Nesa Callista Gambaran seorang perawat cantik, pintar dan realistis yang masuk kedalam kehidupan keluarga Wijaksono secara tidak sengaja setelah resign dari rumah sakit tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Bukan main, Nesa harus dihadapkan pada anak asuhnya Aron yang krisis kepercayaan terhadap orang lain serta kesulitan dalam mengontrol emosional akibat trauma masa lalu. Tak hanya mengalami kesulitan mengasuh anak, Nesa juga dihadapkan dengan papanya anak-anak yang sejak awal selalu bertentangan dengannya. Kompensasi yang sesuai dan gemasnya anak-anak membuat lelah Nesa terbayar, rugi kalau harus resign lagi dengan pendapatan hampir empat kali lipat dari gaji sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resign
“Sudah lengkap semua bu, seragam dan celananya sebanyak tiga pasang berikut ID card saya bu ”
“ Oke, sukses ditempat baru ya Nes”
“Terimakasih Bu, terimakasih atas kerjasamanya selama tiga tahun terakhir”
Kenalin Nesa Callista, seorang budak corporate disalah satu rumah sakit swasta di kota yang baru saja menyerahkan tiga pasang seragam dan tanda pengenal bertuliskan Nurse professional. Akhirnya sah resign setelah menyerahkan surat pengunduran diri kepada pihak HRD Rumah Sakit tempatnya bekerja sejak 1 bulan yang lalu. Yah, dia bekerja sebagai perawat di tipikal rumah sakit swasta elit yang berbalik mencari kesalahan karyawan saat menghadapi masalah baik internal maupun eksternal. Perlakuan seperti ini cukup sering terjadi apalagi apalah Nesa ini, hanya staf biasa yang masih butuh uang. Tentunya kelelahan fisik dan emosional juga mendasari keputusannya sebab bukan hal yang mudah meninggalkan tempat yang sudah membersamainya selama 3 tahun terakhir.
Keputusan ini sebenarnya sudah dipertimbangkan matang matang sejak beberapa bulan yang lalu namun baru tereleasikan sekarang. Selain masalah finansial yang belum cukup stabil sampai saat ini belum ada target tempat kerja baru yang terbesit dikepala. Tapi ya sudahlah, meski harus berpetualang ulang dari titik nol tidak jadi masalah. Jika masih terus bertahan, mungkin kewarasannya yang akan hilang. So setelah keputusan ini, Nesa yakin pasti akan ada yang harus dikorbankan tapi apapun itu risikonya akan dia hadapi dengan lapang dada.
One month notice sudah berakhir hari ini, artinya ini hari terakhir untuk bekerja. Setelah ini Nesa akan turun ke loker sebentar untuk mengambil sisa barang barang yang biasanya menetap di kotak berkunci itu kecuali hari libur.
Dengan membawa godie bag besar berwarna hitam Nesa menghampiri driver ojol yang sudah dipesan sejak 10 menit yang lalu. Agak sedikit menunggu lama memang, karna ini jamnya orang orang pulang kantor.
Sesuai tebakan, sore ini macet sekali. Rambutnya mulai terasa basah karna tetesan keringat yang mulai menumpuk dikepala. Ditambah lagi helm yang dia pakai terasa sangat sempit membuat kadar panas semakin meningkat. Sejak tadi mata ini bergerak mengelilingi jalanan berharap ada space yang bisa dilate oleh motor sambil sesekali menoleh pada godie bag dipangkuan barang kali ada yang jatuh. Motor terasa menyempit karna Nesa membawa cukup banyak barang. Maklumlah hari terakhir, sayang ongkosnya jika harus mengambil barang berulang.
“Terimakasih Pak.” Ucap Nesa saat turun dari motor yang sudah diparkir didepan pagar kosnya dengan hati-hati. Selembar uang cash bernilai sepuluh ribuan dikeluarkan dari dompet yang sudah dia sisihkan sebelum melakukan pemesanan.
Sebenarnya Nesa memiliki motor, tapi entah kenapa hari ini jiwa malasnya meronta-ronta sehingga memilih untuk naik ojol saja. Rasanya melelahkan jika harus membawa banyak barang turun kelantai B1, tempat parkir khusus yang disediakan untuk pengunjung rumah sakit dan staf.
“Jangan lupa bintang limanya mbak.”
“Oke Mas, aman.”
Tidak lupa bapak ojol meminta sedikit bantuan untuk menaikkan ratingnya. Sebagai sesama pejuang rupiah tentu Ia segera menekan bintang lima untuk bapak driver. Dan mohon maaf, tanpa tip sebab dia juga harus menghemat untuk beberapa bulan kedepan sampai mendapatkan pekerjaan baru yang sekiranya cocok.
