Farah adalah seorang psikolog muda yang energik dan penuh dedikasi. Setiap pagi dimulai dengan keceriaan, berinteraksi dengan penjaga gedung sebelum menuju tempat kerjanya di lantai enam. Sebagai seorang psikolog yang sudah berpraktik selama empat tahun, Farah menemukan kebahagiaan dalam mendengarkan dan berbagi tawa bersama pasien-pasiennya.
Pada suatu hari, saat makan siang, Farah mendengar kabar bahwa ada seorang psikiater baru yang bergabung di rumah sakit tempatnya bekerja. Jantungnya berdebar-debar, berharap bahwa psikiater baru tersebut adalah kakaknya yang telah lama tak ia temui. Di tengah-tengah rasa penasaran dan kekecewaannya karena belum mendapat kepastian, Farah bertemu dengan seorang pria misterius di kantin. Pria itu, seorang dokter psikiater dengan penampilan rapi dan ramah, membuat Farah penasaran setelah pertemuan singkat mereka.
Apakah pria itu akan berperan penting dalam kehidupannya? Dan apakah akhirnya Farah akan menemukan kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariadna Vespera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Farah pun pergi ke lokasi pertandingan Cici. Kursi
penonton masih sepi. Farah yang ingin menemui Cici pun bingung harus ke mana.
Karna hanya ada kursi penonton dan kolam yang besar
di sana untuk peserta bertanding.
Ada seorang pelatih atau Mungkin peserta juga Farah
tidak bisa membedakannya, akhirnya Farah bertanya di mana semua peserta
berkumpul.
Tapi Farah malah di marahi karna mencari ruang
pribadi yang tidak boleh untuk di masuki orang luar. Farah sebenarnya agak
kesal karna dibentak oleh orang itu, tidak bisa kah dia memberi tahu dengan
biasa saja atau bahkan lembut, Farah hanya bertanya bukan mengancam.
Tapi Di sisi lain Farah juga tau kalau sifat dasar
manusia itu berbeda-beda. Mungkin orang yang tadi itu memiliki temperamen yang
tidak bagus. Sudah lah Farah juga tidak mau berlarut dalam kekesalannya, Farah
kembali duduk di kursi penonton.
Waktu yang lumayan lama untuk Farah yang sudah
datang lebih awal sebelum pertandingan di mulai. Dan akhirnya para peserta
menuju kolam untuk pemanasan sebelum pertandingan. Ada sekitar sepuluh orang
peserta yang ikut berpatisipasi dalam perlombaan hari ini. Tapi bukan hanya
satu yang Farah kenal dari sepuluh orang itu melainkan dua.
Farah yang ingin menyemangati Cici pun berteriak
saat para peserta ingan pemanasan di kolam renang. Cici yang menyadari
kehadiran Farah pun langsung meminta izin kepada pelatihnya, meski sepertinya
dia dimarahi tapi tetap diberi izin salama 5 menit untuk menemui Farah. Cici
yang langsung berlari ke arah Farah Karna terharu Farah datang, Cici tau kalau
Farah pasti datang tapi dia tetap tidak menyangka bahwa orang pertama yang
duduk di kursi penonton untuk mendukungnya adalah Farah.
Cici pun langsung memeluk Farah dengan ketulusan
dan kehangatan hingga dia menetaskan air mata. Farah yang menyadari hal itu
langsung menghapus air mata Cici dengan kedua ibu jarinya.
"Simpan saja air matamu untuk kemenangan
nanti." Ucap Farah.
Cici hanya membalas dengan senyuman yang terpukau.
Farah ingin memberikan bunga yang sudah dia beli
namun, Cici menolaknya.
"Nanti saja, aku akan menerima bunga ini saat
merayakan kemenangan nanti."
"Bunga ini, bunga untuk penyemangat. Hadiah
kemenangan kan kamu sendiri yang menentukan."
"Jika aku menang, aku ingin menerima bunga ini
dari kakak."
