Gadis Berkacamata ( Ternyata Seorang Mafia)

POV Ariela

Sebagai gadis desa yang tumbuh dengan ekonomi pas-pasan aku mencoba segala hal agar bisa bersekolah. Dari mulai hal kecil, contohnya bekerja di warung makan tetangga ibu di kampung hingga ikut mengutip buah sawit yang biasa kami sebut sebagai brondolan. Sejak kecil, tak ada yang istimewa dariku. Aku hanyalah seorang anak petani dengan hasil bumi untuk bertahan hidup. Ayah dan ibu pernah melarang ku untuk sekolah, mereka lebih memilih agar aku terjun ke sawah bersama mereka. mengurus tanaman setelah kembali ke rumah, sambil menanti lamaran yang datang kepadaku.

Aku bersyukur, sejak memasuki tahap kelas VIII aku bertemu gadis kaya yang tengah berlibur ke kampungku. Tak ku sangka, perkenalan yang awalnya aku duga akan sulit secara ekonomi kami berbeda ternyata tidak. Dia datang membawa bahagia. Mengulurkan tangan bersedia menjadi temanku, hingga aku belajar banyak hal darinya. Bahkan aku dengan berani menentang Ibu dan Ayah yang tetap pada pendiriannya agar aku tak bersekolah

"kamu itu cuma anak petani Arie, harusnya kamu sadar kita ini orang miskin, uang darimana kamu mau sekolah?" ujar Ayah kala itu

Aku memandang secara bergantian orangtuaku, dengan yakin aku berucap "Arie yakin bisa sekolah sambil bekerja Bu, tolonglah jangan lagi paksa Arie berhenti sekolah. Arie mau sukses sampai kuliah dan buat ibu sama Ayah bangga"

"Dasar kamu ini keras kepala sekali, kamu gak lihat adikmu itu" kata ibu sambil menunjuk anak lelaki berusia 15 tahun yang tengah tidur di ruang tamu

Rumah yang kecil hanya ada sekat sebagai pemisah, aku melihat adikku tertidur pulas dalam keadaan lelah. Kemudian kembali aku katakan pada Ibu "Dengan Arie sekolah dan setelah bekerja, Arie bisa bantu adik sekolah"

"Heleh, kamu palingan lupa kalau udah sukses. Secara kota itu besar, pergaulan disana juga bebas"

"pokoknya, Ayah sama Ibu mau kamu urusin ladang, jangan sekolah jauh-jauh"

"Disini kamu juga bisa sukses, berladang hasilnya bisa kamu belikan tanah. Dan kamu bakalan jadi juragan tanah di kampung ini, gak perlulah jauh-jauh harus ke kota sekolah apalah itu"

Lelah, jadi aku hanya diam mendengar semua ocehan Ibu, kadang kala meyakinkan dengan berbagai cara pun percuma jika hasil belum berkata. Setelah lulus sekolah, aku memutuskan pergi ke kota menghubungi teman yang aku temui di desa dulu

namanya Alana, sangat cantik. Mata biru, kulit seputih susu begitu memukau dalam pertemuan kami pertama kali

"Kamu Ariela?"

"iya, kamu Alana kan, masih kenal aku?"

"kenal dong, kita kan udah janji kalau kamu lulus sekolah bakalan ke kota dan kita kuliah satu kampus"

Aku tersenyum malu sambil menunduk, meremas kedua tanganku. Didepan sana adalah gedung universitas yang berhasil aku daftar lewat jalur beasiswa

"Ayo masuk" ajak Alana

Aku menoleh ke sebelah, rasanya seperti mimpi bisa melewati masa-masa sulit sampai di titik ini, bahkan mempunyai teman dari kalangan elit. Alana menarik tanganku memasuki wilayah universitas, seminggu selama masa awal masuk kuliah. Banyak kakak senior berlaku seenaknya kepadaku, tak lama setelahnya para pelaku akan mengalami kecelakaan di sekitar kampus, dua dari mereka di temukan mengenaskan di belakang gedung universitas.

Namun, tak ku sangka kejadian demi kejadian mengerikan itu terus terjadi berulang kali di daerah kampus. Yang lebih mengerikan lagi, akulah sebagai tersangka pelaku tersebut