NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:663
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

"Dia sengaja bunuh diri sebelum mengatakan apapun. Jadi jangan menungguku, tak menutup kemungkinan akan ada lagi setelah ini selama aku masih hidup," papar Yoga.

Mata Shintia tampak berkaca-kaca. Mana mungkin ia berhenti menunggu begitu saja? la tau selama ini Yoga tak merasakan bahagia, sudah tak mempunyai keluarga dan yang ingin ia lakukan hanyalah memberi keluarga untuk Yoga.

"Kalau begitu mau bagaimana lagi? Tapi jika bisa aku tetap ingin menunggumu sampai kau bebas dan berkumpul bersama Satya. Setidaknya jika bukan karena aku, bukan bertahan karena aku, bertahanlah demi Satya. Aku tahu tidak ada yang tahu takdir, tapi aku yakin kau bisa mewujudkan keinginan Satya yang selama ini menunggumu, begitu juga aku."

Mata Yoga melebar mendengar kalimat panjang yang Shintia katakan. Matanya pun tampak berkaca-kaca. Shintia benar, ia tak boleh menyerah begitu saja. Masih ada Shintia dan Satya yang menunggunya. Senyumnya pun kembali terukir samar. "Baiklah. Aku sangat menantikan hari itu."

Bunyi alarm menyadarkan Yoga bahwa waktu besuk telah habis. Padahal rasanya ia masih ingin berbicara lebih lama lagi, bertatap muka dengan Shintia lebih lama lagi.

"Sudah selesai."

"Uum. Aku akan datang lagi."

Tiba-tiba Yoga seperti menyadari sesuatu membuatnya mengatakan sesuatu yang membuat Shintia terkejut.

"Ke-- kenapa?"

"Berhentilah mengunjungiku."

"A- apa? Kenapa?"

Yoga terdiam sejenak. "Aku tidak ingin orang itu melukaimu. Sebaiknya sembunyikan dirimu dan Satya," jawab Yoga dengan pandangan sulit diartikan. la tak ingin Shintia kembali terlibat.

"Waktumu sudah habis," peringat dua penjaga di belakang Yoga.

"Ta- tapi." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Yoga telah bangkit dari duduknya. Shintia mengurungkan gagang telepon perlahan dari telinga. la tahu Yoga hanya tak ingin terjadi sesuatu padanya seperti saat Indra membawanya. Saat itu Yoga masih bisa melindunginya, tapi sekarang, Yoga dalam penjara.

Raut wajah Shintia tampak sendu melihat Yoga dibawa kembali ke dalam selnya.

"Nyonya, jam besuk sudah habis," seorang penjaga mengingatkan Shintia memintanya segera pergi.

Shintia hanya bisa mengangguk. Sesekali menoleh ke belakang di mana Yoga telah menghilang di balik dinding kaca, ia melangkah keluar dengan perasaan tak tenang. Harusnya Yoga diam saja, tak perlu memberitahunya. Tapi, ia menyadari mungkin Yoga khawatir berpikir ia akan kecewa jika akhirnya Yoga terbunuh dan dirinya tak pernah berhenti menunggu.

Semakin lama menjalin hubungan tak kasat mata dengan Yoga, ia mulai bisa mengerti seperti apa dirinya, sifatnya, perasaannya, kepribadiannya, dan hal itu semakin membuatnya ingin melihat Yoga bebas dan berharap benar-benar menjadi ayah Satya dalam artian yang sesungguhnya.

"Ibu."

Saat Shintia sampai di luar gerbang, sudah ada Satya yang menunggu. Satya selalu mengantar Shintia dan tetap menunggu di luar sampai ibunya itu kembali.

"Ada apa? Wajah ibu terlihat tidak baik-baik saja," tanya Satya dengan menangkup wajah ibunya.

Shintia hanya tersenyum. "Tidak apa-apa, sebaiknya kita segera pulang, Satya," ajaknya.

Satya mengangguk. la segera membuka pintu mobil untuk sang ibu dan tak berselang lama kemudian mobilnya pun pergi dari sana. Dalam perjalanan sesekali Satya mencuri pandangan pada ibunya yang duduk di sebelahnya. Biasanya ibunya akan menunjukkan raut wajah sumringah setelah bertemu ayahnya, berbeda dengan hari ini. Apa telah terjadi sesuatu?

"Sebenarnya, ada apa, Bu?" tanya Saya kembali berusaha mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Seseorang berniat membunuh ayahmu," jawab Shintia tanpa menoleh. la tertunduk memikiran Yoga. "Dan ayahmu melarang ibu menjenguknya dulu."

