NovelToon NovelToon
Sunday 22.22

Sunday 22.22

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Balas Dendam / Cinta Karena Taruhan
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: sun. flower. fav

Di tengah keindahan Jogja, proyek seni yang seharusnya menggembirakan berubah menjadi teka-teki penuh bahaya. Bersama teman-temanku, aku terjebak dalam misteri yang melibatkan Roats, sosok misterius, dan gadis bergaun indah yang tiba- tiba muncul meminta tolong.
Setiap sudut kota ini menyimpan rahasia, menguji keberanian dan persahabatan kami. Saat ketegangan memuncak dan pesan-pesan tak terjawab, kami harus menemukan jalan keluar dari labirin emosi dan ketegangan yang mengancam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sun. flower. fav, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jogja

Perjalanan ke Jogja terasa panjang, namun penuh dengan percakapan ringan dan canda tawa yang membuat waktu berlalu cepat. Saat kami akhirnya tiba di kota itu, langit sudah mulai meredup. Kegembiraan bercampur dengan ketegangan saat kami mendekati alamat yang diberikan oleh Roats kemarin. Bangunan dua lantai itu tampak tua, namun memiliki aura artistik yang kuat dengan dinding-dinding penuh mural dan graffiti.

       Mobil berhenti di depan gedung itu. Aku dan teman-teman turun, merasakan getaran dari trotoar berbatu di bawah kaki kami. Di pintu masuk, Roats berdiri bersama dua orang awaknya. Wajah mereka serius, menambah suasana tegang yang sudah terasa sejak perjalanan.

      "Selamat datang di Jogja. Semoga kalian nyaman," kata Roats dengan suara berat.

Senyumnya tipis, lebih seperti formalitas daripada sambutan hangat.

       Saat kami turun dari mobil, Evan dengan cepat menyuruhku berjalan tepat di belakang tubuhnya. Aku bisa merasakan ketegangannya melalui cara dia berdiri. Dia sengaja menjauhkan aku dari Roats, seakan mencoba melindungiku dari sesuatu yang dia khawatirkan. "Jangan coba-coba maju mendahului," bisiknya pelan tanpa menoleh.

       Kami mengikuti Roats dan awaknya memasuki gedung. Di dalam, suasana terasa lebih mencekam. Cahaya redup dari lampu-lampu tua memberikan bayangan dramatis di dinding yang penuh dengan karya seni. Suara langkah kami menggema di koridor, menambah ketegangan yang menggantung di udara.

       Roats memimpin kami ke sebuah ruangan besar di lantai satu. Ruangan itu dipenuhi dengan patung-patung setengah jadi, kanvas besar, dan berbagai peralatan seni yang tertata rapi namun terasa intimidatif. "Ini gedung yang kalian tinggali, di lantai dua ada tiga kamar tidur lengkap dengan kamar mandinya, disana juga ada dapur dan tempat makan, juga ada satu ruangan luas untuk kalian menggarap proyek," kata Roats sambil memandang sekeliling dengan bangga. "Kalian juga bisa menjadi pemilik gedung ini secara cuma-cuma jika berhasil memenuhi permintaanku."

       Aku tercengang, merasakan jantungku berdebar lebih kencang. Baskara dan Ebra tetap tenang, sementara Evan berdiri lebih dekat denganku, menjaga jarak antara aku dan Roats. “Apa itu terhitung dari pendapatan kami nantinya?” Tanya Baskara mewakili kami semua.

       Sebelum menjawab pertanyaan Baskara, Roats menyeringai lebar, menatap dalam-dalam mata Baskara, “kalian akan dapatkan gedung ini, dan pendapatan lebih besar dari harga gedung ini, namun sebaliknya, jika terjadi apapun nantinya pada pacarku, kalian akan tanggung,” jawabnya meyakinkan dan juga mengancam.

     “Apa maksudmu?” Ebra menyahut tegas.

