Hagia terkejut bukan main karena dirinya tiba-tiba dilamar oleh seorang pria yang jauh lebih muda dari usianya. Sebagai seorang janda beranak satu yang baru di ceraikan oleh suaminya, Hagia tidak menyangka jika tetangganya sendiri, Biru, akan datang padanya dengan proposal pernikahan.
"Jika kamu menolakku hanya karena usiaku lebih muda darimu, aku tidak akan mundur." ucap Biru yakin. "Aku datang kesini karena aku ingin memperistri kamu, dan aku sadar dengan perbedaan usia kita." sambungnya.
Hagia menatap Biru dengan lembut, mencoba mempertimbangkan keputusan yang akan diambilnya. "Biru, pernikahan itu bukan tentang kamu dan aku." kata Hagia. "Tapi tentang keluarga juga, apa kamu yakin jika orang tuamu setuju jika kamu menikahi ku?" ucap Hagia lembut.
Di usianya yang sudah matang, seharusnya Hagia sudah hidup tenang menjadi seorang istri dan ibu. Namun statusnya sebagai seorang janda, membuatnya dihadapkan oleh lamaran pria muda yang dulu sering di asuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 09
Hagia melongo tidak percaya mendengar penuturan Biru. Secara tidak langsung, Biru melamar dirinya. Sedangkan Malik menatap heran sekaligus bingung, karena Biru masih ingat dan bahkan berniat menepati janjinya.
Namun, yang menjadi persoalan adalah. Perbedaan usia Hagia yang sudah 32 tahun, sedangkan Biru 26 tahun. Ditambah lagi perbedaan status, dimana Hagia janda beranak satu, dan Biru adalah pria lajang. Bahkan Hagia sangat yakin jika Biru menjadi pria idaman banyak wanita.
Apalagi mengingat Biru putra dari orang terpandang, muda, tampan, dan dengan keunggulan lainya. Bagaimana bisa Biru berpikir menikahi Hagia yang seorang janda beranak satu, bahkan masa Iddah Hagia belum selesai.
"Ehemm, jadi maksud kamu. Kamu mau melamar putri bapak, Hagia?" tanya Malik memperjelas maksud kedatangan Biru.
"Ya," sahut Biru yakin. Malik melirik Hagia yang masih terlihat syok dan bingung.
"Biru, bukannya bapak menolak lamaran kamu. Tapi, kamu tahukan, kalau Hagia ini janda." Hagia menoleh kearah Malik.
"Karena itulah Biru melamar Mbak Hagia, kan Biru gak mungkin melamar istri orang." kata Biru membuat Malik menggaruk kepalanya, lalu menyenggol pinggang Hagia.
"Bi-Biru, pernikahan itu tidak mudah." kini Hagia yang bicara.
"Biru tahu kok, Mbak." sahut Biru. "Biru tidak menjanjikan pernikahan yang selalu bahagia, tapi Biru berusaha melakukan yang terbaik untuk mbak Hagia dan Hasya." Biru meyakinkan Hagia.
"Tidak semudah itu, bahkan aku jauh lebih tua darimu." kata Hagia, Biru tersenyum tipis.
"Jika kamu menolakku karena usiaku yang lebih muda darimu, maka aku tidak akan mundur." kata Biru yakin. "Aku datang kesini karena ingin memperistrimu, jelas aku tahu perbedaan usia kita." sambung Biru Tampa embel-embel 'Mbak'.
"Biru, pernikahan bukan hanya tentang kamu dan aku," Hagia mencoba memberikan pengertian pada Biru. "Tapi tentang keluarga juga, apa kamu yakin orang tuamu akan setuju kamu menikahi ku ?" Hagia ingin Biru mempertimbangkan bahkan berpikir ulang untuk menikahinya.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu juga pasti akan mengatakan bagaimana pandangan masyarakat, karena aku menikahi seorang wanita yang lebih tua, bahkan janda beranak satu." kata Biru seolah tahu apa yang dipikirkan Hagia.
"Aku harap, kamu jangan memikirkan orang lain. Aku hanya butuh kamu bilang iya, sisanya serahkan padaku." jelas Biru membuat Hagia menelan ludahnya dengan susah payah.
"Tidak, ini tidak sesederhana itu. Bahkan masa Iddah ku belum selesai," tolak Hagia, namun tak membuat Biru menyerah.
"Aku tahu, itu sebabnya aku datang seorang diri. Aku hanya ingin memastikan kamu mau menerima lamaran ku." Biru menatap Malik yang sejak tadi hanya diam dan menyimak pembicaraan mereka.
"Aku janji akan datang lagi bersama keluargaku. Aku akan datang melamarmu dengan cara terhormat, setelah masa iddah mu selesai. Aku akan menunjukkan pada semua orang dengan rasa bangga, jika aku berhasil mendapatkan wanita yang aku cintai sejak enam belas tahun yang lalu." janji Biru membuat Hagia kehilangan kata-kata.
"Pikirkan ini dengan baik sambil menunggu hari itu tiba. Aku benar-benar mencintaimu dengan tulus, saat aku memikirkan pernikahan, hanya kamulah yang aku inginkan sebagai mempelai wanitanya." kata Biru menatap Hagia penuh harap. "Jangan menolakku," pinta Biru.
