NovelToon NovelToon
Benih Tuan Presdir

Benih Tuan Presdir

Status: tamat
Genre:Tamat / Lari Saat Hamil / Single Mom / Anak Genius / Ibu Pengganti / Percintaan Konglomerat / Penyesalan Suami
Popularitas:224.1k
Nilai: 5
Nama Author: Byiaaps

Keenan dan Jihan yang baru saja menikah siri setelah 5 tahun berpacaran, terpaksa berpisah kala Keenan harus menerima perjodohan dengan anak relasi bisnis ayahnya.

Kepergian Jihan seorang diri dalam keadaan hamil, membuat Keenan terus mencarinya.

Hingga 5 tahun berlalu, tak sengaja Keenan bertemu dengan seorang bocah tampan, yang mengikuti casting bintang iklan produk perusahaan farmasi yang dipimpinnya.

Apakah anak itu adalah anak yang dikandung Jihan? Bagaimana kelanjutan cerita Keenan dan Jihan? Akankah Keenan menceraikan istri yang tak dicintainya?

Baca selengkapnya di sini ya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Jihan menoleh hingga dirinya dan Keenan sempat beradu pandang sekian detik. Apa yang ia takutkan, kini benar terjadi. Keenan tersenyum penuh haru, hingga tak kuasa menahan air matanya. Sementara Jihan memandangnya dengan penuh tanda tanya, juga rasa benci yang masih membara.

“Om Bos,” sapa Ale dengan wajah sumringahnya.

Seketika Jihan membeku, ternyata benar bahwa Ale sudah bertemu Keenan saat syuting.

“Ale, masuk dulu ya, langsung mandi dan masuk kamar!” pinta Jihan setengah membungkuk.

“Mau apa?” tanya Jihan dengan nada ketus, setelah memastikan Ale telah masuk rumah.

Seolah tak bisa berkata-kata, pandangan Keenan masih fokus pada Jihan yang sedari dulu tak berubah. Ia masih terlihat cantik alami, meski tanpa riasan wajah. Semua yang ada padanya, juga masih terlihat sama seperti 5 tahun lalu.

“Kamu meninggalkanku tanpa berpamitan dan penjelasan,” jawab Keenan lirih sembari berjalan mendekati Jihan.

“Penjelasan? Apa pengkhianat seperti kamu pantas mendapatkan penjelasan dan kata pamit?” tanya Jihan setengah berteriak.

Keenan berusaha menjelaskan bahwa semua ini hanya soal waktu dan salah paham, tapi seakan Jihan tak mau mendengarnya. Jihan lalu mengusir Keenan, meski pria itu tak mau bergerak dari posisinya berdiri, di hadapan Jihan. Tak peduli, Keenan terus menjelaskan bahwa ia bisa tidur dengan Nayla karena jebakan istri keduanya itu.

Tak percaya, Jihan kembali meminta Keenan untuk pergi dan tak mengganggunya lagi.

"Bagaimana bisa? Kita punya anak. Ale anakku juga. Meski hanya siri, tapi aku tidak pernah menjatuhkan talak padamu, aku masih menganggapmu istriku, Jihan,” tolak Keenan yang masih ingin terus meyakinkan Jihan.

Membantahnya, Jihan mengutarakan bahwa meskipun tak ada kata talak, tapi Keenan yang tidak memberikan nafkah lahir batin padanya hingga bertahun-tahun lamanya, sudah membuat talaknya jatuh.

“Aku selalu mencoba mengirim uang untukmu, tapi selalu gagal, karena kamu menutup rekeningmu dan membuat rekening baru yang aku tidak tahu. Apa kamu pikir, selama ini aku bisa tidur nyenyak setelah kepergianmu? Tak pernah sedetik pun putus doaku agar kita bisa kembali bertemu. Aku mencarimu hingga 5 tahun lamanya, aku memikirkanmu, Jihan. Aku bahkan tidak pernah bahagia dalam pernikahanku bersama Nayla, karena hanya kamu yang aku cinta....”

“Berhenti bicara cinta, Keenan!” Belum sempat Keenan melanjutkan penjelasannya, Jihan memotongnya."

