NovelToon NovelToon
Misteri Desa Lagan

Misteri Desa Lagan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu / Tumbal
Popularitas:522
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Racun Gaib

Setelah berbincang cukup lama, hari pun mulai sore, mereka berempat pun akhirnya tau, jika nama ibu kepala jorong ini, Nek Nurohmah. Beliau orangnya cukup humoris dan menyenangkan. Banyak hal baik yang bisa dipetik dan informasi penting yang bisa mereka ketahui tentang desa ini.

"Kalau begitu, terimakasih banyak atas waktunya Nek, kami mohon undur diri dulu." Mereka berpamitan.

"Iya, sering-seringlah berkunjung kemari."

Mereka semua bersalaman dengan mencium tangan Nek Nurohmah dan segera pergi dari sana.

Di tengah jalan, Diro berhenti melangkah, dia sangat ingin sekali pipis, sementara rumah Nek Raisyah masih jauh. "Bentar, aku pengen pipis banget nih!"

Agung menunjuk semak di tepi jalan sana, karena memang lokasi rumah warga di desa ini saling berjauhan dengan lokasi tanah mereka yang luas dan lebar masing-masing. Apalagi rumah Nek Raisyah masih jauh.

"Itu kebun nanas, bukan semak!" sergah Diro sambil menjepitkan kedua pahanya menahan pipis.

"Nah, itu disana, dekat pohon rambutan tuh, ada semak juga, bisa sembunyi di pohon rambutan 'kan, lagian cuma pipis doang, kecuali berak, baru repot. Sana, sana!" kata Agung mengusir.

Karena sangat ingin buang air kecil, Diro pun berlari kencang ke arah pohon rambutan sambil berteriak. "Kalian tungguin aku! Awas aja kalo ditinggal!"

"Aaaaah! Lega nya." Diro bergumam setelah buang air kecil dan mencari daun yang sedikit lebar di sekitar semak sana, untuk bersuci dari hadas, kemudian memakai celananya.

"Ehem!" Terdengar suara orang berdehem.

"Woi, Mak!" Bukan kepalang kagetnya, Diro terlonjak kaget sampai melompat memeluk pohon rambutan.

"Ah, maaf, sedang apa kamu di sini anak muda? Dari mana asalmu? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, kamu anak siapa?" Seorang wanita kurang lebih berumur 40 tahunan dengan daster bercorak bunga, lalu tikuluk terlilit di kepalanya sambil memegang sabit dan batang bambu.

"Ah, itu—" Diro turun dan melepaskan pelukannya dari rambutan, dia mengelus tengkuknya. "Begini, maaf tidak sopan Tante, saya sangat ingin buang uang kecil, saya sudah tidak tahan lagi. Maafkan saya, saya dari Kota Padang, sedang PL disini untuk nilai sekolah bersama Pak Johan,"jelas Diro.

"Oh, yang tinggal di rumah Tek Raisyah itu, baiklah." Ibu itu mengangguk dan mulai menelisik keseluruhan tampilan Diro dari atas sampai bawah. "Sebagai permintaan maaf, bisakah kamu memanjatkan buah rambutan itu untukku? Tadi bambu saya patah, saya mencari bumbu baru untuk menyambungnya agar bisa menjuluk buah rambutan itu, sayangnya tidak ada," lanjut Ibu itu.

"Apa kamu bisa memanjat?" tanyanya.

"Bisa, Bu. Baiklah, saya akan membantu ibu," jawab Diro.

Diro memanjat pohon rambutan, membantu mengambil beberapa tangkai buahnya. Sementara tiga temannya melihat dari kejauhan saja.

Tak butuh waktu lama, Diro sudah menjatuhkan banyak pundut tangkai rambutan turun, sang ibu memungut dan memasukkan di kresek, lalu sebagian dia ikat.

"Terimakasih ya, Nak. Ini untuk kamu." Dia memberikan beberapa tangkai rambutan yang berpundut

"Aduh, gak usah Bu. Ngerepotin," tolak Diro.

"Gak boleh nolak rezeki loh, gak ada doa penolak rezeki, ambillah," kata ibu itu dan terus menyodorkan pundut rambutan yang terlihat menyegarkan dan enak.

Akhirnya Diro pun mengambil. "Makasih banyak, Bu." Diro pun berlalu pergi dan segera menyusul ketiga temannya yang sejak tadi menunggu di tepi jalan sana.

"Haha, maaf ya, ketemu sama pemilik pohon rambutan yang aku kencingin. Nih, di bagi buah rambutan sekalian karena bantuin, ayo coba guys!" Diro menyodorkan rambutan itu pada teman-temannya dan tak lupa langsung mengupas kulit rambutan untuknya.

Hap! "Mmm, manis, enak, cobain gays!" gumam Diro dengan mulut penuh.

Agung dan Viko mengambil buah rambutan itu, sementara Saddam tampak cuek saja dan mereka melanjutkan jalan pulang.

Sesampainya di rumah Nek Raisyah, mereka langsung membersihkan diri, meletakkan sisa pundut rambutan di atas meja televisi yang berada di ruang tengah.

Tak lama, Adzan Magrib pun berkumandang, mereka berempat dan Nek Raisyah sudah hampir sampai di Masjid.

"Kalau magrib selalu ramai ya, kalo subuh cuma satu baris aja," ucap Diro.

"Mungkin banyak yang malas jalan ke Masjid, masih ngantuk jadi milih salat di rumah," sahut Viko.

Saat bacaan salam baru saja selesai, Diro langsung berdiri keluar, membuat ketiga temannya tercengang.

"Kenapa tuh anak?" bisik Agung pada Viko.

"Mungkin mules kebanyakan makan rambutan," balas Viko.

