Series #1
•••Lanjutan dari novel TAWANAN PRIA PSIKOPAT (Season 1 & 2)•••
Universidad Autonoma de Madrid (UAM) menjadi tempat di mana kehidupan Maula seketika berubah drastis. Ia datang ke Spanyol untuk pendidikan namun takdir justru membawa dirinya pada hubungan rumit yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Rayden Salvatore, terus berjuang untuk menjaga gadis kecilnya itu dari semua yang membahayakan. Sayangnya dia selalu kecolongan sehingga Rayden tidak diizinkan oleh ayah Maula untuk mendekati anaknya lagi.
Maula bertahan dengan dirinya, sedangkan Rayden berjuang demi cintanya. Apa keduanya mampu untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Pelampiasan Malam
...•••Selamat Membaca•••...
Madrid di malam hari selalu punya cara menggoda siapa pun yang sedang rapuh. Lampu-lampu jalan mengalir seperti sungai cahaya, dan suara musik dari klub-klub malam berdengung seperti janji pelarian bagi jiwa-jiwa yang ingin melupakan.
Maula berdiri di depan sebuah club bergaya industrial di daerah Malasana.
Malasana adalah salah satu distrik paling terkenal dan populer di kalangan anak muda dan mahasiswa. Malasana dikenal dengan bar dan klub malam indie serta underground. Kehidupan malam yang semarak.
Pintu besi hitam besar itu terbuka, memperlihatkan kilatan lampu strobo dan tubuh-tubuh yang berdansa dalam kabut alkohol dan dentuman bass. Ana, dengan blazer crop merah menyala dan boots tinggi, menggandeng Maula yang tampak ragu. Di sisi lain, Thomas menyeringai lebar sambil memegang tiga tiket VIP.
“Ayo, Maul! Sekali-sekali keluar dari zona nyamanmu,” teriak Ana di tengah bising musik. “Lupakan pria misterius yang membuat dirimu bersedih.”
Maula hanya tersenyum tipis. Riasannya malam ini lebih tebal dari biasanya, eyeliner tajam menutupi mata yang diam-diam sembap.
Di dalam, hatinya tetap kosong. Sejak Rayden menjauh, Maula merasa seperti kehilangan fondasi yang tak pernah benar-benar ia miliki. Bukan karena cinta yang dalam, tapi karena ia berharap... setidaknya ada seseorang yang melihatnya lebih dari sekadar bayangan.
Mereka masuk.
Klub itu bagaikan dunia lain—lampu merah dan biru saling bertabrakan di udara. Musik EDM mengguncang dinding dan lantai. Tubuh-tubuh bergerak seperti dikuasai setan yang menari. Bar berada di ujung ruangan, dijaga oleh bartender berambut pirang pucat dengan senyum licik.
“Aku pesan tequila untuk kita!” seru Thomas.
Maula sempat ragu. Tapi saat gelas pertamanya datang, ia menenggaknya habis tanpa protes. Ini kali pertama dia menginjakkan kaki ke sebuah klub malam, walaupun dia sering membunuh, tapi dia sama sekali bukan gadis binal yang hobi clubbing.
Satu gelas. Dua. Tiga. Musik kian meledak. Dunia mulai berputar, tapi entah kenapa, itu terasa lebih nyaman daripada sunyi pikirannya sendiri.
Ana tertawa sambil mengajak Maula berdansa. Mereka terhuyung di lantai dansa, di antara kilat-kilat lampu dan bau keringat. Maula mulai tertawa. Tertawa keras, lepas, seolah melepaskan seluruh kesakitan yang tak bisa ia tangisi.
“Rayden itu brengsek,” bisik Ana ke telinganya, setengah mabuk. “Kalau aku jadi kamu, aku akan mencium pria pertama yang lewat sekarang juga!”
Maula tertawa, tapi tawa itu getir. Ia berjalan ke balkon kecil club itu, mencoba mencari udara, tapi dunia sudah seperti laut yang berombak. Kepalanya pusing. Matanya kabur.
Thomas menyusul dan menepuk pundaknya. “Hey, kamu baik-baik aja?”
Maula memejamkan mata, berusaha menahan rasa mual dan amarah yang tak jelas pada siapa. Lalu ia membuka mata dan berkata dengan suara berat, “Aku capek pura-pura kuat begini, dasar pria brengsek. Kalau mau menikah dengan wanita lain, kenapa dia hadir lagi dalam hidupku? Fuck you Ray.”
Thomas tidak menjawab. Ia hanya berdiri di sebelah Maula, menemani diamnya.
Malam terus menari, dan Maula mabuk bukan karena alkohol semata—tapi karena patah hati yang akhirnya ia izinkan untuk terasa sepenuhnya.