     “Seperti kabur misalnya,” ujar Roats tersenyum miring.

       Roats gila, demi mendapatkan patung tubuh pacarnya dia rela mengeluarkan apapun. Sekelibat jadi penasaran secantik apa pacarnya sampai sampai membuat seorang Roats tergila-gila.

       “kenapa kabur kalau dia benar-benar pacarmu,” tukas Baskara melangkah lebih maju. 

       “Kamu menculiknya? Ini pemaksaan? Atau mungkin sebenarnya dia bukan pacarmu?” Evan melontarkan pertanyaan bertubi-tubi.

       Roats bergidik tipis lalu pergi begitu saja, meninggalkan kami dalam keheningan yang berat. Setelah dia pergi, kami berdiri sejenak, saling menatap, seolah mencari kepastian bahwa kami semua benar-benar memikirkan hal yang sama.

       “Dari awal aku sudah curiga si Roats gak bener,” keluhku marah-marah.  Hal ini pastinya membuat kami frustasi, sama saja memilih keputusan yang fatal.

       “Ini namanya jebakan.” Evan mengacak-acak rambutnya.

       Ebra menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Tapi kita sudah terlanjur sampai di Jogja dan menyetujui proyek ini. Gak ada jalan mundur lagi," katanya dengan suara lemah.

       Evan mengangguk pelan. "Iya, kita udah terlalu jauh masuk. Mau gak mau, kita harus jalan terus."

       Baskara, yang biasanya tenang, kini hanya bisa menggelengkan kepala. "Ini situasi yang rumit. Kita cuma bisa berharap semua ini berakhir dengan baik."

       Perlahan, kami berpencar, mulai menjelajahi seisi gedung yang baru saja kami sepakati untuk digunakan.

       “Gila Roats, orang gila dia. Jadi penasaran sama pacarnya, pasti roats takut ceweknya minta tolong ke kita biar dibawa kabur” kataku, mencoba memecah keheningan dan meredakan ketegangan yang masih terasa.

       Ebra sibuk mengangkat barang-barang bawaan ke atas. “Ayo, kita bereskan dulu barang-barang ini,” ujarnya tanpa menoleh.

       Aku mengikuti Ebra ke lantai atas dan terkesima melihat betapa bagusnya ruangan di sana. Tiga pintu kamar tidur terbuka lebar, memperlihatkan kamar yang sangat nyaman, dengan ranjang empuk dan dekorasi minimalis namun elegan. Jendela besar di setiap kamar membiarkan cahaya matahari masuk, menciptakan suasana hangat dan terang.

       “Lantai atas nggak kalah bagus,” komentar Baskara yang juga baru saja tiba di lantai atas. “Roats benar-benar serius dengan fasilitasnya.”

       Aku berjalan mendekati salah satu kamar dan mengamati sekelilingnya. Dinding-dindingnya bercat putih bersih, memberikan kesan luas dan tenang. “Kamar-kamarnya keren juga, ya,” ujar Evan, yang tiba-tiba muncul di sampingku.

       Baskara, yang tengah memeriksa dapur kecil di pojokan ruangan, hanya mengangguk setuju. “Iya, kayaknya Roats benar-benar serius soal proyek ini. Tapi tetap aja, kita harus hati-hati, apa lagi sekarang kita di kota orang.

       Aku mengangguk, sepakat dengan perasaan Baskara. “Benar, dia terlalu dominan. Aku nggak suka caranya menatapku tadi, rasanya… menakutkan.”

        Ebra, yang sudah selesai memindahkan barang-barang, bergabung kembali dengan kami. “Ya, tapi sekarang kita fokus dulu ke pekerjaan kita. Kita buat karya terbaik dan tetap hati-hati.”

       Aku menghela napas panjang, mencoba meredakan kegelisahan yang masih ada. “Baiklah. Mari kita mulai bekerja. Semoga saja kita bisa menyelesaikan semua ini tanpa masalah.”

