Berawal dari Sakya yang memilih Fio untuk mengasuh anaknya, hubungan keduanya semakin dekat. Bahkan Sakya juga mengajak Fio untuk tinggal bersama di rumah barunya. Itu semua demi Nesya, anak Sakya.
Fio yang sudah lama memiliki perasaan kepada Sakya merasa sangat bahagia. Bahkan Fio juga berharap bisa menjadi ibu sambung untuk Nesya. Namun, perasaannya harus terkubur saat Luna, mantan kekasih Sakya datang untuk kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengejar Cinta Pak Duda 10
Fio harus menahan napasnya saat melihat hari sudah terang benderang. Ditambah lagi dengan keberadaan Nesya dan juga ayahnya yang telah berada disampingnya.
"Aunty seperti kebo! Dibangunkan dari tadi gak bangun," ledek Nesya saat melihat Fio sudah membuka matanya.
"Syukurlah kami sudah bangun soal saya mau berangkat kerja," timpal Sakya.
Fio nyengir kuda saat melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan dirinya baru bangun. Malu jelas iya. Apalagi saat ini Fio tinggal satu atap dengan sang idolanya.
"Didalam sini ada isinya, meskipun tidak terlalu banyak. Tapi setidaknya bisa buat untuk belanja kebutuhan Nesya dan juga kebutuhanmu. Tanggal lahir Nesya adalah Pin-nya." Sakya menyodorkan ATM kepada Fio .
Nyawa yang baru saja belum terkumpul sempurna membuat Fio sedikit oleng saat hendak menerima kartu ATM dari Sakya.
"Ini serius?"
Sakya membuang napas beratnya. "Menurut mu untuk siapa? Oh iya, sepertinya nanti saya akan pulang terlambat. Jadi mending kunci pintu rumah karena saya sudah membawa kunci cadangannya."
Fio hanya mengangguk pelan. Mata pun terjun kearah Sakya yang telah pergi meninggalkan kamarnya. Saat ini Nesya pun juga sudah mandi. Berbeda dengan dirinya yang masih bau bantal.
"Aunty, kata ayah di bawah sana ada kolam ikan. Ayo kita lihat." Nesya menarik paksa tangan Fio agar turun dari tempat tidurnya.
"Sebentar sayang. Aunty mandi dulu."
***
Nesya meras sangat puas dengan keindahan rumah barunya. Namun, tiba-tiba dia mengingat akan ibunya yang sudah lama tak pernah dia lihat. Terakhir kali Nesya melihat orang-orang menangisi ibunya yang sedang tertidur pulas di rumah sakit. Namun, hingga saat ini ayahnya tak pernah mengajaknya untuk menjenguk sang ibu di rumah sakit.
"Aunty, Ines mau tanya, boleh?"
Fio yang sedang menyisir boneka barbie spontan menjawab, "Boleh dong. Ines mau tanya apa?"
"Apakah ayah sudah tidak sayang sama bunda? Mengapa ayah tak pernah melihat bunda di rumah sakit lagi?"
Saat itu detak jantung Fio seakan berhenti sampai disitu. Pertanyaan yang tidak bisa dia jelaskan karena Sakya tidak berterus terang kepada Nesya tentang ibunya yang sudah meninggal.
"Aunty tidak tahu, sayang. Coba nanti tanya sama ayah, ya!" saran Fio.
Hati siapa yang tidak akan terenyuh saat mendengarkan pertanyaan seperti itu. Fio sendiri merasa takut saat dia memberikan sebuah penjelasan kepada Nesya tanpa seizin dari ayahnya.
Tiba-tiba saja langsung seseorang membuat keduanya saling bersitatap. Pasalnya di rumah itu hanya ada mereka berdua. Lalu langkah siap yang sedang mendekat.
"Aunty dengar itu?"
"Iya, aunty dengar."
Keduanya pun akhirnya bersiap siaga untuk menyambut tamu tak diundang. Fio dengan sigap mengambil sapu yang sudah siap untuk menyerang. Sedangkan Nesya bersembunyi di belakang Fio.
Keduanya mengendap-endap kayak seorang maling demi untuk menangkap tamu tak diundang.
"Nah ... kena kan?" Fio segera menyerang tamu tak di undang dengan membabi buta dan tanpa belas kasihan. Begitu juga dengan Nesya yang turut melayangkan pukulan kecil dengan gagang sapu yang dia pegang.
"Aduh ... aduh ... apaan sih!" Teriakan seorang wania membuat Fio menyudahi serangannya.