Diam-diam Malik merasa kagum pada Biru, karena berani mengatakan semua itu di hadapannya. Malik juga melihat keseriusan dimata Biru dari setiap kalimat yang dikatakannya. Bahkan Biru datang seorang diri tanpa membawa siapapun menemaninya.
...
Hagia membolak-balikkan tubuhnya diatas ranjang dengan gelisah. Lamaran Biru yang secara tiba-tiba dan tidak pernah ia kira, tentu membuatnya bingung dan gelisah. Padahal, baru saja tadi siang Hagia mengetahui jika dirinya di madu oleh mantan suaminya.
"Aku benar-benar bisa gila jika seperti ini," gumam Hagia duduk, lalu membenarkan selimut Hasya. "Tadi siang aku menangis karena tahu dimadu, malam ini aku dilamar pemuda yang sudah aku anggap sebagai adikku." wanita itu memijat pelipisnya.
Hagia turun dari ranjang, tenggorokan nya terasa kering entah karena banyak pikiran atau apa.
"Belum tidur?" tanya Malik saat Hagia baru saja keluar kamar.
"Astaghfirullahaladzim," ucap Hagia terkejut sambil mengusap dadanya. "Bapak sendiri kenapa belum tidur?" tanya Hagia berjalan kearah dapur dan mengambil segelas air putih.
"Bapak mikirin kamu," kata Malik. Hagia menghampiri Malik dan duduk tak jauh dari Malik.
"Memangnya Hagia kenapa?" tanya Hagia sambil meneguk minumannya.
"Biru itu anak yang baik," kata Malik membuat Hagia tersedak.
Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...,
"Bapak," protes Hagia mengeram kesal.
"Benar kata Biru, kamu pikirkan baik-baik." kata Malik. "Mungkin perceraian mu terjadi, karena doa-doa tulus Biru yang menginginkan tulang rusuknya yang sebenarnya kembali padanya." ucap Malik terdengar puitis, Hagia terdiam.
"Tapi Biru itu lebih muda dari Hagia, Pak."
"Memangnya kenapa? Kalian hanya beda 6 tahun, bukan masalah yang besar." sahut Malik. Membuat Hagia berdecak kesal.
"Ckk lalu apa menurut bapak, Umi Salma akan setuju kalau Biru menikahi Hagia?"
"Bukankah tadi Biru bilang kalau dia akan mengurus semuanya. Biru hanya ingin kamu bilang iya," Hagia menatap heran mendengar jawaban Malik.
"Kenapa sepertinya bapak berpihak pada Biru," kata Hagia curiga. Malik tersenyum hangat.
"Entahlah, bapak merasa jika Biru adalah jodoh yang baik untuk putri bapak." kata Malik. "Untuk membuat rumah tangga bahagia dan mempertahankan pernikahan, itu bukan tentang siapa yang lebih dewasa. Kamu tentu paham dengan apa yang bapak bicarakan." Malik menatap putrinya.
"Mungkin Biru lebih mudah dari Heru, tapi bukan berarti Biru tidak mampu membangun rumah tangga yang bahagia." kata Malik. "Begitupun dengan Heru, bukan berarti dia tidak mampu. Tapi karena kamu bukan tulang rusuk Heru yang sebenarnya, itu sebabnya pernikahan kalian berakhir." Malik memang selalu mengambil sisi positif dari setiap kejadian. Tidak menyalahkan Hagia atau Heru karena gagal mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
"Hagia belum tahu, Pak. Lagi pula, Hagia sama sekali belum berpikir untuk menikah lagi." kata Hagia. Kegagalan pernikahannya tentu membuat Hagia lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, apalagi sekarang ada Hasya yang harus dia utamakan.
"Bapak tahu apa yang kamu pikirkan." bukan Malik tidak tahu arah pikiran Hagia. "Tapi pikirkan Hasya, bapak tahu Hasya tidak dekat dengan Heru. Hasya itu anak perempuan, dia butuh figur seorang ayah, bapak sangat menyayangi Hasya. Tapi bapak tidak bisa memberikan figur seorang ayah pada Hasya, sedangkan Hasya begitu dekat dengan Biru." kata Malik yang melihat kedekatan Biru dan Hasya.
Kini Malik juga mengerti, kenapa belakangan ini Biru seolah mendekati Hasya. Ya, apa lagi kalau bukan karena ingin memperistri ibu dari anak itu? Biru juga harus mengambil hati gadis kecil itu bukan, untuk memperlancar semuanya. Namun, Malik melihat ketulusan Biru, meskipun ada maksud terselubung.
"Selain kamu, Hasya juga berhak bahagia dengan merasakan kasih sayang dari ayah dan bundanya. Bapak yakin jika Biru bisa mengisi peran ayah untuk Hasya." pungkas Malik. Pria itu beranjak menuju kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam, tubuh tuanya tentu ingin istirahat.
*
*
*
*
*
TBC
Jangan lupa like, subscribe, vote, dan komen 😉