Bagi Jihan, semua yang Keenan katakan tak lagi berarti, karena ia menganggap Keenan telah mati. Jihan yang sudah memiliki kehidupan baru, seakan sudah tak sudi lagi mengenal Keenan dalam hidupnya. Justru, ia bahagia meski hidupnya sederhana, bersama Ale.

“Pergi, Keenan, pergi!” titah Jihan dengan muka merah padam.

Hanya menggeleng perlahan, Keenan bertekad tak ingin pergi meninggalkan Jihan, sebelum semuanya jelas.

Keenan lalu meminta Jihan mengatakan apa yang Nayla katakan, hingga membuatnya pergi begitu saja.

"Tak penting. Dengan hamilnya dia, tetap akan membuatku pergi! Kamu sudah mengkhianati semuanya, apa masih pantas aku di sana? Menunggumu datang, jika jadwal bersamaku tiba. Bukan kah kamu juga sudah punya anak? Kenapa masih mencariku! Lupakan aku dan Ale, kami sudah bahagia tanpamu!” Jihan lalu masuk ke dalam rumahnya, menutup pintu dengan keras.

Sementara Keenan hanya bisa diam mematung, tak bisa menggerakkan kakinya untuk berpindah tempat.

Andre lalu menghampiri Keenan, dan mengajaknya pulang ke Jakarta karena mereka sudah tahu keberadaan Jihan dan anaknya.

Keenan masih terdiam lalu menggeleng. “Pulang lah ke Jakarta, kalau Nayla tanya, bilang aku sedang ada urusan kantor di sini. Aku tidak akan kembali ke Jakarta, sebelum aku bisa kembali pada anak dan istriku.”

“Tapi, Pak,” sanggah Andre.

Keenan meminta diantarkan ke hotel, dan meminta diambilkan baju tambahan di rumahnya dan perlengkapan lainnya, untuk segera diantarkan besok. Ia bertekad akan tetap di Bandung, selama Jihan masih marah padanya. Ia lalu bergegas kembali ke mobil, untuk mencari hotel.

Selama di jalan, Andre menawarkan agar ia sendiri yang pulang ke Jakarta mengambilkan keperluan Keenan, sementara sopir biar lah tetap di sana, untuk kebutuhan mobilitas Keenan selama di Bandung.

Menolaknya, Keenan hanya ingin sendiri di kota itu.

***

Malam harinya, Keenan yang sudah ditinggal sendiri oleh Andre juga sopirnya, kembali mendatangi rumah Jihan dengan ojek online.

Ia kembali mengetuk pintu rumah Jihan, meski harus menunggu beberapa saat untuk dibukakan.

“Mau apa lagi? Tidak paham dengan ucapanku? Pergi!” Jihan kembali mengusir Keenan.

Dengan wajah memelas, Keenan hanya ingin berbicara dengan Jihan, meluruskan segala yang terjadi di masa lampau. Tanpa basa-basi, Jihan kembali menutup pintunya dengan keras, membiarkan Keenan tetap berada di luar. Tak lama, hujan turun perlahan di kota kembang itu.

Depan rumah Jihan yang tak memiliki atap, membuat Keenan tak bisa berteduh, sedangkan ia tak mungkin berteduh di rumah tetangga, yang sedikit berjarak dengan rumah kontrakan Jihan.

Ale yang diam-diam mengintip dari jendela, merasa iba karena melihat Keenan berada di luar saat sedang turun hujan gerimis. Ia kemudian mencoba membuka pintu yang terkunci, tapi akhirnya Jihan melarangnya. Ale yang kasihan, merayu sang mama untuk mengajak Keenan masuk.

“Kenapa Mama jahat? Om Bos baik, Ma, dia bukan orang jahat. Kenapa Mama tidak menolongnya? Kata Mama kita harus saling tolong menolong. Om Bos sedang kehujanan, Ma, kenapa kita tidak beri tempat untuk berteduh?” protes Ale membuat Jihan bimbang.

Sementara hujan di luar semakin deras, ada rasa tak tega dalam diri Jihan, meski hatinya masih sakit dan dipenuhi amarah.

