Putri seorang Duke pada zaman abad pertengahan terkejut saat terbangun dari pingsannya di saat pesta debutantenya di kalangan sosialisasi bangsawan kelas atas. Ia kembali mengulang waktu setelah mati dibunuh suami dan selir sang suami saat akan melahirkan bayinya. Sang putri bertekad akan membalas perbuatan mereka dikehidupan lampau dengan pembalasan yang sangat kejam bagi akal sehat manusia pada zaman itu.
Berhasilkah ia membalas kejahatan mereka dikehidupan yang kedua ini?
Akankah ia berhasil menyelamatkan keluarganya dari tragedi pembantaian yang didalangi suaminya di kehidupan lampau?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GadihJambi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mempersiapkan diam-diam
Ruby berdiri dibalkon kamarnya yang menghadap kearah barak militer milik keluarganya yang dipegang oleh Panglima Deon kakak keduanya dengan pandangan rumit.
Karena Panglima dikirim ke perbatasan oleh Kaisar bersama Jenderal muda David, barak militer keluarganya pun dipegang sementara oleh bawahan sang kakak yaitu Dame Charles yang seorang Komandan satu dan Dame Eric Kapten satu yang kebetulan baru pulang dari kampung menjenguk ibunya yang sedang sakit.
"Darya, besok pagi-pagi sekali pergi temui Dame Charles dan sampaikan padanya jika aku meminta Dame kembar yang ia rekomendasikan padaku untuk menemui aku sebelum waktu makan siang!" ucap Ruby sambil mengeratkan jubah tebal menutupi tubuhnya yang diterpa angin malam.
"Baik, Nona! Apakah ada lagi yang Nona inginkan malam ini sebelum tidur?" jawab Darya yang sedang merapikan tempat tidur sang Nona.
Meskipun Ruby ada dibalkon, perkataannya jelas terdengar oleh Darya yang berada didalam kamar yang jarak keduanya tidak terlalu dekat.
Otak kecilnya berpikir dengan keras mencari jalan agar bisa pergi ke perbatasan untuk menolong kedua kakaknya dari kematian. Suara helaan napas yang panjang terdengar jelas bersama suara angin malam yang berhembus menembus pori-pori kulit putih Ruby yang mulai mendingin.
"Nona, masuklah segera! Angin malam tidak baik untuk kulit Nona!" pinta Darya yang sudah berdiri diambang balkon kamar Ruby.
"Baiklah, aku juga sudah mulai mengantuk!" sahut Ruby sambil berbalik dan berjalan memasuki kamarnya.
Darya menutup pintu balkon dengan rapat begitu Ruby sudah masuk. Gordennya yang besar ia tarik sehingga menutupi kaca-kaca jendela dan pintu balkon.
Ruby menggantung jubah tebalnya di tiang gantungan sebelum memasuki ruangan tempat berganti pakaian. Ia mengganti pakaiannya dengan gaun tidur yang tipis berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih bak batu porselen yang diasah hingga mulus.
Darya membawakan selimut tebal begitu Ruby sudah menaiki tempat tidur dan menutupi setengah tubuh Ruby dengan selimut tersebut hingga sebatas dada.
"Selamat malam, Nona! Selamat tidur dan mimpi indah!" ucap Darya sebelum keluar dari kamar sang Nona.
"Hmm, selamat malam juga, Darya!" balas Ruby sebelum pintu kamarnya tertutup dari luar.
Cahaya lilin sudah dimatikan Darya sebelum ia keluar dari kamar sehingga kamar tersebut gelap dan hanya diterangi cahaya bulan yang menembus disela-sela gorden yang tertutup rapat.
🌿🌿🌿
Seorang pria dengan wajah ditutupi separuh topeng mengendap-endap keluar dari kamarnya dengan melompat dari jendela. Ia memakai pakaian hitam polos dan melompat tembok tinggi yang mengelilingi kediamannya tanpa hambatan.
Ia keluar dari lingkungan istana yang penuh tipu daya muslihat dan intrik dalam kegelapan malam yang hanya diterangi cahaya rembulan malam. Ia melompati atap rumah-rumah penduduk tanpa seorangpun yang melihat aksinya itu.
Sementara dibawahnya, beberapa orang dengan pakaian hitam juga berlari mengikutinya dengan beranggotakan empat orang disisi kanan dan empat lagi disisi kiri seperti mengawal pria bertopeng yang ada diatas atap.
Pria bertopeng sampai dirumah penghujung dan melompat memasuki hutan gelap yang sunyi.
"Keluarlah!" ucap pria bertopeng begitu mendaratkan kakinya ke rerumputan.
Delapan orang berpakaian hitam keluar dari semak-semak berdiri dibelakang pria bertopeng dan semuanya langsung menunduk hormat dengan kedua kaki bertekuk lutut diatas rumput.
