NovelToon NovelToon
Rumah Iblis Bersemayam

Rumah Iblis Bersemayam

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Spiritual / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 9

"Hore! Papa pulang hari ini." Bella tersenyum senang. Ini yang dia nantikan, sang papa tidak lama-lama berada di luar kota sana.

"Loh, masih sama piyama kamu? Belum mandi juga dari tadi? Emang kamu enggak sekolah?" tanya Sisi dengan nada suaranya yang terdengar seperti orang ngomel-ngomel.

"Sekolah? Hello! Kak Sisi, hari ini libur, Kak. Ini hari minggu," ucap Bella.

"Lah, kok kakakmu ini jadi pikun, ya, Bell." Sisi menepuk jidatnya dan tertawa.

Bella kembali melangkahkan kakinya menuju teras depan, hendak melihat apa yang saat ini tengah dilakukan oleh mamanya itu. "Eh, kak Andini jadi datang ke sini, Kak?" tanya Bella.

"Jadi, nanti dia ke sini bareng sama papa!" sahut Sisi berseru.

"Jangan berdiri di sana aja dong, Bell. Ayo ke sini, bantu mama!" suruh Anggun yang saat itu sedang merapikan bunga-bunga di halaman depan.

"Mager banget, Ma." Bella menghempaskan bokongnya di kursi. Dia hanya melihat saja kesibukan sang mama, perhatiannya jadi teralihkan saat ia melihat ke arah pohon bambu yang ada di samping rumahnya.

Pohon itu bergoyang dengan alunnya diterpa angin segar. Entah kekuatan dari mana yang membuat kakinya tergerak untuk pergi ke tempat pohon itu tumbuh, Bella berjalan pelan seolah tersihir.

"Bella, bantu aku!" bisik suara seseorang.

Bella menelisik ke segala arah, tidak ada orang lain di sana selain dirinya. Lalu, suara siapa itu? Membuat bulu romanya merinding seketika.

"Bella," panggil seseorang, suara itu berasal dari dalam pohon bambu. Tangan Bella mencoba berjalan sedikit lebih dekat dengan pohon tersebut. Tampak seperti rambut seseorang di sana, Bella memperjelas penglihatannya.

Sedikit demi sedikit matanya mulai menangkap sosok menakutkan di sana.

Wajah hitam dengan mata merah menyala muncul dari dalam rimbunan pohon bambu itu.

"Mama!"

Bella berlari kencang menjauhi pohon tersebut, Anggun terkejut dan buru-buru menghentikan aktivitasnya.

"Ma, Bella takut." Bella menghambur ke pelukan Anggun.

"Takut kenapa sayang?" tanya Anggun sambil membelai rambut sang anak.

"Tadi Bella ngelihat ada hantu di pohon itu!" tunjuk Bella.

Sisi yang baru keluar segera menimpali aduan sang adik.

"Sudah aku bilang, jangan pernah deketin pohon bambu itu. Kamu aja yang bandel, enggak mau denger omongan aku."

"Sudah, sudah! Kamu jangan takut lagi, hari ini papa akan balik ke sini. Kita akan tanyakan langsung masalah ini sama dia, jangan sampai kita jadi korban untuk melindungi harta keluarganya."

"Ma, kenapa kita tidak langsung pergi aja dari sini sebelum semuanya memburuk. Kita masih punya waktu, Ma."

"Tidak bisa, Sisi," sambar ki Seto. Mereka kaget dengan kedatangan laki-laki itu.

"Kenapa, Ki? Kami bisa pergi dari sini sebelum semuanya menjadi lebih buruk."

"Iblis-Iblis itu sudah menyadari kedatangan ahli waris, dan kalian tidak mungkin bisa kabur begitu saja tanpa menyelesaikan masalah ini."

"Tidak ada cara lain kah, Ki? tanya Anggun.

"Tidak ada," jawab ki Seto menggeleng kuat.

Pip

Pip

Pip...

Suara klakson mobil mengalihkan perhatian mereka, melihat kepulangan papanya membuat Bella seketika lupa akan apa yang barusan terjadi.

"Papa!" seru Bella, dia melepas pelukan Anggun dan berlari menuju Bachtiar.

Bachtiar menyambut pelukan hangat anaknya, ia tersenyum bahagia.

Selanjutnya keluar Andini, gadis cantik anak indigo itu berpakaian serba hitam. Ia keluar dari mobil sambil melambaikan tangan ke arah Anggun dan Sisi.

"Bau busuk apa ini?" ucap Andini berkata lirih.

Sosok makhluk tak kasat mata berdiri berjejer mengelilingi rumah yang berdiri megah di depannya.

"Selamat datang Andini, selamat datang di desaku yang cantik ini," ucap Sisi memuji. Ia tidak heran jika tatapan Andini sedikit berbeda saat melihat rumahnya, karena dia tahu kalau temannya sudah melihat sesuatu yang menakutkan di sana.

