NovelToon NovelToon
Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir
Popularitas:685
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Prolog:
Claretta Fredelina Beryl adalah seorang wanita dewasa yang belum juga menikah di usianya yang ke 28 tahun.

Dan karena itu Letta sering kali di teror dengan pertanyaan "kapan nikah?" Bahkan keluarga besarnya sampai mengatur sebuah perjodohan dan kencan buta untuknya, tapi dengan tegas Letta menolaknya namun tetap saja keluarganya menjodoh-jodohkannya.

Tanpa keluarga Letta ketahui, sebenarnya Letta mencintai seorang pria namun sayangnya pria itu bukanlah pria yang berstatus lajang. Yah, Letta mencintai seorang pria yang sudah menjadi seorang suami. Meskipun Letta mencintai pria itu Letta tidak pernah memiliki niat untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan pria itu.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba Letta berubah pikiran? Apa yang menyebabkan Letta berani menjadi orang ketiga di rumah tangga yang harmonis itu? Yuk simak ceritanya!
Selamat Membaca Guy's!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 16 (Talak dan Tawar-Menawar)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇ 

Pada akhirnya, rasa marah Zidan kalah oleh rasa cintanya yang terlalu dalam pada Felicia. Ia tak sanggup membiarkan wanita yang dicintainya meringkuk di balik jeruji besi. Sekuat apa pun harga dirinya tercabik, Zidan tahu—ia tak memiliki jalan lain.

Kini mereka duduk berdua di sebuah kafe, menunggu kedatangan Letta. Felicia telah menceritakan segalanya pada Zidan, kecuali satu hal yaitu tentang siapa sebenarnya wanita yang melunasi utangnya.

Tak butuh waktu lama, pintu kafe terbuka. Letta melangkah masuk, diikuti oleh Etan. Awalnya Zidan mengira itu hanya kebetulan, tapi saat Letta berjalan langsung ke meja mereka dan duduk tanpa basa-basi, hatinya mencelos. Segalanya terasa jelas. Dialah wanita itu.

Zidan mendadak sesak. Astaga, dia benar-benar tak menyangka bisa dipermainkan oleh dua wanita ini sekaligus—istri yang ia cintai dan wanita yang ternyata masih memendam obsesi padanya.

Tiba-tiba, Zidan berdiri. Amarahnya membuncah.

"Hahaha… Apa ini? Kenapa kalian bisa setega ini?" serunya sambil berdiri. Tatapannya tajam menembus Letta. "Dan kamu, Letta! Aku pikir kamu sudah berubah. Tapi ternyata kamu masih sama—masih terobsesi denganku! Berapa kali aku harus bilang kalau aku nggak punya perasaan ke kamu?"

Zidan menghela napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada tegas, "Aku tidak akan pernah menikahimu!"

Dan memutuskan untuk meninggalkan meja itu. Tapi langkahnya baru beberapa meter saat suara Letta menghentikannya.

“Kamu boleh menolak,” ujar Letta datar, “tapi polisi tak akan menolak menangkap istrimu. Aku punya bukti kuat untuk menyeretnya ke penjara.”

Zidan berhenti. Tubuhnya menegang. Tak ada lagi pilihan.

“Aku nggak nyangka kamu bisa sepicik ini,” ucap Zidan pelan namun penuh kebencian, menatap Letta tajam.

Letta menahan napas. Tatapan dan kata-kata Zidan—yang selama ini ia cintai—menusuk jauh ke dalam hatinya. Tapi ia menegarkan diri, menyembunyikan luka di balik nada suaranya yang kembali tenang.

“Duduklah. Kita perlu membicarakan rencana pernikahan kita.”

Dengan berat hati, Zidan kembali duduk. Tak ada tenaga tersisa untuk melawan.

“Sebelum membahas pernikahan, aku ingin kalian menyelesaikan urusan perceraian lebih dulu,” kata Letta ringan, seolah tak sadar betapa kejam ucapannya terdengar. Zidan menggertakkan gigi.

“Kalian tak perlu repot mengurus dokumennya. Aku sudah menugaskan seseorang. Kalian tinggal tanda tangan.”

Namun sebelum Letta melanjutkan, Zidan mengangkat tangan, menghentikannya.

“Aku punya syarat.”

Letta, Etan, dan Felicia menoleh bersamaan.

“Pernikahan ini harus dirahasiakan. Termasuk dari Ibu,” ucap Zidan tegas.

Letta sempat terdiam. Ucapan itu menamparnya. Begitu tak diinginkankah dirinya, hingga Zidan bahkan enggan ibunya tahu? Namun ia tak tahu alasan sebenarnya—Zidan hanya ingin melindungi ibunya dari tekanan batin yang bisa mempengaruhi kesehatannya.

Dengan hati kecewa, Letta menyetujui syarat itu.

Percakapan pun berlanjut. Tak butuh waktu lama, dengan suara berat dan mata yang nyaris berair, Zidan menjatuhkan talak kepada Felicia di hadapan Letta dan Etan, yang menjadi saksinya.

Hari itu, cinta yang dulu menyatukan mereka harus berakhir dalam kepahitan—terluka, terpaksa, dan penuh air mata.

Letta menahan napas, berjuang menekan air mata yang hampir tumpah. Menyaksikan perceraian Zidan dan Felicia secara langsung ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Bagaimanapun, ia sadar pasangan itu masih saling mencintai. Namun Letta juga percaya bahwa cinta seharusnya tidak membuat seseorang menderita—dan itulah yang ia lihat pada Zidan selama bersama Felicia.

