NovelToon NovelToon
Satu Malam Dengan Kakaknya

Satu Malam Dengan Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Tukar Pasangan / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Meldy ta

Dikhianati oleh pria yang ia cintai dan sahabat yang ia percaya, Adelia kabur ke Bali membawa luka yang tak bisa disembuhkan kata-kata.

Satu malam dalam pelukan pria asing bernama Reyhan memberi ketenangan ... dan sebuah keajaiban yang tak pernah ia duga: ia mengandung anak dari pria itu.

Namun segalanya berubah ketika ia tahu Reyhan bukan sekadar lelaki asing. Ia adalah kakak kandung dari Reno, mantan kekasih yang menghancurkan hidupnya.

Saat masa lalu kembali datang bersamaan dengan janji cinta yang baru, Adelia terjebak di antara dua hati—dan satu nyawa kecil yang tumbuh dalam rahimnya.

Bisakah cinta tumbuh dari luka? Atau seharusnya ia pergi … sebelum luka lama kembali merobeknya lebih dalam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meldy ta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cinta Palsu, Hasrat Nyata

Malam itu, di kamar tamu yang menjadi saksi persekongkolan mereka, Reno dan Emma tak lagi menyisakan jarak. Nafas mereka berat, terjalin dalam diam, seolah menghapus batas antara permainan dan kenyataan.

"Apa kita gila?" bisik Emma saat jemarinya menyentuh pipi Reno, lembut seperti ragu. Tapi ia tak menarik tangannya.

"Kalau ini kegilaan, aku tidak mau waras dulu," balas Reno serak, mengunci mata Emma, mendekat dan menyatukan bibir mereka lagi dalam ciuman yang semakin dalam, semakin panas. Tidak ada kamera. Tidak ada penonton. Hanya dua orang yang mencoba saling mengisi lubang di hati mereka.

Tubuh mereka menyatu di atas ranjang, dengan desir angin malam dari jendela yang terbuka lebar menjadi saksi. Dalam keintiman itu, tak ada cinta yang diucap, tapi ada pengakuan lewat pelukan dan helaan napas yang tidak bisa disangkal. Mereka saling menyentuh, mencari makna, atau barangkali sekadar pelarian.

Emma menggenggam tangan Reno setelah semuanya usai. "Kita harus tetap ingat, ini semua cuma pura-pura."

Reno menoleh, menyapu rambut panjangnya ke belakang. "Pura-pura yang terasa terlalu nyata."

Di lantai atas, Karin berdiri di balik pintu kamarnya. Ia mendengar semuanya. Tawa pelan Emma, suara ranjang yang berderit, bahkan desahan yang menusuk harga dirinya.

Ia tidak menangis. Tidak juga marah. Ia hanya berdiri dengan wajah kosong, lalu kembali ke tempat tidur besar yang dingin.

Di tangannya, ia menggenggam ponsel dan menghubungi ibunya.

"Ibu … kalau saja aku menikah dengan Reyhan, hidupku pasti lebih tenang."

"Kau bicara apa?" sahut ibunya.

"Aku hanya muak jadi istri formal dari pria yang bahkan tak menyentuhku. Reno sibuk dengan sandiwara, sementara aku hanya boneka pajangan."

Ibunya mendesah. "Kau bukan boneka, Karin. Kau menantu dari keluarga Jonathan. Itu sudah cukup. Fokus pada status, bukan perasaan."

Karin menatap langit-langit. "Kalau begitu, apakah salah kalau aku mulai membayangkan ... hidup sebagai istri Reyhan?"

Sementara itu, di sisi lain kota, Reyhan baru saja pulang dari kantor. Wajahnya terlihat letih. Adelia menyambutnya di depan pintu rumah kecil mereka.

"Maaf kalau makan malamnya dingin," katanya dengan senyum tipis.

Reyhan tersenyum, memeluk Adelia dari belakang. "Kamu yang penting di sini. Bukan makanannya."

