Queen Li tumbuh dalam kekacauan—dikejar rentenir, hidup dari perkelahian, dan dikenal sebagai gadis barbar yang tidak takut siapa pun. Tapi di balik keberaniannya, tersimpan rahasia masa kecil yang bisa menghancurkan segalanya.
Jason Shu, CEO dingin yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan, diam-diam telah mengawasinya sejak lama. Ia satu-satunya yang tahu sisi rapuh Queen… dan lelaki yang paling ingin memilikinya.
Ketika rahasia itu terungkap, hidup Queen terancam.
Dan hanya Jason yang berdiri di sisinya—siap menghancurkan dunia demi gadis barbar tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Keesokan harinya
Sebuah mobil mewah berwarna hitam mengilap berhenti tepat di depan rumah kecil itu.
Pintu belakang dibuka oleh Rey, yang berdiri tegap seperti bayangan gelap. “Nona Li, silakan masuk.”
Queen menghela napas, merapikan jaket tipisnya, lalu naik ke dalam mobil. Aroma kulit mobil yang mahal langsung menyergap hidungnya. Di dalam, Jason Shu sudah duduk dengan tenang, mengenakan kemeja gelap rapi, wajahnya seperti biasa—dingin, tapi mengamati.
“Tuan Shu, kita mau ke mana?” tanya Queen sambil memasang sabuk pengaman.
Jason menoleh, pandangannya menusuk tetapi tenang. “Urus perceraian Zoanna.”
Queen mengangkat alis. “Aku bisa pergi sendiri. Anda tidak perlu datang menjemputku.”
Jason tidak langsung menjawab. Ia menatap ke luar jendela sejenak, lalu kembali memandang Queen. “Saat ini yang paling Nona Li butuhkan adalah pengacara. Dengan pengacara, masalah akan jauh lebih mudah diselesaikan.”
Queen menyilangkan tangan, suaranya tegas. “Aku memang berniat menemui temanku yang pengacara.”
Jason tersenyum tipis, senyum yang entah tulus atau sekadar sopan. “Ternyata pergaulan Nona cukup luas juga.”
Queen menahan tatapan itu tanpa gentar. “Walau Mamaku seorang pejudi dan pemabuk, aku tetap bergaul dengan siapa pun asalkan orang itu baik.”
Ia meraih pegangan pintu. “Jadi hari ini aku akan pergi sendiri saja.”
Namun sebelum pintu sempat terbuka, Jason menahan tangan Queen dengan cekatan—tidak kasar, tapi cukup kuat untuk menghentikan gerakannya.
“Aku mengenal seorang pengacara yang terkenal. Kau bisa mempercayakan semuanya padanya ... biarkan dia yang membantumu,” ujar Jason tanpa sedikit pun keraguan.
Queen memalingkan wajah, menatap pria di sampingnya dengan bingung. “Tuan Shu, kenapa Anda membantu kami? Masalah perceraian seharusnya urusanku dan Mamaku. Apakah Anda takut uang itu tidak dikembalikan?”
Jason tersenyum tipis
“Queen, uang itu… bukan apa-apa bagiku. Aku melakukannya karena ada alasannya.” Ia menggeser duduknya sedikit, membuat jarak mereka semakin dekat. “Jangan cemas. Aku bukan penjahat. Lakukan saja sesuai kataku. Kau juga tidak perlu sibuk mengurus hal ini. Pengacara itu adalah temanku. Dia akan menekan Jacky sampai tidak bisa ke mana-mana.”
Ia menatap Queen lurus. “Sesuai keinginanmu, kan?”
Queen mengembalikan tatapan itu. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, tetapi tidak tahu dari mana harus mulai. Tatapannya begitu fokus sampai Jason tertawa pelan.
Ia mendekat, hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Queen.
“Kenapa melihatku seperti itu? Apa aku terlalu tampan?” goda Jason.
Queen tidak bergeming. “Pria tampan banyak, aku sudah biasa.”
Dengan nada yang lebih serius, ia melanjutkan, “Tapi aku penasaran dengan satu hal. Mama tidak pernah meminjam uang dari Anda. Jadi… bagaimana surat hutang itu bisa berada di tangan Anda?”
Jason berhenti tersenyum.
Queen menatapnya lebih tajam. “Dan… sepertinya Anda sangat membenci Mamaku. Siapa Anda sebenarnya, Tuan Shu?”
“Bila waktunya tiba, aku akan beritahumu.”
Jason menyandarkan tubuh ke jok, suara rendahnya terdengar lebih berat. “Percayalah, menghadapi aku jauh lebih mudah daripada menghadapi mereka. Mereka tidak akan sungkan melakukan kekerasan pada kalian.”