"Pasti teman kamu capek banget habis melakukan perjalanan jauh ke sini, sebaiknya kamu temani dia istirahat gih!" suruh Anggun.

Sisi langsung mengambil alih tas ransel yang dibawa Andini, namun Andini mencegahnya.

"Enggak usah repot-repot, aku bisa sendiri kok."

"Biar aku bantuin juga, Kak." Bella ikut mengambil ransel Andini, sedangkan Anggun membantu suaminya mengeluarkan barang-barang dari dalam mobil.

Melihat pak Bachtiar yang sudah pulang, ki Seto langsung pamit untuk pergi mengontrol kondisi di kebun teh. Tapi pak Bachtiar menahannya, beliau menyuruh ki Seto untuk masuk sebentar dan duduk sambil ngopi bersamanya.

"Huffhh! Leganya sekarang, papa akhirnya pulang juga," ucap Sisi, dia merebahkan tubuhnya di samping Andin yang saat itu sedang berbaring juga.

"Apanya yang membuat kamu lega?"

"Ya, seenggaknya aku bisa mengadukan semua masalah yang terjadi selama papa enggak di sini."

"Semua akan menjadi semakin parah, Si. Kalian sudah mengambil langkah yang salah dari awal, rumah ini tidak layak dihuni oleh manusia seperti kita. Mereka semua ada di sini, setiap saat, setiap waktu memantau gerak gerik kalian," celetuk Andini dengan raut wajah yang begitu serius.

Mendengar ucapan temannya, kembali membuat Sisi bergidik ngeri.

"Aku tahu soal itu, Din. Ini sebabnya aku juga sangat senang karena kamu mau datang ke sini, aku harap kamu bisa bantu aku dan keluargaku keluar dari desa ini."

Ini adalah malam pertama Andini menginap di rumah Sisi. Usai makan malam bersama keluarga sahabatnya, Andini memilih untuk keluar dengan alasan ingin melihat suasana malam di tengah pedesaan itu.

"Di sini ada warung-warung yang buka enggak, kalau malem gini?" tanya Andini.

"Ada, makanan di sini juga enak-enak loh, tapi kita harus jalan sekitar lima sampe sepuluh menit dari sini baru sampai di sana." Sisi menunjuk ke arah kiri jalanan rumahnya.

Saat pertama pindah ke desa itu, rumah yang mereka tempati termasuk berada sedikit jauh jaraknya dari tetangga lain. Sedangkan rumah lain di desa itu saling berdekatan, cuma rumah kakeknya yang berdiri sendiri tanpa bersebelahan dengan para tetangga. Namun, kini sudah ada warga desa yang membuat rumah dekat dengan rumah mereka. Jadi Sisi dan Bella tidak perlu takut lagi.

Namun tetap saja, keheningan dan keseraman hanya mereka yang bisa merasakannya.

"Mari temani aku jalan-jalan keluar!" ajak Andini.

"Mau ke mana kalian?" tanya Anggun, dia tidak akan memberikan izin kepada mereka untuk keluar di malam hari begini.

"Mau ke warung bentar, Ma."

"Enggak boleh, ini udah malem. Lagian Andini juga tamu di sini, kalian enggak boleh kemana-mana, jangan keluar sembarangan, ayo masuk!" suruh Anggun.

Dari depan gerbang yang menjadi pembatas jalanan dan halaman rumah, Andini dapat melihat sosok nenek tua membawa sebuah tongkat. Jalannya bungkuk, di belakangnya seperti menggendong sesuatu, namun tak terlihat jelas.

Andini diam dan terus memperhatikan, gelagatnya membuat Anggun dan Sisi curiga.

"Kamu liatin apa?" tanya Sisi.

"Nenek itu, dia siapa?"

"Yang mana?" tanya Anggun.

"Itu loh, Tan! Nenek yang pakek tongkat itu, yang saat ini sedang berdiri di depan pagar dan melihat ke arah kita," jawab Andini.

Mereka semua mengedarkan pandangan ke arah yang ditunjuk Andini, namun tak ada satu pun yang bisa melihat nenek tersebut.

"Lihatin apa kalian?"

"Ah, Papa!" seru Sisi, dia dan Bella terkejut dengan kedatangan Bachtiar yang tiba-tiba.

"Enggak lihatin apa-apa kok, Om," jawab Andini, dia baru menyadari bahwa yang dilihatnya itu bukanlah manusia.

Aura di sekitar rumah itu terasa begitu panas, Andini bisa merasakannya.

"Mama sama papa mau masuk dulu, kalian jangan lama-lama berdiri di sini," pesan Anggun sebelum dia dan suaminya kembali ke dalam.

Di kamarnya, Anggun langsung menanyakan perihal foto perempuan dalam potret kedua mertuanya.

"Pa, tolong jawab yang jujur! Siapa dia?"

"Papa juga enggak tahu, Ma!" tegas Bachtiar.

