NovelToon NovelToon
Memiliki Bayi Bersama Pria Yang Kubenci

Memiliki Bayi Bersama Pria Yang Kubenci

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / Single Mom / Nikah Kontrak / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Jenar dan Gena bertemu di Pantai Pangandaran. Mereka sedang terluka hatinya dan saling menyembuhkan satu sama lain. Namun di hari terakhir Gena mendengar pembicaraan Jenar dan sahabatnya di telepon. Jenar mengatakan bahwa Ia hany mengisi hatinya dan tidak menganggap serius. Gena sakit hati karena Ia menyukai Jenar. Pergi tanpa mengatakan apapun. Jenar merasa juga dibodohi Gena. Lalu memang takdir tak bisa ditolak, Kakak mereka jodoh satu sama lain dan akan menikah mereka diperkenalkan sebulan sebelum pernikahan sebagai calon ipar. Walaupun saling membenci, mereka tahu bahwa ini demi kebahagian Kakak yang mereka sayangi. Berpura-pura tidak saling mengenal. Tanpa berkata apapun. Sembilan bulan kemudian saat musibah terjadi, saat Kakak mereka kecelakaan dan meninggalkan seorang bayi. Mereka mau tidak mau harus bersama, mengurus keponakan mereka. Dan saat itulah cinta mereka bersemi kembali. Apakah ini sebuah takdir dengan akhir bahagia atau hanya luka lama yang terbuka lagi? -You Never Know What Happen Next-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 - Tinggalah Disini

Satu minggu berlalu setelah kepergian Astri dan Leknor. Semuanya berjalan normal seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja, bedanya, tidak ada lagi yang rutin mengomeli Jenar karena gadis itu tidak mau diajak bertemu untuk sekedar makan malam bersama. Tidak ada lagi pula yang mengganggu Jenar di ruang kerjanya ketika Jenar sedang asyik-asyiknya bekerja.

Hampa ....

Satu kata itulah yang bisa menggambarkan betapa remuknya Jenar saat ini. Ia menyesal sedalam-dalamnya karena tidak memanfaatkan waktu dengan baik selama sang kakak masih ada di dunia ini. Jenar jadi trauma dengan kata perpisahan. Sudah tiga kali ia mengalami kisah pahit tentang kehilangan seseorang yang begitu berharga. Dan rasanya .... sangat menyakitkan.

Mengembuskan napas berat, Jenar menatap bayi yang saat ini ada di sebelahnya. Masih seperti mimpi rasanya ia mengasuh bayi ini. Bukannya tidak bisa menerima kehadiran Jihan, namun Jenar belum terbiasa dengan keadaan yang membelenggunya. Di saat bersamaan ia harus kehilangan sang kakak tercinta sekaligus menjadi orang tua dadakan. Lantas tidak pantaskah ia mengeluh?

Bangun tengah malam ketika Jihan menangis, membuatkan Jihan susu, mengganti popok Jihan, memandikannya, semua itu sangat menyita waktu Jenar. Alih-alih bisa nongkrong bebas dengan teman-temannya, Jenar malah tidak memiliki waktu untuk sekedar mengurus dirinya sendiri.

“Ngh ... oaaakk!”

Jenar menghela napas kasar mendengar suara tangis Jihan. Ini sudah kali kedua Jihan menangis tak tenang dan mengganggu tidur malam Jihan. Padahal baru saja perempuan itu ingin memejamkan mata.

Jenar bingung, panik, kesal, dan sedih secara bersamaan. Emosinya yang tidak stabil membuat perempuan itu mencengkram rambutnya frustrasi.

“Ssst ... diam,” suruh Jenar. Namun bukannya diam, tangis Jihan semakin kencang.

“Jihan, udah dong. Tante mau istirahat ini. Tolong kamu diam dulu. Badan Tante sakit karena nggak tidur beberapa hari belakangan ini. Ngertiin Tante, dong...”

Jihan tidak kunjung diam. Alhasil Jenar mengeluh seraya menggendong anak itu. Ia cek celana Jihan, ternyata masih kering. Jenar benar-benar bingung cara mendiamkan Jihan. otaknya makin kalut hingga membuat perempuan itu tertekan batin. Ia taruh Jihan di atas ranjang, lantas menutup kedua kupingnya yang telah memerah.

“Diam!”

“Bisa diam enggak sih?!”

“Di sini aku juga butuh istirahat. Bukan kamu aja! Duh, berisik!”

“Kak, aku nggak kuat urus anak Kakak. Aku capek! Aku nggak siap nerima situasi ini!”

Jenar menjerit-jerit melepaskan beban di dadanya. Air matanya terus mengalir membasahi pipi, bahunya naik turun seirama dengan isakan yang keluar dari bibir.

Kini tangis Jenar dan Jihan bersahut-sahutan di kamar itu. Jenar sungguh kesulitan mengatasi situasi ini. Pikirannya buntu, rasa traumanya kembali kambuh hingga ia mengalami serangan panik. Hanya satu orang yang tercetus di otak Jenar. Yaitu lelaki yang sering datang ke sini di siang hari. Yaitu Gena.

Ya. Gena juga mempunyai hak atas Jihan karena anak ini merupakan anak kakaknya juga.

Dengan cepat Jenar sambar ponselnya, lantas menelepon Gena malam itu juga.

“Ya, halo?”

Jenar tidak bersuara. Hanya tangisnya yang menjadi pengiring sepanjang panggilan itu berlangsung. Gena di seberang sana tentu bingung mendengar gadis itu menangis. Ditambah pula suara tangis bayi yang tak kalah nyaringnya dengan suara Jenar.

"Jehan kenapa, Je? Kalian baik-baik aja?”

