Kecewa. Satu kata itulah yang mengubah Rukayah menjadi sosok berbeda. Hidup bersama lelaki yang berstatus suami tapi diperlakukan layaknya keset membuat Rukayah jengah dengan kehidupan rumah tangganya.
Bersabar bukan lagi jalan keluar. Dia tidak bisa terus bersama orang yang tidak menghargai dirinya.
Keputusan untuk berpisah sudah bulat meski suaminya, si Raden Manukan itu nantinya akan mengemis meminta untuk terus bersama.. I'm sorry mas, aku wes kadung rungkad!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan di tempat kerja
Ru mencoba mengangkat keranjang penuh singkong. Ternyata keranjang itu sangat berat. Dia tidak sekuat itu, matanya melihat ke kiri kanan berharap ada orang yang bisa dia mintai tolong untuk mengangkat seumbruk singkong penuh tanah itu. Namun meski dia celingukan, yang dia dapatkan hanya hembusan angin tanpa bayangan yang bisa membantu kesusahannya.
"Bisa Ru, kamu bisa! Ayo tunjukkan kamu hebat! Kamu kuat! Kamu bisa! Ayo semangat!!"
Terdengar seperti orang yang akan melakukan peperangan dan dia sedang menyemangati dirinya sendiri supaya bisa menghancurkan setiap lawan di depan matanya.
"Heh! Masih waras kan? Ngomong sendiri kayak abis ngemut menyan!" Lita membuat Ru terkejut karena suaranya tiba lebih dulu dari wujudnya.
"Dateng dari mana kamu? Kayak jin aja, ngagetin sumpah!" Ru mendelikkan matanya ke arah Lita.
"Kamu ini, mau sok jadi wonder woman hah? Udah tau keranjang segede gaban isinya full gini mau diangkut sendiri. Bukannya ke angkat nih keranjang yang ada tulang punggung mu jadi lunak! Mau osteoporosis dini hah?" Lita lebih gahar dari biasanya. Salah makan merk menyan keknya nih anak!
Mereka akhirnya bersatu padu mengangkat keranjang penuh dosa, maaf... Keranjang penuh singkong itu ke dalam ruangan yang sudah di sediakan diperuntukkan para pekerja mengupas dan membersihkan singkong-singkong tersebut.
Yang namanya kerja serabutan, apa saja pasti dilakuin. Mereka, para pekerja seperti sudah disetting untuk bisa melakukan segala jenis bidang pekerjaan tanpa ditunjuk mereka kudu apa dan bagaimana. Skill mereka terlatih karena terbiasa. Terbiasa apa-apa sendiri.
Di sana ada sebuah speaker aktif yang lumayan suaranya bisa bikin hati yang gundah gulana jadi syahdu mendayu-dayu. Lagu 'Sakitnya tuh di sini' terdengar menggelegar. Menggiring jiwa-jiwa lelah jadi bersemangat menggeol-geolkan kepala. Di sana bebas mau ngapain aja, yang penting pekerjaan rampung tepat waktu dan semua peralatan dibersihkan setelah selesai digunakan, udah gitu aja.
"Buset ini lagu nyindir kamu banget Ru!" Celetuk Lita yang disambar pelototan mata oleh Ru.
Ru tidak suka jika masalah rumah tangganya di bawa-bawa ke jalur nasional! Dia bukan artis, bukan selebritis, sudah cukup suami dan para keluarga suaminya membuat dirinya sebagai bahan gunjingan setiap saat mereka berkumpul. Ru tidak berniat menambah jumlah massa untuk membantu para kang toxic mengguncang jiwa raganya.
"Apa sih Ru? Matamu minta di colok hah? Melotot melotot gitu!"
"Nggik isih ngimingin misilih rimih tinggikii di sini Jimintiiin!!" Ru berkata sambil menautkan kedua rahangnya. Tak ingin banyak yang mendengar obrolan mereka.
"Sakit nih anak." Lita geleng kepala dengan apa yang dilakukan Ru.
Pasalnya Ru gemas sampai singkong yang dia kupas bukan masuk ke bak air di depannya malah digigiti dengan giginya.
"Mbak Ru belum makan to? Kok singkong mentah digigitin?" Tanya salah seorang pekerja lain di sana.
"Eh, hehehe.. Nggak kok mbak. Ini tadi iseng aja. Gemes sama Lita itu lho, lha timbang aku gigit leher dia kan mending gigit singkong ini aja." Cengiran khas orang yang ketahuan melakukan kesalahan.
"kok aku yang dibawa-bawa? Nah lho.. Ketauan juragan Maulana bisa abis kamu Ru. Itu kan bahan buat bikin keripik, lha malah kamu kasih cap bekas gigitan gitu. Bisa rabies nanti yang makan keripik itu. Udah tercemar sama jigongmu."