"Pa, siapa lagi yang mau kamu bohongi di sini? Apa kamu tahu apa yang sudah aku lewati tanpa kamu di sini? Aku dan anak-anak hampir dijadikan mangsa Iblis-Iblis itu," ucap Anggun mulai tersulut emosi.

"Iblis apa sih, Ma? Kamu kalau ngomong jangan asal bunyi seperti ini, kalau anak-anak denger gimana?"

Anggun mencoba menahan amarahnya yang kian membuncah di dada.

"Papa takut anak-anak denger? Mereka sudah tahu, Pa. Mereka sudah tahu kalau tempat yang kita tinggali ini adalah tempat terkutuk!"

"Astaghfirullah, terkutuk apanya? Kamu sama anak-anak sama aja."

Rasanya percuma membahas ini dengan suaminya, sudah dua puluh tahun menikah, tapi Bachtiar masih terkesan menutupi banyak hal darinya. Anggun menghela napas berat, kalau boleh memilih, ia ingin hidup sederhana saja tapi tenang. Untuk apa kaya kalau hasil dari bersekutu dengan syaitan? Apa benar Bachtiar tidak tahu siapa wanita itu, atau dia sudah tahu dan berusaha menutupi ini semua dari anak dan istrinya?

"Pa, kita sudah hidup bersama selama dua puluh tahun. Kenapa masih tidak bisa terbuka sama aku soal keluarga kamu?"

Bachtiar menatap sang istri dengan tatapan sendu, hatinya ingin berkata jujur, tapi dia masih ragu.

"Ayo, Pa! Katakan sama aku!"

"Ya, dia memang istri kedua papa aku. Itu sebabnya sampai sekarang rumah dan kebun teh masih belum bisa aku miliki, aku harus menunggu anak dari ibu tiri aku."

Anggun baru bisa bernapas lega setelah mendengar jawaban sang suami, ia tersenyum senang.

"Kita tidak perlu harta ini, Pa. Biarkan saja harta ini dimiliki oleh keluarga tiri kamu."

"Ma, kamu berasal dari keluarga berada, dari kecil kamu sudah hidup berkecukupan. Apa yang kamu inginkan selalu terpenuhi, apa kamu sanggup hidup tanpa semua kemewahan ini?"

Anggun mengangguk, ia meyakinkan suaminya bahwa kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga tidak diukur dari banyaknya harta yang dimiliki.

Tanpa sepengetahuan mereka Andini diam-diam pergi menuju pohon bambu yang sudah sedari tadi diincarnya. Melihat kondisi rumah yang sudah sepi, Sisi yang sudah tidur, dan Bella yang juga sudah terlelap di kamarnya membuat Andini semakin semangat untuk mencari tahu misteri rumah peninggalan Purnomo.

Angin malam begitu dingin, jaket yang dipakainya seolah tidak mempan untuk menutupi rasa dingin itu. Andini melihat seorang perempuan melambaikan tangan ke arahnya, ia berjalan sambil menggendong bayi, mengajak Andini masuk dalam rimbunan pohon bambu.

Andini tidak bodoh, ia tidak akan masuk ke sana. Andini tetap berdiri di depan pohon itu sambil terus menunggu apa yang hendak dilakukan oleh perempuan tersebut.

"Hanya kamu yang bisa menolong aku," lirih perempuan itu. Wajah pucat dan air mata darah menjadi saksi bahwa hidupnya di dunia tidaklah bahagia.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Kuburkan aku secara layak! Tapi sebelum itu, tolong bantu aku untuk membalaskan dendamku pada Yati, dia ibu mertuaku yang sudah membuat aku seperti ini," ucap hantu perempuan itu.

Wajah pucatnya sedikit demi sedikit mulai terlihat menghitam.

"Ini aura buruk, Iblis." Andini mulai menjaga jarak, kalung yang selalu dipasang di lehernya ia pegang kuat-kuat.

"Bantu aku untuk balas dendam," lirih makhluk itu lagi.

"Tidak," tolak Andini menggeleng, "aku bisa membantu menguburkan jasad kamu, tapi tidak dengan balas dendam, aku tidak bisa!" tegas Andini.

"Kalau tidak mau, maka kamu akan menanggung akibatnya. Akan ku buat keluarga ini bernasib malang sepertiku, aaa..."

Wajah makhluk itu berubah menjadi sosok menyeramkan, ia terbang dan hendak mencekik leher Andini.

"Tidak!!!" teriak Andini.

Teriakannya membuat se isi rumah Bachtiar terbangun di tengah malam itu.

"Pa, itu suara Andini."

"Iya, Ma. Ayo kita lihat!" Pak Bachtiar mengambil kacamatanya dan bergegas keluar dari kamar.

1
Aksara L
Luar biasa
Aksara L
Biasa
Kakak Author
lanjut .. bagus banget ceritanya .../Pray/mampir ketempat aku dong /Ok/
🎧✏📖: semangat, kalo boleh baca ya judul baru 🤭
🥑⃟Riana~: iya kk
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!