Sebetulnya resign adalah hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, namun sikap atasan yang selalu memancing huru hara di teamnya akhirnya membuat Nesa yang selama ini terkenal bertanggungjawab dan tangguh gugur juga. Nesa bukan tipikal wanita bermulut manis, pintar menjilat apalagi bermuka dua. Dia akan menjawab dengan tegas tanpa rasa takut jika berada di posisi yang benar. Nesa to the point dan tidak suka berbasa basi untuk sesuatu yang sudah jelas prosedurnya. Jika pun Nesa bertahan di perusahaan ini, semuanya akan terasa sulit kedepannya karna sudah tidak ada rasa saling menghargai lagi, Menurutnya di luar sana masih ada tempat lain yang membutuhkan jasanya, entah kapan dan bagaimana di jalani saja dulu. Nesa simple saja tidak muluk-muluk.
Meski hari ini terasa campur aduk antara senang terlepas dari atasan yang toxic dan sedih karna resmi berstatus ‘pengangguran’ Nesa mencoba menikmati hari kebebasannya. Pokoknya dalam satu minggu ini dia akan menghabiskan waktu dengan tidur, bangun siang, scroll tok tok dan rebahan. Ya ampun membayangkannya saja terasa sangat menyenangkan. Sungguh kehidupan yang sangat dia dambakan sejak dulu, tidak sabar rasanya untuk menikmati hari-hari itu.
“Yang mana lagi ya yang belum dibersihin,”
Bolak baik Nesa mencari sudut sudut ruangan yang belum tersentuh kain lapnya. Satu minggu berlalu sejak status pengangguran resminya, Nesa mulai tidak betah tetap berdiam diruangan yang sama tanpa melakukan kegiatan apapun. Mungkin selama ini tubuhnya sudah terbiasa bekerja keras bagai kuda sehingga menolak santai seperti saat ini. Sialan, sungguh tidak sesuai ekspektasi. Yang awalnya dipikir akan happy-happy malah seperti cacing kepanasan yang kebingungan sendiri.
“Lo beneran nggak mau balik lagi Nes? Noh dr Reno nyariin lo tuh” Ucap Nana salah satu teman yang bekerja di rumah sakit tempat Nesa bekerja sebelumnya. Setelah berkutat dengan abu di kamar kosnya yang tidak seberapa itu, Nesa dengan semangat pergi nongkrong dengan Nana di sebuah Cafe yang biasa mereka kunjungi sebelumnya. Untung saja Nana mengajaknya, kalau tidak lama-lama Nesa akan stress sendiri di kos terus menerus.
“Bodo amat gue gak peduli, sampai kapanpun gue gak bakal gue balik ke neraka itu lagi.” Dengan menggebu gebu Nesa menusuk cup kopi di atas meja dengan sedotan lalu minum dengan terburu buru. Dinginnya es batu dipadu dengan kopi susu yang nikmat menyebar ditenggorokannya. “Eh ini minuman gue kan ya?”
“Hmmm, Nes Nes pake sok-sokan nanya, itu kopi udah mendarat duluan diperut lo,” gerutu Nana.
Nesa tergelak, “Ha ha ha, galak banget si temen gue.” Nesa merasa moodnya kembali membaik. Mungkin dirinya memang butuh teman untuk mengobrol. Maklum, jomlo ngenes yang didekatin cowok langsung ilfeel, giliran melihat orang pacaran pengen punya pacar juga. Serandom ini memang hidup Nesa Calista.
“Tapi gue serius, dr Reno nanyain lo beberapa kali ke gue. Katanya, kenapa lo resign? Trus beliau nawarin kalau lo mau boleh jadi perawat di klinik pribadinya. Soal gaji beliau berani bayar setara gaji lo di rumah sakit. Lumayan tau Nes, emang seberapa lama sih lo bertahan gak kerja”
“Seriusan lo beliau ngomong gitu? boleh juga sih tapi ntar dulu deh gue mikir-mikir dulu. Soalnya gue agak risih sama dia, lo tau kan dia itu sudah punya istri tapi feeling gue nggak nyaman kalau kerja bareng sama dia. Maksudnya ngerti gak sih feeling perempuan, gue juga gak ngerti kenapa bisa begitu” Ucap Nesa dengan ekspresi gak dulu deh. Jangan sampai sudah keluar dari kandang buaya malah masuk ke kandang singa. Rugi dong Nesa. Hidup sudah berat jangan ditambah berat, yang ringan-ringan saja. Boleh sih berat tapi berat di duitnya saja..
“Kok gue nggak ngerasa gimana-gimana ya, atau gue yang sudah mati rasa. Menurut gue dia biasa saja, apa gue yang kurang peka ya Nes?”
pliss
bagus banget