Queen menatapnya tanpa berkedip. “Apa yang Anda inginkan?”
Jason mengangkat alis. “Kenapa kau bisa bertanya seperti itu?”
“Karena kita tidak saling kenal. Tapi Anda membantu kami, mengurus pengacara, bahkan menjemputku sendiri. Pasti ada sesuatu yang Anda inginkan, bukan?” Queen menegakkan punggung, bersiap menghadapi jawaban apa pun.
Jason tidak langsung menjawab. Ia memandang Queen lama, begitu lama sampai gadis itu mulai gelisah.
Ada sesuatu dalam tatapan itu, bukan amarah, bukan juga ancaman… tapi sesuatu yang lebih sulit dimengerti.
Di dalam hati, Jason berkata pelan, tanpa suara.“Yang aku inginkan adalah dirimu… tapi kalau aku mengatakannya sekarang, kau pasti akan menjauh.”
Namun yang keluar dari mulutnya berbeda.
“Yang aku inginkan… suatu saat nanti aku akan menagihnya padamu. Tapi bukan sekarang.”
Queen mengernyit. “Menagih? Menagih apa?”
Jason tersenyum kecil, sekilas, hampir tidak terlihat. “Saat waktunya tiba, kau akan tahu.”
“Tapi—”
Jason memotongnya lembut namun tegas. “Untuk saat ini, kau hanya perlu mengikuti apa kataku. Aku akan bantu kalian menyelesaikan masalah ini tanpa kesulitan apa pun.”
Queen terdiam. Kata-kata itu bukan ancaman, bukan juga janji biasa.
Lebih seperti… sebuah ikatan yang tak terlihat.
“Temani aku ke suatu tempat,” ujar Jason singkat.
Queen tidak menjawab, hanya mengangguk kecil. Mobil melaju tanpa suara, meninggalkan jalanan ramai masuk ke daerah yang lebih sunyi. Beberapa menit kemudian, Rey menghentikan mobil di depan sebuah area pemakaman yang tertata rapi.
Jason turun lebih dulu. Anginnya lembut, namun suasananya terasa berat.
Queen mengikuti dari belakang, langkahnya pelan, mencoba menebak alasan pria itu membawanya ke sini. Jason berhenti di depan sebuah makam marmer dengan foto seorang pria paruh baya. Wajah di foto itu teduh, namun ada wibawa yang kuat.
Jason menatap nisan itu lama, seolah berbicara tanpa suara.
“Paman, aku membawanya kemari. Gadis ini sudah dewasa dan pemberani… Suatu hari aku akan membawa dia pulang.”
Queen mengerutkan kening, bingung.
“Apakah ini makam keluarganya? dia terlihat begitu sedih. Siapa sebenarnya Jason Shu… dan kenapa aku dibawa ke sini? Aku bukan bagian dari keluarganya.”
“Queen, kemarilah.”
Queen maju perlahan dan berdiri di samping Jason.
Jason merapikan debu tipis di atas nisan itu, lalu berkata, “Ini pamanku. Orang yang paling berjasa dalam hidupku. Dia meninggal dibunuh musuhnya… dia selalu rela berkorban demi orang di sekitarnya. Selama hidupnya, dia tidak pernah melakukan apa pun untuk dirinya sendiri.”
Queen melirik wajah Jason yang tampak lebih manusiawi—tidak sedingin biasanya.
“Apakah pelakunya sudah ditemukan?” tanyanya hati-hati.
Jason mengangguk kecil. “Sudah. Tapi masalah itu belum berakhir.”
Ia lalu menoleh, dan kali ini tatapannya tepat pada Queen—begitu tajam sampai Queen refleks menahan napas.
“Karena mereka ingin membalas dendam. Dan sekarang… mereka sedang mengincar putri dari pamanku.”
hai teman teman .... ayo ramaikan karya ini dgn follow tiap hari dan juga like, komen dan jangan ketinggalan beri hadiah yaaaaaaa
sungguh, kalian gak bakalan menyesal, membaca karya ini.
bagus banget👍👍👍👍
top markotop pokoknya
hapus donh🤭🤭
kau jangan pernah meragukan dia, queen
👍👍👌 Jason lindungi terus Queen jangan biarkan orang2 jahat mengincar Queen
.
ayoooooo tambah up nya.
jangan bikin reader setiamu ini penasaran menunggu kelanjutan ceritanya
ayo thor, up yg banyak dan kalau bisa up nya pagi, siang, sore dan malam😅❤️❤️❤️❤️❤️❤️💪💪💪💪💪🙏🙏🙏🙏🙏
kereeeeennn.......💪
di tunggu update nya....💪