"Tidak ingin minta yang lain?"
Cici hanya menggelengkan kepalanya. Lima menit
sudah berlalu, Cici harus kembali melanjutkan pemanasan bersama peserta lain.
Tidak berlangsung lama setelah Cici kembali, Farah
yang sedang asik menonton sendiri tiba-tiba mendengar suara panggilan
"NAK..." Saat Farah mencari asal suara itu ternyata itu adalah Ibu.
Peserta lain yang membuat Farah tidak asing adalah Rendi sang pangeran impian
Farah.
"Bagaimana kamu bisa di sini?"
"Aku di undang oleh salah satu temanku."
"Kalau tahu kamu juga akan ke sini kita bisa
pergi berbarengan, sayangnya tadi ibu tidak menanyakan kamu ingin pergi ke
mana. "
Farah hanya tersenyum saat mendengar ucan ibu.
"Kamu sudah pernah bertemu anak ibu kan."
"Iya, sudah ibu."
Saat itu ibu bercerita bahwa sejak kepergian
ayahnya.
Rendi selalu mencari uang sendiri, padahal ibu
masih memiliki usaha dan ekonomi mereka pun tidak terganggu saat itu. Tapi
Rendi merasa bahwa semua tanggung jawab ayahnya sudah di berikan kepadanya.
Untuk mencari uang, mengurus ibunya. Semua yang dulu di kerjakan oleh ayahnya
sekarang adalah tugasnya.
Ibu pikir itu terlalu berat untuk di jalankan oleh
seorang anak saat masih di bangku sekolah menengah atas. Tapi ibu juga bingung
bagaimana Rendi bisa setenang itu dalam menghadapi semuanya. Saat ibu ingin
menanyakan keseharian Rendi di sekolah karna ibu khawatir Rendi menjadi anak
yang tidak baik seperti memalak temannya atau bahkan membully temannya sendiri
untuk melampiaskan semua beban yang dia tanggung.
Tapi ternyata ibu salah, Rendi mempunyai teman yang
juga memiliki masalah rumit dengan keluarga mereka masing-masing. Beban yang
seharusnya tidak ditanggung oleh anak seumuran mereka. Ibu juga bersyukur Karna
Rendi memiliki teman yang bisa membantunya berdiri dari keterpurukan bahkan
berjalan bersama dengan Rendi. "Mereka sungguh anak-anak yang hebat."
ucap ibu.
Pertandingan sudah di mulai, Farah hanya berharap
mereka berdua tidak terluka saat pertandingan.
Tiga babak penyisihan sudah selesai dan mereka
berdua masuk dalam seleksi tiga orang yang akan mengikuti jabang internasional.
Farah turun dari kursi ingin langsung menghampiri Cici, Cici yang sangat
bahagia tidak bisa membendung air matanya lagi.
Farah merenggangkan tangannya menyambut hangat Cici
yang sudah bekerja keras atas apa yang dia impikan. Di sisi lain ibu juga
sedang memeluk erat Rendi yang berhasil lolos.
Orang tua Cici menghampiri Farah dan Cici yang
sedang berpelukan, Cici pun memperkenalkan Orang tuanya kepada Farah.
"Ayah, ibu ini psikolog hebat yang selama ini
membantu Cici." Ucap Cici.
"Jadi kamu, terima kasih banyak ya atas
bantuanmu selama ini." Ucap ibunya Cici.
"Senang bisa membantu." Sahut Farah
dengan hangat.
Sesuai janji Farah, dia menyerahkan bunga yang dia
bawa untuk Cici. Cici berpamitan dan pulang dengan kedua orang tuanya.
"Ibu sudah menunggu di luar." Ucap Rendi
sambil menyentuh bahu Farah perlahan.
Farah pun mengikuti Rendi ke tempat ibu berada.
"Kamu ikut kan nak, makan siang bersama."