"Hormat kami, Tuan muda!" ucap semuanya dengan kepala sedikit menunduk sekilas lalu kembali tegak dan siap menerima perintah.
"Malam ini lakukan tugas seperti biasanya tanpa meninggalkan jejak setitik pun! Kali ini kediaman Perdana Menteri sayap kanan yang akan menjadi target kalian dan Menteri Pertahanan yang menjadi pendukung royal Selir Agung Janice! Jangan sampai terluka meskipun hanya berupa sayatan kecil. Jika keadaan tidak berjalan dengan mulus, segera pergi tanpa harus menunggu kode dan usahakan untuk tetap saling menjaga satu sama lainnya. Kalian mengerti?" titah pria bertopeng dengan suara berat dan dingin.
"Baik, Tuan muda! Akan kami lakukan sesuai perintah anda!" jawab satu diantara mereka yang menjadi pemimpinnya.
"Bagus! Jika ada yang mencurigakan cukup amati dan jangan ikut campur jika tidak dalam bahaya!" sahut pria bertopeng lagi dengan tetap membelakangi mereka.
"Baik!" jawab semuanya dengan suara tegas yang tidak keras dalam kegelapan malam.
Satu persatu kedelapan pria berpakaian hitam pergi dengan melompati satu pohon ke pohon yang lain menuju tempat yang disebutkan oleh Tuan mereka dengan dua arah yang berbeda tanpa ada suara.
Hanya desiran angin malam yang berhembus menerbangkan jubah hitam yang menutupi tubuh tegap yang berdiri tegak ditengah gelapnya hutan dan malam.
🌿🌿🌿
"Nona, saya sudah membawa dua Dame yang Nona minta dan mereka sekarang masih dilantai bawah!" lapor Darya pada Ruby yang sedang duduk santai dibalkon kamarnya menikmati cahaya panas matahari pagi.
Saat ini cuaca tidak begitu panas dan lumayan cerah dengan perkiraan waktu pagi menjelang siang.
"Bawa mereka ke atas, ke ruangan tempat aku menerima tamu! Perintahkan pelayan untuk membuatkan teh mawar dan bawakan beberapa camilan agak berat karena aku sedikit lapar!" sahut Ruby sambil memberikan perintah dengan mata yang masih terpejam.
"Baik, Nona!" jawab Darya dengan langsung balik badan keluar dari balkon.
Ruby membuka matanya dan berdiri dari duduknya dengan wajah tenang setenang air yang mengalir.
"Kakak, tunggu aku disana! Kali ini dikehidupan ini, aku tidak akan membiarkan kalian berdua mati dengan mudah! Aku bersumpah dengan nyawa anakku dikehidupan lampau jika aku akan melindungi semua keluarga kita dan orang-orang yang setia bersama kita dari mereka-mereka yang menyakiti kita dikehidupan lampau! Janjiku akan tetap aku lakukan apapun rintangannya!" gumamnya dengan mata membara penuh dendam dan keyakinan yang kuat.
Tanpa sadar, Ruby menyentuh perutnya yang datar tempat bersemayam darah dagingnya di masa lalu. Setitik air mata keluar dari sudut matanya teringat akan calon anaknya yang meninggal tanpa bisa ia lihat.
"Jika diperkenankan lagi, Ibu ingin kau hadir kembali di rahim ini dengan benih yang berbeda!" bilik lirih Ruby pada angin yang berhembus.
Ia menguatkan hatinya kembali sebelum pergi meninggalkan balkon kamarnya untuk menemui dua Dame yang diberikan Charles untuknya.
"Dengan bantuan keduanya, aku yakin bisa mempersiapkan semuanya diam-diam tanpa ketahuan oleh ayah ibu dan Dame Charles sekalipun!" gumamnya lagi sambil berjalan keluar dari kamarnya.
Langkah kaki yang ringan membawa Ruby menuju sebuah ruangan yang ada dilantai dua tempat ia menerima tamu yang berkunjung untuk mengunjunginya.
Ruby membuka pintu ruangan tersebut, dua perempuan berpakaian ksatria langsung menunduk hormat begitu ia memasuki ruangan tersebut.
"Tidak perlu memberikan hormat begitu padaku! Cukup anggukan saja jika bertemu dengan ku! Silakan duduk dengan nyaman!" ucap Ruby dengan tersenyum lembut dan sorot mata yang tajam.
"Baik, Nona muda!" sahut keduanya dengan kompak dan patuh.
"Aku tidak ingin berbasa basi dengan kalian berdua! Aku ingin kalian berdua menjadi orang-orangku selain menjadi bagian militer keluarga Caleste dengan sumpah darah!" ucap Ruby langsung dengan suara tegas dan dingin kepada keduanya.
Bersambung...