Hallo guyss ini novel aku tulis dari 2021 hehe tapi baru lanjut sekarang, yuks ikutin terus hehe.
Bagaimana jadinya jika seorang pria mengajak wanita tak dikenal membuat kesepakatan untuk menikah dengannya secara tiba tiba? ya itu terjadi dengan Laura dan Alva yang membuat kesepakatan agar keduanya menjadi suami istri kontrak, dalam pernikahan mereka banyak rintangan yang tak mudah mereka lewati namun dalam rintangan itulah keduanya dapat saling mengenal satu sama lain sehingga menimbulkan perasaan pada keduanya.
apakah pernikahan mereka akan berakhir setelah kontrak selesai atau mereka memilih mempertahankan pernikahan? yuk ikuti terus kisah Alva dan Laura
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Yulianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
Gadis itu benar benar berat mengatakannya karena perjuangan mereka merilis butik itu hingga terkenal tidaklah mudah dan sekarang hancur begitu saja.
"Nona ada apa? Kau butuh bantuan? Ceritakan padaku."
"Tidak Karin, begini saja aku akan menghubungi mu nanti jika butik berhasil kudapatkan kembali maka karyawan tidak perlu berhenti bekerja."
"Baiklah nona tapi kuharap kau baik baik saja."
"Mm sudah ya," Laura memutuskan sambungan.
Dia mencari akal untuk menghubungi Alva namun dia tidak memiliki nomor ponsel pria itu dan saat berniat ingin pergi menemuinya secara langsung Laura tidak ingat nama perusahaannya.
"Dia pasti memiliki ruang kerja."
Laura memutuskan untuk mencari ruang kerja dirumah itu dan hanya ada ruang game, ruang bersantai, dan sepertinya ruangan yang penuh bunga adalah milik Tania.
Laura memutuskan untuk mencari ditempat lain hingga akhirnya satu ruangan yang cukup meyakinkan sebagai ruang kerja ia temukan. Laura segera mencari nomor ponsel Alva melalui kartu tanda pengenal.
"Apa namanya Alva?" Tanya Laura pada dirinya sendiri.
Dia meyakinkan diri beberapa menit terlebih dahulu agar tidak salah orang.
"Jika tidak penting aku akan memutuskan sambungan," ucap Alva.
"Ini aku Laura."
Alva hampir menekan tombol merah namun ia urungkan saat mendengar nama gadis itu.
"Ada apa, kau butuh sesuatu?"
"Aku ingin butik ku kembali, para karyawan bingung mencari pekerjaan sedangkan keluarga mereka sedang membutuhkan uang,"
"Ambil kuncinya dilaci depan televisi," ucap Alva dengan gampangnya.
"Ka-kau memiliki kunci butik ku?"
"Mm jangan banyak bertanya sebelum aku berubah pikiran."
"Baiklah terimakasih."
"Ada lagi yang kau inginkan?"
"Tadi kekasihmu datang ke rumah, aku harap itu terakhir kalinya," jawab Laura.
"Harapan mu terkabul, langkah kakinya tidak akan menyentuh gerbang rumah."
"Terimakasih."
"Bersiaplah untuk nanti malam," ucap Alva lalu memutuskan sambungan.
Laura mulai gugup dengan ucapan terakhir pria itu, baru merasa senang butiknya kembali namun disisi lain dia harus mengorbankan sesuatu yang sangat berharga.
"Apa aku harus melayaninya," gumam Laura.
"Urusan itu pikirkan nanti saja, aku harus bergegas menuju butik."
Laura mengambil kunci butiknya dilaci televisi seperti yang dikatakan oleh Alva, beberapa hari tidak mengunjungi butik pasti keadaannya lebih hancur dari biasanya terlebih ada kejadian yang dimana tuan Luis merusak beberapa rancangan.
Sampai didepan butik ternyata Laura disambut hangat oleh karyawan nya, setelah mendapat kabar bahwa butik mulai dibuka hari ini dari Karin seluruh karyawan datang dengan antusias.
Sosok Laura yang dikenal sangat baik pada orang membuat karyawan tidak ingin berpaling dari tempat itu.
"Selamat datang nona muda!" Sambut para karyawan sembari memberikan bunga perwakilan.
"Astaga kalian tidak perlu melakukan ini," Laura memeluk satu persatu karyawannya.
"Nona kami sengaja menyambut untuk hari ini jadi kau harus memberikan kami makan siang gratis," ucap Laura.
Makan siang gratis? Apa aku punya uang, batin Laura.
"Mm baiklah tapi sebelum itu kita tidak punya banyak waktu karena ada banyak pekerjaan yang menunggu didalam," ucap Laura.
"Siap nona."
Para karyawan bersemangat membangun kembali butik yang tidak terawat beberapa hari itu ditambah ponsel Laura yang tidak berhenti berbunyi karena telfon dari klien yang meminta rancangan.
"Nona seseorang datang," bisik Karin.
Laura menghentikan tangannya bermain dengan imajinasi, dia menyambut pelanggan pertama yang datang pagi ini.
"Selamat datang nona," sapa Laura.
"Eh?"
Aliva memperhatikan Laura dari atas sampai bawah, dia merasa pernah menemui wanita itu.
"Pelanggan cafetaria?" Tanya Aliva.
"Peneror Alvi?" Tanya Laura balik.
"Astaga kau pemilik butik ini?" Aliva sangat senang bisa bertemu kembali dengan wanita cantik itu.
"Aku hanya mengelola," jawab Laura dengan senyum ramah.
"Mm namamu..."
"Laura."
"Ah ya Laura, aku pernah mengatakan jika kita bertemu lagi aku akan memperkenalkan mu pada pria yang bernama Alvi."
"Sebenarnya tidak perlu Aliva, baiklah jangan bahas itu tapi ada apa datang pagi pagi ke butik?"
Aliva masuk kedalam butik sembari duduk santai di atas sofa memperhatikan tatanan yang terasa sangat damai itu.
"Haaahhh tempat ini terasa sangat sejuk," ucap Aliva.
"Ada pendingin ruangan," ujar Laura dan ikut duduk mendekati gadis itu.
"Sepertinya kau lebih dewasa dariku jadi ku panggil kakak saja ya," kata Aliva.
"Hmm boleh."
Baru beberapa detik mengatakan itu, seseorang datang mendekati Laura dan Aliva.
"Ehem!! Aliva wanita ini tidak benar, dia wanita malam yang akan membawamu ke jalur sesat sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengannya," ucap Celine sembari membuat pose elegan seolah-olah memperlihatkan seluruh penampilannya yang menggunakan pakaian mewah serta aksesoris lain.
"Kau siapa!" Ucap Aliva ketus.
"Aku? Kita bisa berteman jika kau mau menjauhi dia," Celine menunjuk Laura dengan dagunya.
Laura tersenyum tipis sembari meremas jarinya, berkali kali gadis itu menerima perlakuan yang sama ketika adiknya tidak membiarkan Laura senang.
"Memangnya kau punya apa?" Tanya Aliva.
"Aku punya banyak uang untuk bersenang senang," jawab Celine dengan percaya diri.
Aliva mengeluarkan dompetnya lalu melempar 10 jenis kartu didepan mata gadis sombong itu.
"Tiga kartu kredit, tiga kartu debit, dua black card, dua kartu limit tanpa batas. Apa aku masih terlihat miskin dan pengemis?"
Celine hampir tidak percaya gadis yang hampir seusianya bisa memegang banyak kartu bahkan uang jajan yang diberikan papanya tidak sebanyak itu.