Ale lalu membukakan pintu meski harus dengan jinjit, dan mengajak Keenan untuk masuk. “Om Bos, sini masuk!”

Keenan yang sudah kedinginan, bergegas masuk ke dalam rumah. Setelah menutup pintu, Ale segera mengambilkan handuk untuk diberikan pada Keenan. Sementara Jihan hanya bisa diam melihat keromantisan antara ayah dan anak itu.

“Om Bos sudah makan? Kalau belum, kita makan sama-sama yuk. Mama masak enak sekali,” ajak Ale.

“Memang boleh ikut makan?” tanya Keenan terharu, anaknya bisa bersikap sebaik itu padanya.

Ale langsung menarik tangan Keenan menuju meja makan. “Maaf, Om, rumahnya kecil. Pasti tidak seperti rumah Om Bos yang besar ya. Pasti bahagia sekali jadi Ruby, bisa tinggal di rumah yang besar, ada ACnya, juga tinggal sama mama papanya. Kalau aku, tidak punya papa, Om. Kata Mama, papaku sudah meninggal. Tapi, biarpun begitu, aku senang tinggal di sini sama Mama yang baik dan cantik.”

Seketika Keenan memandangi Jihan, menahan air mata yang seakan ingin sekali jatuh.

“Silakan makan, dan segera lah pulang ketika hujan mulai reda,” tegas Jihan, lalu menyodorkan piring dan sendok pada Keenan.

Ia juga meminta Ale untuk segera makan, dan kembali ke kamar untuk istirahat.

“Makanan mamaku enak ‘kan, Om?” tanya Ale pada Keenan yang terlihat lahap, karena ia memang belum makan dari pagi.

Meski nikmat rasanya bisa menyantap masakan Jihan lagi, tapi tetap tak bisa menutupi perasaan bersalahnya. Ibanya Keenan pada kondisi Jihan dan Ale yang tinggal di rumah seperti itu, yang sangat jauh berbeda dengan rumahnya di Jakarta. Hatinya teriris begitu sakit.

Selama makan, Jihan tak sekali pun mau memandang ke arah Keenan yang duduk di depannya, berbeda dengan Keenan yang sesekali mencuri pandang pada Jihan.

“Maafkan aku yang tak bisa membahagiakanmu, Jihan,” batin Keenan.

Makan malam yang telah habis dan hujan di luar yang sudah reda, seakan memaksa Keenan harus segera meninggalkan mereka, meski hatinya masih ingin di sana.

“Terima kasih sudah mengizinkanku makan dan berteduh di sini. Sampaikan salamku untuk Ale,” ucap Keenan yang tak diizinkan berpamitan pada Ale yang sudah masuk ke kamarnya.

Tak menjawabnya, Jihan langsung menutup pintu rumahnya.

Dari luar, terlihat seorang lelaki kekar seperti memantau Keenan yang masih berdiri di depan rumah Jihan.

...****************...

1
LISA
Kenan tuh yg bayarin SPP nya Ale
Eva Nietha✌🏻
Ale pinter
Eva Nietha✌🏻
Keren
Eva Nietha✌🏻
Kena deh bakal viral nih Nayla
Eva Nietha✌🏻
Kapok kamu pak Basuki
Eva Nietha✌🏻
Ale hebat
Eva Nietha✌🏻
Wah ale viral
Eva Nietha✌🏻
Feeling anak sm bapaknya
Eva Nietha✌🏻
Ayo keenan tegas
Eva Nietha✌🏻
Keren ceritanya
Eva Nietha✌🏻
Makin seru thor
Eva Nietha✌🏻
Suka
Siti Nuraini
aq suka ceritanya
Eva Nietha✌🏻
Berjumpa jg deh
Eva Nietha✌🏻
Seru banget
Eva Nietha✌🏻
Seru
Eva Nietha✌🏻
Msh lanjut
Eva Nietha✌🏻
Merapat kk
munaroh
owhh,,, Wina ada main dg Rio thoo? 🤔
munaroh
wallahhh,,, Wina urung kapok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!