        Dengan semangat baru, kami semua mulai menata alat-alat dan perlengkapan kami. Meski bayang-bayang Roats masih membayangi, kami tahu bahwa kami harus tetap profesional dan fokus pada pekerjaan kami.

       Saat kami mulai menata ulang alat-alat dan bahan-bahan seni, keheningan berubah menjadi dentingan alat-alat dan suara langkah kaki yang sibuk. Setiap orang tenggelam dalam pikiran masing-masing, merencanakan langkah berikutnya. Aku berjalan ke jendela besar yang menghadap ke halaman, memandang keluar dengan perasaan campur aduk. Bayangan Roats dan ancaman tersembunyi di balik tawaran mewah ini masih menghantuiku, tapi aku mencoba untuk tetap fokus pada tujuan kami.

       Kami melanjutkan mengangkat barang-barang dan menata ruangan sesuai dengan kebutuhan kami. Rasanya seperti sedang menyiapkan panggung untuk pertunjukan besar. Setiap sudut gedung kami periksa, memastikan semuanya siap untuk proyek ini.

       “Ebra, tolong ambil kuas-kuas dari kotak itu,” pinta Evan sambil menunjuk sebuah kotak besar di pojokan ruangan. Ebra mengangguk dan segera melakukan permintaan Evan.

       “Aku takut semisal gak bisa menyelesaikan ini,” kataku, masih sedikit ragu.

       “Kalau kita kerja sama dan fokus, pasti bisa,” jawab Ebra dengan percaya diri.

       Aku menatap ketiga temanku satu per satu. Meskipun ada rasa khawatir, aku tahu kami bisa mengatasi ini bersama. Kami sudah melewati banyak hal sebelumnya, dan kali ini pun kami akan berhasil.

        “Baiklah, mari kita mulai,” kataku akhirnya, merasakan semangat baru yang mengalir di dalam dirik

       Aku berjalan ke sudut ruangan dan mengambil kamera DSLR kesayanganku dari tas. Aku memutuskan untuk memastikan kameranya dalam kondisi baik sebelum kami mulai bekerja. Menyusuri ruangan, aku mencoba beberapa bidikan untuk mengecek pengaturan dan kualitas gambarnya. Cahaya yang masuk melalui jendela besar memberikan efek yang luar biasa pada setiap foto yang kuambil. Aku merasa sedikit lebih tenang saat melihat hasil jepretanku, seolah-olah memotret bisa membantu mengalihkan pikiranku dari bayangan Roats.

        Aku mendekati Ebra yang sedang mengatur kanvas-kanvas besar di tengah ruangan. "Ebra, coba lihat ini. Cahaya di ruangan ini bagus banget buat foto," kataku sambil menunjukkan hasil jepretanku.

       Ebra melirik hasil foto-fotoku dan tersenyum. "Bagus, Liza. Cahaya alami memang bikin hasil foto jadi lebih hidup. Pasti nanti hasil karya kita juga akan terlihat lebih menonjol dengan pencahayaan seperti ini."

      Aku mengangguk setuju dan melanjutkan memotret sudut-sudut ruangan yang lain. Setiap jepretan terasa seperti langkah kecil menuju kesuksesan proyek ini. Aku tahu, bersama teman-temanku, kami bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa di tempat ini.      

       Sementara itu, Baskaran dan Evan mulai mengatur peralatan mereka. Baskara memeriksa setiap kuas dan dan cat yang cermat, sementara evan memastikan kanvas-kanvas dalam kondisi sempurna. Aku sesekali melihat kearah mereka, merasa bersyukur memiliki teman-teman yang kompeten dan bersemangat, mereka juga selalu mendukungku.