Setelah perceraian itu selesai, hanya Letta dan Zidan yang tersisa di meja itu. Felicia telah dibawa pergi oleh Etan, sesuai permintaan Letta. Dia berencana mengirim Felicia ke daerah lain. Ia tak ingin bayang-bayang masa lalu mengganggu kehidupan yang akan ia bangun bersama Zidan.

Suasana hening sejenak, sampai suara Zidan memecahnya.

"Sudah puas sekarang?" tanyanya dengan nada dingin yang menghantam Letta seperti tamparan.

Letta menoleh, bibirnya tersenyum tipis walau matanya masih menyimpan luka. "Aku akan jauh lebih puas... saat kita resmi menjadi suami istri," jawabnya dengan senyuman menggoda.

Zidan menghela napas berat, rahangnya mengencang. "Apa di dunia ini nggak ada laki-laki lain?" tanyanya sinis, menyeringai getir.

"Tentu ada," sahut Letta cepat, matanya menatap lurus padanya. "Tapi yang aku inginkan... cuma kamu."

Jawaban itu sukses membuat jantung Zidan berdegup tidak beraturan—entah karena marah, bingung, atau mungkin ada sesuatu yang lain.

Letta lalu mengambil tasnya dan bersiap pergi. "Baiklah, aku rasa pembicaraan kita cukup sampai di sini. Ingat, minggu depan hari pernikahan kita. Jadi, siapkan dirimu. Aku akan kembali ke daerah J untuk berbicara dengan orang tuaku tentang pernikahan kita."

Ia berbalik, melangkah meninggalkan Zidan. Namun sebelum benar-benar pergi, Letta menoleh sebentar dan berkata dengan suara lembut namun pasti, "Sampai jumpa minggu depan, calon suami."

Letta melangkah pergi, meninggalkan Zidan yang masih duduk terpaku di dalam kafe. Pikirannya kacau—gejolak rasa marah, kecewa, dan bingung berkecamuk di dalam dadanya. Ia masih tak percaya semua ini benar-benar terjadi. Hidupnya terasa seperti sebuah lelucon pahit yang dipentaskan tanpa izin.

Sementara itu, Letta baru saja keluar dari kafe. Di depan, Etan sudah menunggunya setelah menyelesaikan tugasnya mengantar Felicia pergi. Satu urusan telah selesai, pikir Letta—tinggal satu lagi: orang tuanya.

Sesuai rencananya, malam itu juga Letta akan kembali ke daerah J, kampung halamannya, untuk menemui Papi dan Maminya. Untungnya, kepulangannya tidak terlalu mengejutkan bagi kedua orangtuanya. Mereka mengira Letta pulang lebih awal karena mulai bosan atau tidak betah di daerah A. Tak satu pun dari mereka tahu alasan sebenarnya.

Letta tiba di kediaman keluarga Beryl saat malam sudah cukup larut. Ia memutuskan menunda pembicaraan penting itu sampai besok pagi. Ia tidak ingin merusak suasana hangat rumah dengan berita yang mungkin akan mengejutkan dan mengundang perdebatan. Bagaimanapun, malam ini biarlah menjadi malam tenang untuk mereka semua.

Begitu memasuki mansion keluarga, Letta disambut hangat oleh Nyonya Ana yang langsung memeluknya. "Ya ampun, akhirnya anak gadis Mami pulang juga!" serunya penuh rindu.

Tuan Sebastian menyusul dari balik ruang tamu dengan senyum menggoda. "Kenapa? Udah nggak betah di sana, ya?"

Letta tertawa kecil. "Enak aja. Justru aku betah, kok," sahutnya jujur. Meski begitu, kedua orang tuanya saling berpandangan heran. Kalau betah, kenapa pulang lebih cepat dari rencana? Tapi mereka memilih menyimpan pertanyaan itu untuk nanti.

"Ada yang mau Letta bicarain sama Papi dan Mami, tapi besok aja ya. Sekarang Letta capek banget, mau istirahat dulu," ucap Letta mencoba menenangkan kecurigaan mereka.

Nyonya Ana mengangkat alis, separuh bercanda, separuh serius. "Kamu gak lagi ngelakuin kejahatan, kan? Jangan-jangan kamu kabur dari sana."

Letta langsung membelalak. "Mami!" serunya tak percaya.

"Mami cuma bercanda," sahut Nyonya Ana sambil tertawa, tapi Letta tahu, ibunya mulai curiga. Ia hanya menghela napas pelan dan berjalan menuju kamarnya, menyiapkan diri untuk hari esok—hari yang akan mengubah hidupnya dan keluarganya selamanya.

TBC...

1
Mira Esih
ditunggu terus update terbaru nya thor
Leo Nuna: siap kak🫡
total 1 replies
Mira Esih
sabar ya letta nnti jg ada perubahan sikap Zidan masih menyesuaikan keadaan
Mira Esih
terima aja Zidan mungkin ini takdir kamu
Leo Nuna: omelin kak Zidan-nya, jgn dingin2 sma Letta😆🤭
total 1 replies
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah hidupnya pas²an..
Okto Mulya D.: sama²
Leo Nuna: iya nih kak, makasih loh udh mampir😉
total 2 replies
Okto Mulya D.
Kasihan ya, cintanya ditolak
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah cinta putih abu-abu yaa
Okto Mulya D.
semangat Letta
Okto Mulya D.
udah mentok kalii sudah 28 tahun tak kunjung ada
Okto Mulya D.
Letta coba kabur dari perjodohan.
Okto Mulya D.
jadi pelakor yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!