suami orang. Rasa hina yang amat sangat membanjiri dirinya. Perih, menusuk, dan memalukan. Semua keindahan sore itu sirna, digantikan oleh rasa malu yang mendalam.

"Ayo, sayang, Papah antar kamu pulang, ya. Papah masih banyak pekerjaan," ucap Gio, jari-jarinya mengusap lembut rambut Dominic yang pirang. Sentuhan lembut itu terasa begitu kontras dengan sikap dingin Gio yang selama ini Milea kenal.

Milea hanya bisa menatap mereka, sejuta pertanyaan menggantung di tenggorokannya. Namun, rasa takut membungkamnya. Kejadian semalam masih terasa begitu nyata, bayangan kemarahan Gio masih menghantuinya. Ia takut bertanya, takut kembali merasakan dinginnya tatapan Gio.

Gio berjalan menjauh, langkahnya pasti menuju paviliun terlarang—tempat yang selalu dihindarinya. Seketika, sebuah pemahaman menyambar pikiran Milea.

"Oh, jadi itu alasannya, kenapa aku tidak boleh mendekat ke paviliun itu. Ternyata, dia menyembunyikan anak dan istrinya di sana," gumamnya, suara lirihnya hampir tak terdengar.

Ia mengajak Susi kembali masuk ke dalam mansion, langkahnya terasa berat. Pikirannya dipenuhi oleh badai pertanyaan yang tak terjawab.

Ada apa sebenarnya? Milea bertanya dalam hati. Dia sudah memiliki anak dan istri? Lalu Gisela? Aku... aku hanya alat balas dendamnya? Lalu Gisela? Apa dia selingkuhan Gio? Tapi kenapa Gio tampak selalu cuek pada Gisela di hadapanku? Apa...? Rasa curiga menggerogoti hatinya.

*

*

*

Di dalam paviliun yang sunyi, Gio menurunkan Dominic dari gendongannya. Cahaya senja menerobos jendela, menyorot wajah mungil Dominic yang penuh pertanyaan.

"Dominic, kenapa kamu keluar? Paman sudah melarangmu sebelumnya, jangan pernah keluar dari paviliun ini," tanya Gio, suaranya penuh kelembutan.

"Aku bosan, Paman," jawab Dominic, matanya berkaca-kaca. "Tapi kenapa tadi Paman memintaku untuk memanggil Paman 'Papah'? Apa sekarang aku masih boleh memanggil Paman sebagai Papahku?" Pertanyaan polos Dominic menusuk hati Gio.

"Anak sekecil ini", Gio menghela napas dalam-dalam, "harus merasakan kurangnya kasih sayang dari kedua orang tuanya... Berlin, sadarlah, sayang. Lihat anakmu ini sudah besar, meski usianya masih muda, namun ia memiliki pemikiran yang cukup dewasa dibandingkan anak seusianya. Aku harap keadaanmu segera membaik, Berlin" batinnya, meratapi nasib adiknya yang menderita cacat otak.

"Paman, apa boleh?" Dominic bertanya lagi, suaranya sedikit bergetar, menunggu jawaban yang tak kunjung datang.

"Boleh, sayang. Mulai sekarang panggil aku Papah," ucap Gio, suaranya sedikit serak.

"Yeayyyy! Papah! Papah! Papah!" Dominic berteriak kegirangan, menghilangkan sedikit kesedihan di hati Gio.

"Papah, siapa Tante tadi? Dia cantik! Dia juga baik. Padahal aku yang menabraknya, tapi dia malah menanyakan keadaanku," kata Dominic, matanya berbinar.

"Dia teman Papah, sayang," jawab Gio, mencoba untuk tetap tenang.

Dominic kembali bertanya, pertanyaan yang membuat Gio sedikit terkejut. "Papah, apa aku boleh tinggal lagi di mansion bersama Papah dan Tante itu? Bukankah di sana juga ada Tante Gisela?"

"Bagaimana kamu tahu Gisela tinggal di mansion?" Gio bertanya, keningnya sedikit berkerut.

"Tante Gisela yang memberitahuku, Papah," jawab Dominic polos.

Gio menghela napas. "Nanti Papah pikirkan lagi, ya. Tapi kalau kamu tinggal di mansion, jangan pernah menyebutkan tentang Ibumu. Jika Tante itu bertanya tentang Ibumu, bilang saja tidak tahu. Oke?" Gio membuat kesepakatan dengan keponakan nya itu, kesepakatan yang menyimpan banyak rahasia dan beban.

"Iya, Papah," jawab Dominic, senyum riangnya kembali merekah. Senyum yang begitu polos, namun menyimpan beban yang berat bagi Gio.

1
it's me NF
lanjut... 💪💪
Siti Hadijah
awalnya cukup bagus,, semoga terus bagus ke ujungnya ❤️
SelsaAulia: terimakasih kaka, support terus ya ☺️❤️
total 1 replies
Elaro Veyrin
aku mampir kak,karya pertama bagus banget dan rapi penulisannya
SelsaAulia: terimakasih kaka
total 1 replies
Surga Dunia
lanjuttt
Theodora
Lanjut thor!!
Surga Dunia
keren
Theodora
Haii author, aku mampir nih. Novelnya rapi enak dibaca.. aku udah subs dan like tiap chapternya. Ditunggu ya update2nya. Kalau berkenan mampir juga yuk di novelku.
Semangat terus kak 💪
SelsaAulia: makasih kakak udh mampir 🥰
total 1 replies
✧༺▓oadaingg ▓ ༻✧
karya pertama tapi penulis rapi bget
di tunggu back nya 🥰
SelsaAulia: aaaa.. terimakasih udah mampir☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!