\*\*\*

       Malamnya, kami duduk di meja makan yang berbentuk seperti meja bar, panjang dan terbuat dari kayu yang elegan. Lampu gantung di atasnya memberikan cahaya hangat, menciptakan suasana yang nyaman di tengah ruangan yang besar. Kami berbincang sambil menunggu Baskara yang sibuk memasak di dapur kecil di pojok ruangan. Aromanya menggugah selera, membuat perut kami berbunyi.

       “Jadi, apa rencana kita besok?” Tanya Ebra sambil mengaduk secangkir teh hangat.

       Evan, yang duduk di sebelahku, meneguk air mineralnya sebelum menjawab. “Rencana apalagi? Kita cuma perlu menunggu pacar Roats datang besok.”     

       Aku mengangguk, merasakan sedikit kegelisahan. “Semoga saja tidak ada kejutan yang tidak menyenangkan,” kataku pelan.

       “Tenang aja, Liza. Kita sudah siap, dan apapun yang terjadi, kita akan hadapi bersama,” sahut Evan sambil tersenyum menenangkan.

       Di belakang meja bar, Baskara sibuk mengolah bahan-bahan makanan dengan keahlian yang membuat kami kagum. Tangannya cekatan, memotong sayuran dan mengaduk saus dengan penuh konsentrasi. “Sebentar lagi makan malamnya siap,” serunya dari dapur.

       Aku memandang teman-temanku, merasakan kehangatan dari kebersamaan kami. Meski ada tantangan besar di depan, aku tahu dengan dukungan mereka, kami bisa melewati semuanya. Malam itu, di bawah cahaya lampu gantung yang lembut, kami berbincang dan tertawa, menguatkan semangat untuk hari esok yang penuh dengan kemungkinan. Sambil menunggu masakan Baskara, aku merasakan optimisme yang perlahan menggantikan kegelisahan dalam diriku.

       Tiba-tiba, Ebra menyandarkan tubuhnya ke belakang, matanya menatap ke langit-langit sejenak sebelum kembali menatap kami dengan serius. “Eh, ngomong-ngomong soal pacarnya Roats, aku baru dapet info menarik dari kenalanku di sini,” katanya, membuat kami semua menoleh penasaran.

       “Apa itu?” tanyaku dengan rasa ingin tahu.

       Ebra mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya sedikit lebih rendah. “Ternyata pacar Roats itu bukan gadis biasa. Dia adalah seorang model terkenal di Eropa, bahkan pernah muncul di beberapa majalah fashion ternama.”

       “Wah, pantesan aja Roats bisa sampai tergila-gila begitu,” sahut Evan sambil menggelengkan kepala.

       “Bukan cuma itu,” lanjut Ebra. “Dia juga keturunan keluarga bangsawan di Prancis. Jadi, gadis ini punya latar belakang yang cukup menarik.”

       Aku terdiam sejenak, mencerna informasi baru itu. “Kalau begitu, proyek ini bisa jadi lebih rumit dari yang kita kira. Pasti ada tekanan besar untuk membuat hasil karya yang sempurna.”

       Baskara, yang baru saja selesai memasak dan membawa hidangan ke meja, menimpali sambil menata piring. “Tapi kalau gadis itu dari keluarga yang cukup ternama, kenapa Roats berani-beraninya bertindak senonoh kayak begini?”

       “Apa jangan-jangan perjodohan? Kalau Roats tajut pacarnya kabur, itu berarti gadi situ terpaksa dan pastinya tercekam.” Evan menambahi.

       “Lah, itu, bisa jadi ada hal yang gadis itu perbuat sehingga harus menuruti Roats,” tukas Ebra.

        Kami semua mengangguk setuju. Sambil menikmati makan malam yang lezat, kami melanjutkan diskusi tentang rencana ke depan, bertekad untuk memberikan yang terbaik dalam proyek ini. Meskipun ada banyak hal yang tidak diketahui dan tantangan yang menanti, aku merasa lebih siap dan percaya diri dengan dukungan teman-temanku. Malam itu, di meja makan yang hangat, kami merajut kekuatan dan persahabatan untuk menghadapi hari esok.    