Diro merasa semakin tidak enak badan, perutnya sakit melilit, sampai sakitnya menusuk ulu hati. Hingga akhirnya, dia meminta Saddam untuk menemani dirinya pulang.

"Lebih baik kita ke puskesmas, periksa dulu, baru pulang," ujar Saddam.

Viko dan Agung yang tahu Diro sakit perut pun memilih untuk ikut bersama Saddam dan Diro ke puskesmas, namun ditengah jalan, Viko dan Agung juga merasa mules, hingga saat di puskesmas kedua pemuda itu bolak balik ke kamar mandi.

"Lebih baik kalian berdua juga periksa, mungkin kalian kebanyakan makan buah rambutan juga," ucap Saddam menatap mereka bertiga dengan serius.

Bu bidan memeriksa mereka dan memberikan obat diare. Setelahnya mereka memutuskan kembali ke Masjid agar bisa salat isya berjamaah, lalu kembali pulang.

Rumah Nek Raisyah, masih tampak sedikit gelap saat mereka kembali, hanya lampu teras yang hidup.

Saddam memiliki kunci cadangan yang diberikan Nenek Raisyah padanya, dia membuka pintu dan mereka semua mengucapkan salam.

Satu persatu lampu mereka hidupkan saat memasuki rumah.

Tak lama, nenek Raisyah juga kembali dari masjid, beliau duduk di ruang tamu, beliau memanggil ke empat pemuda itu setelah melihat beberapa pundut rambutan yang tersisa.

"Anak-anak, aku ingin bertanya pada kalian tentang sesuatu," katanya dengan suara yang serius, setelah empat pemuda itu duduk dihadapannya.

"Apa itu, Nek?" tanya Viko.

"Ini rambutan, kalian dapat darimana, beli pada siapa?"

Viko melihat Diro. "Itu tadi diberikan seorang Tante yang pohon rambutannya tumbuh di tepi jalan antara rumah Nek Nurohmah ke simpang rumah Nenek," jawab Diro.

"Rambutan yang ada dua kuburan dan di dekat kebun nenas bukan?" tanya Nenek lagi.

"Ah, kuburan?" Diro tercengang, sebab tadi saat dia buang air kecil, dia tidak melihat kuburan. "Saya tidak melihat kuburan Nek, tapi pohon rambutan itu memang berada disamping kebun nenas," urainya.

Nek Raisyah tampak mengelus wajahnya. "Jadi, tadi kalian ke puskesmas karena sakit perut? Kalian berempat memakan rambutan ini?"

Deg! "Me-memangnya kenapa Nek? Apa ada suatu hal?" Viko pun menjadi cemas.

"Nenek lupa memberitahukan pada kalian tentang mereka karena selama ini Nenek perhatikan kalian tidak ada keperluan atau kepentingan dengan suku mereka. Ini cukup berat, tapi untunglah cepat diketahui," ungkap Nek Raisyah.

"Saya tidak ikut makan Nek. Memangnya rambutan ini kenapa?" Saddam penasaran.

"Rambutan ini tidak apa-apa jika tidak dibubuhi racun gaib. Dan sayangnya, rambutan ini diberikan racun gaib, kalian memakannya."

Viko, Agung dan Diro terbelalak. Mulai cemas dan khawatir. "Nek Racun gaib itu apa?" tanya mereka serempak. Soalnya, tadi siang Nek Nurohmah juga membahas tentang racun gaib.

"Racun gaib itu adalah zat yang dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit atau bahkan meninggal. Tapi, racun ini tidak dapat dilihat atau dirasakan oleh manusia biasa," jelas Nek Raisyah.

"Bagaimana cara kerjanya?" tanya Saddam.

"Racun gaib itu dapat disebarkan melalui udara atau melalui kontak langsung dengan seseorang yang telah diracuni, terutama langsung berdampak pada makanan, seperti yang terjadi pada kalian sekarang," jawab Nek Raisyah.

Diro, Agung dan Viko merasa semakin tidak enak badan setelah mendengar penjelasan Nek Raisyah. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa diri mereka telah diracuni oleh racun gaib.

"Apa yang harus kita lakukan untuk menyembuhkan dan melindungi diri kita, Nek?" tanya Agung.

"Aku akan memberitahu kalian cara untuk melindungi diri kalian dari racun gaib nanti, tapi sekarang kalian harus mengobati apa yang termakan oleh kalian terlebih dahulu," jawab Nek Raisyah.

Nek Raisyah mengambil kacamata di dalam tasnya. Lalu mencari nomor seseorang dan menelponnya. "Thalib, bisakah kau kerumah ku sekarang, ada keperluan yang ingin aku minta tolong."

Setelah menelfon, Nek Raisyah memberitahu mereka tentang cara untuk melindungi diri dari racun gaib, seperti membaca doa-doa tertentu dan melakukan hal-hal tertentu. Diro dan teman-temannya mendengarkan dengan seksama, berharap bahwa mereka dapat melindungi diri mereka dari racun gaib dan segera sembuh.

Akan tetapi, apakah mereka dapat melakukannya? Atau apakah racun gaib itu sudah terlalu kuat untuk diatasi?

1
Ubii
Sebenarnya gadis di foto itu siapa ya? kok muncul terus/Speechless/
Ubii
rarww /Skull/
Ubii
merinding, gak bisa bayangin /Sweat/
Ubii
keren ceritanya, dari sekian banyak yang aku baca, ini sangat menarik /Angry/ aku tunggu kelanjutannya ya!
Rozh: Oke, terimakasih, semoga suka dan terhibur sampai cerita ini tamat 🌹
total 1 replies
Ubii
lagi tegang-tegangnya malah di bikin ngakak/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!