Mereka duduk di ruang makan kecil, menyesap sup hangat dan roti. Obrolan ringan mengalir: soal bayi yang menendang, soal warna dinding kamar yang baru dicat, soal resep kue yang gagal.

Namun di balik senyum Reyhan, ada sesuatu yang tersembunyi. Adelia melihat itu.

"Rey…"

"Hm?"

"Kamu berubah."

Reyhan terdiam, menatap wajah Adelia. "Berubah gimana?"

"Lebih sering diam. Lebih … jauh."

Reyhan menghela napas. "Aku cuma banyak pikiran, Del."

"Kamu masih mikirin dia, ya?"

Reyhan terdiam. Tak bisa menjawab. Dan justru diam itu yang menyakitkan.

Adelia bangkit, membawa piring kotor ke wastafel. "Kalau aku cuma jadi pelarian, bilang saja."

Reyhan berdiri, memeluknya dari belakang. "Kamu bukan pelarian. Kamu rumahku."

"Tapi kadang aku merasa ... rumah ini dibangun di atas reruntuhan yang belum dibersihkan."

Reyhan terdiam. Kata-kata itu menghantam dadanya.

Adelia berbalik. "Aku hamil, Rey. Aku butuh kamu utuh. Bukan setengah hati."

"Aku tahu."

"Lalu kenapa rasanya kamu jauh sekali belakangan ini?"

Reyhan menghela napas panjang. "Karena aku takut. Takut kehilangan. Takut gagal lagi."

Adelia memegang wajahnya. "Kalau kamu takut, aku pun takut. Tapi kita ini sedang membangun sesuatu. Dan itu hanya bisa dilakukan kalau kamu benar-benar ada di sini, bersamaku."

Reyhan mencium keningnya. "Maaf. Aku akan lebih jujur. Mulai malam ini."

Mereka berpelukan. Tapi di mata Adelia, masih ada keraguan. Dan di mata Reyhan, masih ada bayangan masa lalu.

Adelia menyandarkan kepalanya di bahu Reyhan. "Apa kamu benar-benar memilihku?"

Reyhan mengangguk pelan. "Aku memilih keluarga kecil kita. Bahkan ketika masa laluku mencoba membisikkan kenangan, aku tetap memilih yang kini menggenggam tanganku."

Adelia menatap mata suaminya. "Aku takut. Takut kamu akan lelah menenangkanku, takut kamu menyesal memilihku."

Reyhan menggeleng. Ia menyentuh wajah Adelia dengan lembut. "Jangan takut. Karena ketika kamu takut, aku juga takut. Tapi kalau kita saling percaya, rasa takut itu akan perlahan hilang."

Adelia mengangguk pelan. Lalu, dalam keheningan ruang itu, mereka saling berpelukan. Tak ada kata cinta yang harus diucap, karena pelukan itu sudah cukup memberi makna.

Dari jendela rumah kecil mereka, malam terlihat lebih damai. Tak sempurna, tapi cukup. Untuk sepasang hati yang mencoba mempercayai kembali setelah sama-sama patah.

---

Dan di lantai paling atas rumah keluarga Jonathan, Emma berdiri di balik kaca, memandang bulan sambil menyentuh bibirnya sendiri yang masih terasa jejak Reno.

"Lucu sekali ... saat kau berpikir sedang melupakan seseorang, kau justru menemukannya di wajah orang lain."

Ia tersenyum miris, menyadari bahwa malam itu bukan soal cinta. Tapi tentang siapa yang lebih dulu menyembuhkan luka yang bahkan belum tentu sembuh.

---

Di tempat lain, Emma terbangun di pelukan Reno. Ia menatap langit-langit kamar tamu yang remang-remang.

"Kamu nyesel?" tanya Reno.

Emma menggeleng. "Aku hanya bingung. Aku dan Reyhan ... ada banyak hal yang belum selesai."