***

       Aku tiduran di kasur setelah menemani Baskara mengelilingi gedung memastikan semua pintu dan jendela tertutup tadi. Sertelah nampak aman dia mengantarku ke kamar. Ebra dan evan satu kamar di tepat disebelah kamarku, sedangkan Baskara tidak terbiasa tidur di satu tempat bersama orang lain, lantas dia memilih menempati kamar tepat di sebelah kiri kamarku.

        Langsung kurebahkan tubuh menikmati kehalusan sprei putih lembut, mencoba menghilangkan kepenatan hari ini. Tiba-tiba, ponselku bergetar, mengejutkanku dari ketenangan. Pesan baru masuk dari Eja. Aku lupa, pesannya yang kemarin belum sempat kubalas. Dengan semangat, aku meraih ponsel dan membuka pesan tersebut, penasaran apa yang Eja katakan kali ini.

@raden.reza: kamu beneran ada di Jogja?

@elizaaaa_: Iya kebetulan lagi ada kerjaan, mau bertemu?

       Setelah kubalas, dia juga langsung membaca pesanku tanpa ada jeda waktu. Aku menunggu proses pengetikannya selesai, hampir bermenit-menit aku membuka mata lebar-lebar menunggu balasan dari Eja, tapi tidak kunjung ada balasan, hanya proses mengetik yang tidak kunjung kelar.

@raden.reza: semoga sukses!

       Mataku terbelalak, membaca pesan itu beberapa kali. Kenapa lama mengetik jika hanya menulis itu? Rasa heran dan kecewa bercampur menjadi satu, membuatku bertanya-tanya apa sebenarnya yang dipikirkan Eja. 

Pertanyaan-pertanyaan tak terjawab berputar di kepalaku, menambah kebingungan di tengah situasi yang sudah penuh tekanan.

       Aku yang tadinya tiduran akhirnya membangkitkan tubuh menjadi duduk, perasaan gelisah perlahan-lahan merambat naik. Sambil merapikan rambut yang sedikit berantakan, aku mencoba merangkai kata-kata dalam pikiranku. Dengan cepat, jemariku menari di atas layar ponsel, mengetik balasan untuk Eja. Pesan singkatnya tadi benar-benar membuatku penasaran, dan aku tak bisa membiarkannya begitu saja. Aku harus tahu lebih banyak, harus memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

@elizaaaa_: terimakasih.

@elizaaaa_: mau bertemu?

@elizaaaa_: apa kamu gak mau bertemu teman kecilmu?

@elizaaaa_: kenapa gak merespon pas aku ajak ketemu?

       Setelah menunggu hampir setengah jam, mondar-mandir di kamar, rasa kesalku semakin memuncak. Aku terus melirik layar ponsel, berharap ada notifikasi dari Eja. Namun, pesan yang kutunggu tak kunjung dibaca. Dengan frustrasi, aku akhirnya membanting ponsel ke ujung tempat tidur, jauh dariku, menghela napas panjang lalu memejamkan mata, mencoba menenangkan diri dan menyiapkan mental untuk besok. Semua kekhawatiran dan kelelahan ini harus kuhadapi dengan tenang, meski malam ini terasa begitu berat.

  ***

1
pausberkuda
semangattt🫶👏👏
Azzah Nabilah: weeehhhhh🥲
total 1 replies
ׅ꯱ƙׁׅᨮׁׅ֮ᥣׁׅ֪ꪱׁׁׁׅׅׅꭈׁׅɑׁׅ ηα
kerja bagus ija
Azzah Nabilah
jangan lupa ikuti kisan Eliza dan eja ya
Ohara Shinosuke
Semangat terus thor, aku yakin ceritamu akan menjadi luar biasa!
boing fortificado
Yang bikin author sebisanya aja ya, pengen lanjutin ceritanya.
Min meow
Tidak ada yang kurang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!