Satya terdiam melihat bagaimana kesedihan ibunya yang terpancar jelas lewat raut wajahnya. la sempat terkejut saat ibunya mengatakan demikian, tapi ada hal lain yang justru ia pikirkan. "Ibu bersedih karena khawatir pada ayah, atau karena ayah melarang ibu menjenguknya lagi?"

Shintia hanya diam tentu saja karena keduanya. Dan harusnya Satya tak perlu menanyakannya.

"Ibu tenang saja. Satya akan melakukan sesuatu."

Seketika Shintia menoleh "Apa maksudmu, Satya?"

"Satya tahu ibu selalu menunggu ayah selama ini. Mana mungkin Satya membiarkan ibu kecewa nanti? Satya janji, Satya akan mewujudkan keinginan ibu. Ayah akan bebas, dan kita bisa bersama sebagai keluarga."

Mata Shintia berkaca-kaca dengan tangan menutup mulutnya. Ia terharu mendengar kalimat panjang yang Satya ucapkan. Bolehkan ia berharap? Tapi di sisi lain, ia tak ingin terjadi sesuatu pada Satya.

Satya menepikan mobilnya, kemudian mengusap air mata sang ibu yang mulai mengalir. " Jangan menangis, Bu. Satya dan ayah akan baik-baik saja," ucapnya seolah tahu kenapa ibunya meneteskan air mata. Dulu ia memang membenci Yoga, tapi sejak kejadian hari itu dan melihat perubahan ibunya yang justru menaruh simpati pada Yoga, menumbuhkan perasaan yang sama terhadapnya. Terlebih setelah ibunya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Yoga beberapa tahun silam. Ya, dia baru mengetahui kebenaran serta apa yang terjadi di hari kematian Indra setelah ia dewasa.

"Ibu takut terjadi sesuatu padamu, tapi keegoisan ibu ingin berharap bisa bersama ayahmu ," ujar Shintia.

"Tidak, ibu tidak egois. Satya janji akan mewujudkan keinginan ibu. Jangan menangis, Satya tidak mau ayah berpikir Satya jadi anak nakal sampai membuat ibu menangis."

Tawa kecil Shintia menyatu dengan tangis. Satya selalu bisa menjadi penghibur di kala hati dan perasaannya tidak baik-baik saja.

***

Satya duduk di depan layar laptopnya di mana raut wajahnya tampak amat serius. Dirinya tengah mencari seseorang yang kemungkinan ada hubungannya dengan percobaan pembunuhan ayahnya di dalam penjara. la mencari tahu seluruh keluarga musuh-musuh ayahnya yang masih tersisa. Menurut yang ibunya katakan yang menceritakan sesuai yang ayahnya sampaikan, seluruh keluarganya telah mati. Satu-satunya dari orang yang terlibat dan masih ada adalah Novi.

Klik!

Telunjuk Satya menekan salah satu tombol keyboard dan seketika menampilkan sebuah gambar pada layar. Gambar berisi biodata Novi dengan lengkap. Tak ingin berlama-lama, ia meraih kunci mobilnya di dekat laptopnya, menyambar jaketnya yang tersampir di kursi dan berangkat menuju kediaman Novi.

Satu jam kemudian mobil Satya berhenti di depan sebuah rumah sederhana yang tak lain adalah rumah Novi. la keluar dari mobil, berdiri di depan gerbang kayu dan mengamati sekitar. Tepat di saat itu seorang wanita yang sebagian rambutnya telah berwarna putih, keluar dari dalam rumah. Wanita itu menatap Satya seperti tengah menajamkan penglihatannya. Satya yang melihatnya membuka gerbang kayu di hadapan dan melangkah memasuki halaman.

"Selamat siang, Nek," sapa Satya ramah.

"Ya ... selamat siang. Ada yang bisa saya bantu? Kau siapa?" tanya wanita tersebut yang tak lain adalah Novi. Meski sebagian rambutnya telah memutih namun wajahnya masih terlihat cantik meski telah dihiasi keriput.

Satya melempar senyum tipis membuat Novi seperti teringat seseorang. Wajahnya samar-samar mirip dengan seseorang yang sudah lama tak pernah ia lihat.

Beberapa saat kemudian Satya telah duduk berhadapan dengan Novi di ruang tamu rumahnya. Secangkir teh hangat yang tersaji di depan Satya masih mengepulkan uap hangat.

"Jadi ... siapa dan ada keperluan apa?" tanya Novi menatap Satya dengan rasa penasaran.

"Sebelumnya perkenalkan, namaku Satya, putra dari Yoga Abimanyu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!