Jenar tersedu-sedu. Ia makin terisak. “Capek... aku capek....”

“Hei, kamu kenapa? Jangan bikin aku panik!”

“Jihan ... dia nangis terus. Aku bingung. Aku capek. Aku sakit!” Jenar mengadu, tangisnya sukses membuat Gena di seberang sana merasa amat bersalah karena membiarkan wanita itu mengurus bayi seorang diri ....

“Jihan laper, ya, sayang? Mau mimik ya?”

Gena menimang-nimang Jihan sambil menyodorkan botol susu pada anak itu. Ternyata benar, Jihan lapar. Sekarang bayi itu tampak anteng setelah diberi susu. Jenar menyaksikan hal itu dari meja makan. Matanya sembab karena habis menangis.

Beruntung Gena cepat datang ke rumah ini setelah panggilan telfon itu terputus. Jadilah Gena segera mengambil alih Jihan ke dalam gendongannya. Ia buatkan anak itu susu karena dugaannya Jihan sedang lapar. Kini susu di botol itu telah habis disesap Jihan. Bayi itu kembali tenang, dan perlahan matanya memejam hendak tertidur.

Maka Gena bawa Jihan ke dalam kamar milik Jenar, lalu ia letakkan pelan-pelan keponakannya itu di sana. Ah, sungguh damai wajah Jihan ketika terlelap. Gena merasakan ketenangan melihat wajah itu. Serasa melihat wajah almarhumah kakaknya.

“Tidur ya, Sayang? Om sayang kamu,” bisik Gena, sebelum akhirnya mendaratkan sebuah kecupan lembut di kening bayi itu.

Setelah memastikan Jihan benar-benar tertidur, barulah Gena keluar dari kamar itu dan menghampiri Jenar yang masih duduk di meja makan.

Jenar yang menyadari kehadiran Gena pun buru-buru menyeka air matanya. Ia tak ingin dipandang menyedihkan oleh Gena. Namun Gena bukanlah lelaki yang mudah dibohongi. Ia tahu Jenar terluka. Ia mengerti trauma Jenar karena ditinggal orang-orang terdekatnya. Gena pun juga sama hancurnya seperti Jenar. Bedanya, Gena lebih bisa mengontrol diri. Sedangkan Jenar tidak ....

“Dia lapar. Panasin aja susunya. Jangan panik kayak tadi,” ujar Gena seraya menarik kursi sebelah Jenar untuk ia duduki.

Jenar mendengus. Ia menatap lurus ke depan dengan pandangan putus asa.

Maka Gena spontan mengusap bahu wanita itu untuk ia tenangkan. Ia belai pula rambutnya dengan gerakan lembut. Jenar kembali menatap Gena. Tangisnya kembali hadir karena diusap-usap seperti itu.

Melihat Jenar menangis, Gena raih gadis itu dalam pelukannya. Pecah sudah isakan Jenar di pelukan Gena. Ia tidak punya siapa-siapa lagi. Rasanya dipeluk seperti ini membuat perasaan Jenar sangat teramat rapuh.

“Aku capek ...,” keluh Jenar. Suaranya terdengar lirih dan bergetar.

“Aku ngerti,” balas Gena.

Ia biarkan Jenar menangis untuk membuat perasaan gadis itu sedikit lega. Setelah tangis Jenar sedikit mereda, Gena lepas pelukan mereka, lantas ia tangkup wajah Jenar menggunakan kedua tangannya yang hangat dan besar. Disekanya air mata gadis itu dengan jempol.

“Kamu nggak sendiri. Kita rawat Jihan sama-sama. Ya?”

“Tapi kamu sibuk,” geleng Jenar.

Gena mencoba memberi pemahaman. Baiklah. Demi Jihan, Gena akan mengubah pola pikirnya yang hanya datang ke sini di siang hari saja sewaktu sedang senggang.

“Mulai sekarang, aku akan tinggal di sini bareng kalian.”

Jenar sedikit tercengang mendengarnya. “Kamu serius?”

“Ya. Aku serius. Aku akan tinggal di sini sama kalian. Itu pun kalau kamu mengizinkan.”

Jenar langsung mengangguk. Ia tidak punya pilihan lain selain mengizinkan Gena tinggal di sini bersamanya. Ia butuh Gena dibanding seluruh ego dan rasa gengsinya selama ini.

“Aku pasti izinin,” kata Jenar. Ada binar dari tatapannya yang menunjukkan suatu harapan besar.

“Tolong ... tinggal bersama kami. Aku dan Jihan ... butuh kamu,” lanjut Jenar malu-malu, namun siapa sangka ucapan itu sukses membuat Gena tersenyum tipis.

1
Wirda Wati
😇😇😇😇😇😇
Wirda Wati
😭😭😭😭😭😭
Wirda Wati
semoga mereka bersatu
Nur Adam
lnjur
Wirda Wati
😂😂😂😂
Wirda Wati
nikah aja Jenar sama gena kan aman
Wirda Wati
cari baby siter aja....dan pembantu
Wirda Wati
🥰🥰🥰🥰
Wirda Wati
😂😂😂😂😂😂
Wirda Wati
senang dg ceritamu thort
Wirda Wati
semoga baik baik saja
Wirda Wati
😂😂😂😂
Wirda Wati
ya kamu juga sih ngomongnya sembarangan.
hanya mengisi kekosongan dan move on.
siapun pasti kesal dengarnya.
Wirda Wati
sebenarnya mereka serasiii...
Wirda Wati
cepat kali....
cinta atau obsesi
😇😇😇
Wirda Wati
cinta kilat namanya😂
Wirda Wati
semoga hubungan mereka berkelanjutan..
Wirda Wati
kereeen thort
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!