Di bawah langit Madrid, untuk pertama kalinya, Maula membiarkan dirinya tenggelam.
Thomas mengambil kesempatan dalam mabuk Maula saat ini, sudah lama dia ingin menyentuh gadis itu secara lebih. Thomas memasukkan sebuah pil ke dalam minuman dan meminumkannya pada Maula.
Gadis itu tak sadar bahwa dia telah meneguk habis minuman dari Thomas.
Setelah Maula dirasa teler dan tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, Thomas diam-diam membawa gadis itu ke kamar yang memang disediakan di dalam sana.
Maula yang sudah sempoyongan, merasa ada yang menarik dirinya hingga limbung dalam pelukan seseorang. Entah siapa, dia pun tidak tahu karena pandangannya sudah mengabur.
Baku hantam antara Thomas dengan pria itu cukup intens hingga Thomas kabur dan meninggalkan Maula bersama pria tersebut.
Gael, membawa Maula ke dalam kamar yang dituju oleh Thomas tadi. Menidurkan gadis itu dan membuka sepatu yang dia kenakan.
“Kau tahu, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Karena pria brengsek itu, aku harus lari ke tempat ini, hueeekk!!” Maula berkata dengan suara parau dan serak, memuntahkan apa yang dia minum tadi.
Gael tidak banyak bicara, dia meminta pelayan untuk membersihkan semua itu.
Gael menghubungi Rayden, meminta pria itu datang menjemput Maula di klub. Tak butuh waktu lama, Rayden datang dengan wajah khawatir.
“Dia hampir dilecehkan oleh seseorang, sepertinya gadis ini baru ke sini. Bawa dia pulang,” ujar Gael pada Rayden.
“Oke. Thank’s Gael.” Gael mengangguk dan membiarkan Rayden menggendong Maula pergi dari sana.
Dia menidurkan Maula di bangku tengah dan melaju ke rumahnya sendiri. Dia takut membawa Maula pulang, nanti Sofia malah mengatakan pada Leo kalau dia yang membuat Maula begini.
Rayden membeli pakaian ganti untuk gadisnya dan meminta pelayan wanita di rumah itu untuk mengganti pakaian Maula.
“Dia sudah tidur, Tuan. Tapi masih sering meracau tak jelas,” kata pelayan pada Rayden setelah mengganti pakaian Maula. Rayden masuk ke dalam kamar tersebut, ternyata Maula berusaha untuk bangun dan berjalan ke arah tak tentu.
“Kau mau ke mana?” tanya Rayden sambil memegang tubuh Maula.
“Aku mual.” Rayden menuntunnya ke dalam kamar mandi dan membiarkan gadis itu muntah di dalam closet.
Rayden menggenggam rambut Maula dalam satu genggaman.
“Kenapa kau mabuk begini? Kau ini sudah gila ya?” Maula memegangi kepalanya yang terasa amat pusing. Dia tidak bisa melihat jelas siapa yang bicara. Dia malah tertawa pilu.
“Haha aku ini benar-benar sudah terhipnotis dengan suara dia ya? Aku benci suara itu,” ujarnya yang menganggap kalau suara Rayden hanyalah hayalan dia. “Aku mabuk berharap bisa melupakan pria brengsek itu, tapi suaranya malah menggema terus di kepalaku. Hahaha ini gila.”
Rayden terdiam, dia tidak mau menjawab lagi. Maula kembali muntah hingga tubuhnya semakin lemah, Rayden memeluk dan menggendong Maula, menidurkannya di atas ranjang.
“Hei, kau... siapa pun kamu. Dengar aku, aku mencintai dia, aku menyadari rasa ini sejak aku masuk SMA dan setelah dia kembali hadir, aku semakin yakin kalau aku mencintai dia. Hahaha bodohnya aku, aku tidak pernah menyatakan hal ini hingga dia menemukan wanita lain untuk dia nikahi.” Maula berkata tanpa sadar dengan dirinya sendiri, dia berusaha duduk dan berpegangan pada kedua tangan Rayden.
“Ingin rasanya aku membunuh wanita yang akan menikah dengannya tapi itu bukan ide bagus kan? Aku mencintai dia, aku mencintai Rayden. Tapi dia bilang, aku hanya pengganggu dalam hidupnya, aku hanya benalu ternyata. Hahaha.” Rayden memeluk Maula dengan erat, ikut merasa sakit dengan kondisi gadis itu.
“Pelukanmu sama dengan pria yang kucintai. Kau mau bilang padanya kan?” Maula tertidur setelah berkata seperti itu.
Rayden mencium kepala Maula, mendekap gadisnya penuh air mata.
“Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu, Piccola.”
...•••Bersambung•••...
...~MAULA CHULPAN MAXIMILLIAN~...
...~RAYDEN SALVATORE~...