"Kalau aku, tidak ada yang belum selesai. Karena aku tak pernah memulainya dengan siapa pun, termasuk Karin. Walaupun Adelia pernah menjadi bagian terbaik di dalam kisah hidupku."

Emma tertawa kecil. "Hidupmu kacau."

"Kita sama, Emma. Kau dan aku ... dua kekacauan yang bertabrakan dan tiba-tiba jadi nyaman."

Mereka saling tersenyum, lalu kembali tenggelam dalam pelukan malam.

"Apa kita akan terus berpelukan seperti ini sekarang?"

"Ya. Jika itu bisa, tentu saja!"

"Yah ... aku menyukai kegilaan ini." Reno terlihat sangat gembira sebelum akhirnya menggelitik perut Emma hingga wanita itu tertawa.

"Hentikan, Ren. Orang-orang bisa dengar."

"Ayolah ... kita pikirkan kita saja dulu."

Tapi di luar kamar itu, seorang asisten rumah tangga berdiri gemetar. Ia mendengar segalanya, dan ia tahu, berita ini akan sampai ke telinga orang yang tidak seharusnya tahu.

Dan mungkin, badai baru akan segera datang.

Ny. Jonathan yang baru saja pulang dari tempat arisan. Ia menghidupkan lampu ruang tengah, namun justru asisten pribadinya terkejut.

"Ngapain kamu berdiri di depan pintu tamu? Siapa di dalam sana?"

"I-itu ... Nyonya, di dalam ada..."

"Ada siapa?"

Dengan cepat melangkah mendekat, namun asisten tersebut lebih dulu berbisik. "Tuan Reno sama tamunya nyonya ada di dalam kamar berduaan."

"Tamu saya? Siapa? Emma maksudmu?"

Asisten rumah tangga mengangguk. Ny. Jonathan membuka pintu kamar. Terlihat Reno dan Emma sudah kembali terlelap dengan saling berpelukan di bawah selimut tebal.

Amarahnya memuncak, namun Ny. Jonathan mencoba menahan dengan hembusan napas dan penjamkan mata.

"Tidak. Aku nggak boleh marah. Emma—calon menantuku tidak boleh lepas, dia sangat berharga untuk keluarga elite politikku. Biarkan saja ... anak-anak masih belum paham betul."

Kenyataan yang pahit, namun Ny. Jonathan mencoba mengganggap tidak pernah terjadi apapun. Begitupula ia mencoba memperingati asistennya untuk tutup mulut setelah memberikan uang banyak.

1
Adinda
lanjut thor
Adinda
sudah del lebih baik cerai saja
NurAzizah504
seromantis ini dibilang datar?! /Sob/
NurAzizah504
mantapppp
NurAzizah504
dan kamu termasuk salah satunya
NurAzizah504
kali aja reyhan memiliki firasat kalo adel hamil
NurAzizah504
hai, Thor. aku mampir nih. jgn lupa mampir di lapakku juga, ya. 'Istri Kontrak Sang Duda Kaya'. terima kasih ^^
NurAzizah504
hayo, Del. tanggungjawab tuh /Facepalm/
NurAzizah504
ya ampun /Sob/
NurAzizah504
wah, ada juga ya kasus begini. hubungan hambar lah istilahnya
NurAzizah504
ini bukan lagi ditusuk. tp ditikam berkali2
Adinda
cerai Saja del suami kamu gak perduli sama kamu,kamu keguguran saja dia tidak tau karena asyik dengan jalangnya
Adinda
cerai saja adelia untuk apa sama suamimu tukang selingkuh
Cindy
lanjut kak
Adinda
cerai aja del tinggalin reyhan buat apa bertahan kalau dia bersama dengan jalangnya terus
Adinda
pergi adelia tinggalin reyhan buat apa bertahan sama pria yang tidak bisa lepas dari masalalu
Cindy
lanjut kak
Adinda
lebih baik adel tinggalin reyhan dan cerai tak usah punya urusan sama keluarga itu lagi
Cindy
next
Cindy
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!