"Apa-apa sih kamu!" bentak Luna yang sangat marah akibat perlakuan Fio kepada dirinya.
"Mbak Luna ... maaf aku pikir maling," sesal Fio dengan nyengir kuda.
"Maling ....? Kamu benar-benar ya!" geram Lua yang merasakan sakit akibat serangan bertubi-tubi dari Fio.
"Maaf mbak. Lagian mbak Luna ngapain kesini?"
Luna menertawakan pertanyaan konyol dari Fio. Namun, Luna tidak ingin terlalu cepat untuk memberitahukan kepada Fio jika saat ini Luna akan mengambil hatinya Nesya.
"Aku ... aku hanya ingin melihat keadaan Nesya, apakah dia baik-baik saja," kilah Luna.
Karena kedatangan Luna hanya untuk mengambil hati Nesya, maka jurus pertama yang digunakan adalah untuk mengajak Nesya untuk bermain bersama dengannya.
"Nesya, tante punya sesuatu buat Nesya," kata Luna sambil menunjukkan sebuah paper bag. "Hayo tebak, apa isinya?" lanjut Luna lagi.
Nesya yang tidak tertarik dengan apa yang dibawa oleh Luna hanya menggelengkan kepalanya pelan.
"Tara ... ini adalah boneka Barbie edisi terbaru. Nesya suka gak?"
Mata Nesya membulat dengan sempurna saate melihat boneka kesukaannya yang bentuknya lebih besar dan juga lebih bagus.
"Ini buat Ines?"
"Iya dong. Nasya suka?"
Bocah itu hanya mengangguk pelan karena memang sangat menyukai boneka tersebut. Awalnya Nesya merasa tidak suka dengan Luna, tetapi lama-lama Nesya merasa biasa saja dan mulai mau bermain dengannya.
Fio yang mendampingi Nesya mendadak merasa sesak. Namun, dia segera menyangkalnya.
Dia masih anak-anak dan masih polos. Biarkan saja dia menjadi seperti air yang mengalir. Aku hanya akan mengikutinya dan menjaganya agar dia tidak hanyut.
Tak terasa waktu siang dan tibalah waktunya Nesya untuk makan siang. Fio sudah menyiapkan makan siang untuk Nesya. Namun, tiba-tiba Luna langsung menyerobot piring yang sudah di tangan Fio.
"Sini aku aja yang nyuapin Nesya."
Fio terpaku dengan kebisuannya. Hatinya merasa sangat kesal, tetapi dia tidak ingin menunjukkan kekesalannya. Fio pun turut mendampingi Nesya saat makan siang bersama dengan Luna.
***
Masih dengan suasana hati yang kesal karena Luna yang tak kunjung pulang, meskipun hari sudah menunjukkan pukul 7 malam. Mata batin Fio mengatakan jika saat ini Luna sedang mencari perhatiannya Nesya.
Bahkan Luna sampai turun tangan untuk memandikan Nesya. "Aku hanya butiran debu," keluh Fio saat melihat Luna sedang membaca sebuah dongeng untuk Nesya.
Sikap keibuan Luna mampu meluluhkan hati Nesya. Bahkan Fio melihat jika Luna cocok untuk menjadi sambung untuk Nesya.
"Astaga ... aku mikirnya terlalu jauh. Gak boleh di biarkan begitu saja. Aku juga harus bisa mengambil hatinya Nesya lebih dari saat ini!"
Setelah Nesya tidur, Luna segera keluar dari kamar gadis kecil itu. Sebelum pergi Luna menyempatkan diri untuk mencium kening Nesya. "Mungkin jika ayahmu tak mengenal ibumu, kamu adalah hasil reproduksi ayahmu denganku. Aku tidak akan pernah membencimu aku akan menyayangimu seperti aku menyayangi ayahmu. Semua ini karena salahku yang terlalu egois," bisik Luna pelan.
Fio masih belum tidur. Dia ada di lantai bawah sambil menonton acara drama favoritnya.
"Fi, aku nitip Nesya ya. Jagain dengan baik sebelum aku resmi menjadi ibunya," kata Luna yang sudah siap untuk pulang.
Fio membeku sambil melihat Luna yang sudah beranjak pergi. "Apa dia bilang? Ibunya? hahaha." Fio tertawa dalam perasaan kalut sebelum akhirnya dia menangis.
"Huaaa ... ini tidak mungkin. Tidak mungkin mbak Luna adalah calon istrinya pak Sakya. Jadi aku bagaimana ...."
og gantung aja ya
kok ngilang...