Ucap ibu. Farah yang segan menolak pun hanya bisa mengangguk kepala.
Mereka pun pergi ke restoran daging terkenal di
sana. Makan siang yang hangat mereka lewati, makan bersama dengan canda dan
tawa. Meski ada Rendi, Farah berusa agar tidak canggung seperti pertemuan
pertama mereka. Setelah selesai makan mereka mengantarkan ibu kembali ke toko.
Farah saat pergi ke restoran menggunakan mobil Rendi, jadi dia harus kembali ke
lokasi pertandingan untuk mengambil mobilnya.
Ibu menyuruh Rendi yang mengantar Farah kembali ke
sana, tapi Farah menolaknya.
"Aku tidak ingin berhutang budi pasa
seseorang." Ucap Rendi.
Dan Farah pun akhirnya mau ikut dengan Rendi.
Suasana canggung yang tidak bisa dihindari ketika
mereka hanya berduaan di dalam mobil. Saat di perjalanan ada anak kecil yang
tiba-tiba menyebrang jalan. Rendi hampir menabrak anak kecil itu tapi untung
lah dia sempat merem. Tapi sayangnya karna rem yang sangat tiba-tiba di injak
oleh Rendi membuat kepala Farah terbentur sangat keras hingga membuat dia
pingsan.
"Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya
Rendi.
"Kamu membawaku ke rumah sakit?"
"Iyah, karna kamu pingsan."
"Oh..., Terima kasih Karna sudah membawaku ke
rumah sakit."
"Itu tanggung jawabku, kamu pingsan karna
aku."
"XARGUS......" Teriak Iplan.
"Syuuuuut, ini rumah sakit."
"Kamu sudah sadar?"
"Iyah, tapi aku mau mendengarkan penjelasan
dari mu, kenapa aku bisa satu kasur dengan dokter Ruel?"
"Itu juga kasurku, satu tempat istirahat di
tempati oleh dua dokter. Tapi aku tidak tau kalau dokter Ruel ada operasi
mendadak. Maaf yah, kamu jadi di tangkap satpam deh."
"Ya sudahlah, aku juga berterima kasih Karna
kamu sudah membawa dan menjaga aku saat tidur."
"Tidak perlu sungkan, aku senang
melakukannya."
Saat Iplan dengan Farah sedang berbicara Rendi
pergi untuk mengurus administrasi.
"Iplan juga bisa bersikap seperti itu didepan
orang lain ternyata." Ucap Rendi dalam hati.
Rendi ingin berpamitan kepada Farah Karna dia harus
mengikuti latihan.
Rendi menggunakan kartu nama yang diberikan oleh
Farah untuk menghubungi jika ada sesuatu yang diperlukan. Dan akhirnya Farah
memiliki nomor pangeran impiannya. Farah tidak biasa canggung jika berbicara
dengan orang lain, tapi dengan Rendi mampu membuat Farah ambigu dengan
perkataannya sendiri. Farah juga sudah boleh pulang dari rumah sakit.
Farah pingsan hanya akibat syok bukan sesuatu yang
berbahaya.
"Bagaimana kalau aku antar?" Tanya Iplan.
"Tidak, harus aku yang mengantar kamu
pulang." Ucap Iplan menegaskan.
"Aku akan pulang sendiri, aku ingin memulihkan
emosiku dulu dengan sendirian." Dengan wajah yang serius sahut Farah.
Iplan tidak membantah bahkan menjawab sahut dari
Farah. Iplan juga mengerti saat ini Farah ingin waktu sendiri. Iplan yang
biasanya suka bercanda membuat hal konyol agar Farah tertawa hari ini tidak
berani melakukan apapun. Iplan tau kalau dia melakukan hal yang sering dia
lakukan pada saat seperti ini, itu akan membuat Farah semakin kesal bukannya
tertawa. Entah apa yang sedang ada dipikiran Farah. Iplan benar-benar tidak
ingin mengusiknya saat ini.