"Tak kupas lagi ini lho Ta Ta, cerewet banget sih kamu. Tumben! Salah makan merk menyan kamu ya?"
Jika sudah berada bersama teman-temannya, Ru seakan lupa dengan rasa jengkelnya ketika berada di rumah. Raden, sang suami yang harusnya jadi tulang punggung malah lebih suka jadi tulang keropos saking pletrenya!
Dulu Raden tidak sepemalas sekarang meski emang tetap ada greget-gregetnya pengen nyekik suami yang katanya tampan rupawan itu. Sehari kerja tiga hari nganggur. Jika orang lain libur seminggu sekali saat akhir pekan ketika bekerja, lain cerita sama Raden. Dia mau kerja semaunya.
Raden dulunya adalah seorang buruh pabrik, dipercayakan sebuah jabatan sebagai pengawas atau mandor membuat dirinya congkak. Banyak yang mengeluh dengan kinerjanya yang songong, juga tidak profesional dalam mengemban jabatan. Dia hanya buruh meski memiliki pangkat agak tinggi dari yang lain, tapi sifat sombongnya membawa dirinya didepak dari perusahaan itu.
Bermodal ijazah diploma 1, dengan gelar Ahli Pratama (A.P.) di belakang namanya, nyatanya tak bisa membawa Raden kembali mendapat pekerjaan yang dia inginkan. Paling mentok hanya tukang ojek, itu juga dia lakukan dengan separuh hati. Ogah-ogahan karena memang itu bukan passion dia, katanya.
Hidup sudah begitu sulit aja masih mikirin passion, entah di sini siapa yang kudu ditoyor kepalanya. Emaknya Raden terus memanjakan kedua anaknya meski tau mereka bertindak salah kaprah karena memiliki pikiran sempit. Katanya.. Bekerja itu kudu di belakang meja dengan laptop menyala, dasi dan kemeja rapi, serta wangi jadi pelengkapnya. Yang diartikan seperti ini, hanya kerja kantoran saja yang dianggap pantas untuk kedua anak emasnya, pekerjaan lain.. 'Ntar dulu aja deh!'
Kembali pada kegiatan Ru yang sedang ngupas singkong. Dia tidak memakai sarung tangan seperti kebanyakan pekerja yang lain. Singkong yang sudah dikupas terasa licin jika dipegang dengan tangan terbuka tanpa pelindung apa-apa, terjadilah kecepatan itu.. Sebuah goresan pada telapak tangannya terukir kala dengan cepat Ru mengupas kulit para singkong di depannya.
"Ruuu, buset dah! Kenapa ceroboh banget sih!!" Lita yang tahu Ru tangan Ru berdarah-darah bagai leher ayam yang baru disembelih langsung bergegas mendekati sahabatnya.
Dengan air mengalir dari selang Lita bersihkan luka di telapak tangan Ru. Rasa sakit dan perih sudah pasti Ru rasakan, tapi dia hanya meringis mencoba menahan agar tidak menangis sesenggukan. Hei.. Ru bukan anak kecil, mana mungkin wanita itu menangis meski mendapat luka seperti itu.
"Nggak berhenti Ru darahnya, ini gimana? Lagian kok kamu meleng sih! Udah tau yang dipegang itu piso tajem bukan piso mainan eh malah dicongkelin ke tangan! Kalau kamu emang mau bikin orang buntung, mending targetmu si sarden aja! Aku bantuin pokonya! Nggak kek gini!" Lita mengambil kain dari taplak meja yang dia pakai untuk penutup kepalanya.Ya, Lita memang nyeleneh, meski tau kepalanya bukan meja yang butuh bentangan kain segi empat tersebut.. Tapi dia nekat memakainya untuk menutupi kepalanya dari terpaan sinar matahari.
"Kenapa mbak Lita? Ada apa, kok kayaknya heboh sendiri dari tadi." Sang mandor mendekat.
"Ini lho pak, tangannya Ru kena piso!"
"Oalah baru juga kerja setengah hari, udah main debus to mbak mbak, ya udah nepi dulu aja. Diobatin tangannya. Nanti tak ambilin plester sama antiseptik di dalem." Si mandor berjalan menjauh.
Tapi yang datang menghampiri mereka bukan pak mandor melainkan juragannya langsung.
"Kata pak Jastin Miber tanganmu kena pisau ya mbak? Ini obatin dulu."
Sebuah kotak P3k Maulana berikan kepada Lita. Meski tangannya terulur untuk Lita tapi matanya tak henti menatap Ru.
aku gak mikir ke situ
kalau lirik yg awalnya gini
aaaaaaa hmmmmm hmmmmmm Kabhie khusi Kabhie gheummm.
kalau tumpase aeeee
itu awalan nya
tung tak tung....
tung tak tung ..
tumpase AE yuuu Mus kurae
🤣🤣🤣🤣