Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Bukuik
"Kek!, iko garam jo aia putiah nyo". ( Kek!, ini garam beserta air putih nya) Ucap gura, sambil membawa garam dalam plastik, dan air putih dalam gelas.
Lalu Kakek Gura mengambil garam sedikit dan memasuk kan ke dalam plastik serta di beri air putih, setelah itu beliau, ya seperti orang-orang dukun baca mantra, bibir beliau komat-kamit.
"Tita! Ko ubek nyo, tibo di rumah suruah laki nyo minun saketek, sasudah tu, gusuak an ayia ko kakaki kaduo nyo, ka muko, dado sarato kaduo balah tangan nyo dih". (Titah! ini obat nya, tiba di rumah, suruh suami mu minum sedikit, setelah itu gosok kan kedua kaki nya, ke wajah, dada serta kedua tangan). Ucap Kakek Gura, sambil memberikan ramuan obat itu pada Titah.
"Jadi Mak Datuak, Tarimokasiah". ( Jadi Om Datuk, Terimakasih) Ucap Tita, sambil mengambil obat itu, dan meninggal kan uang seratus ribu.
"Iko Piti untuak apo lo ko". ( Ini Uang untuk apa ini) Ucap Kakek Gura.
"Untuak Mak Datuak, pambali rokok". (Untuk Om Datuk pembeli rokok) Ucap Tita.
"Ndak usah baagia pitih bagai, baok la". (Tidak usah beri uang, bawa saja). Ucap Kakek Gura sambil memberikan uang itu kembali pada Tita.
"Indak untuak pambali ubek do Mak Datuak, Ambo cuma ma agiah". ( Bukan untuk pembeli obat Om Datuk, cuma Aku memberi). Ucap Tita sambil berdiri.
"Kok yo baitu, tarimokasiah banyak yo la". ( Jika seperti itu, Terimakasih banyak ya!). Ucap Kakek Gura.
"Iyo samo-samo Mak Datuak, Ambo permisi dulu mak datuak". (Iya Om Datuk sama-sama aku permisi dulu)
"Oh! Iyo Hati-Hati di jalan yo!". ( Oh! Iya Hati-Hati di jalan ya!) Ucap Kakek Gura.
"Yoo!!. Anti, Uni pulang lu yo". ( Yaa!!. Anti, Kakak pulang ya,)
"Iyo Ni! Hati-Hati di jalan". ( Iya Kak! Hati-hati di jalan) Sahut Mama Gura.
"Da! Rama Ambo pulang lu yo!". ( Kak! Rama aku pulang ya!) Sahut Tita.
"Ya!, Ta! Hati-hati di jalan". Jawab Ayah Yana.
"Yo! Da!!". ( Iya! Kak!!"). Jawab Tita.
Yana dari tadi melihat mereka hanya celingak-celinguk serta bingung, sedikit-sedikit dia ngerti bahasa minang, tapi dia tidak bisa bahasa minang.
"Biasanya Papa suka nongkrong di warung, apa nggak nongkrong?". Tanya Mama Yana pada papa nya.
"Nggak!. badan ku terasa Capek, Mam!," Jawab Papanya Yana.
"Sakali-Sakali pulang kampuang elok juo Da!, main ka kadai, bia nak ba kumpua jo kawan lamo baliak". (Sekali-Sekali pulang kampung bagus juga Kak!, main ke warung, biar berkumpul dengan teman lama). Ucap Mama Gura pada Kakaknya, sambil tertawa.
"Labiah elok nan sangek rami, di simpang ampek subarang sungai tu Da!, ado Konter ampek tingkek nan bamerek Eria Parna Cell, tu nan rancak bana Da!". (Lebih bagus yang sangat ramai, di simpang empat seberang sungai Kak!, di sana ada Konter bermerek Eria Parna Cell, itu yang paling mantap Kak!). Ucap Mama Gura pada kakak nya Rama, sambil tersenyum seperti menyindir.
"Apa benar di sana sangat ramai Nti!, sudah lebih dari tiga belas tahun aku tidak kesana, seperti apa perubahannya negeri seberang ya?". Tanya Rama pada Adik nya.
"Cubo la main ka subarang tu, Jan lupo baranti di Konter Eria Parna Cell tu". ( Coba main ke seberang sana, jangan lupa berhenti di Konter Eria Parna Cell) Ucap Mama Gura pada Kakak nya.
"Besok saja Nti!, benar aku sudah lama tidak!". Sebelum ucapan Rama sampai, langsung di potong istri nya.
"Sudah!, main saja ke tempat mantan Papa itu, aku tidak cemburu". Ucap Mama Yana agak ngegas, lalu dia cemberut menatap suami nya.
"Upsss". Rama terkejut sambil memukul dahi nya.
"Dari mana mama tahu, itu Konter Ria!?". Tanya Rama pada Istri nya.
"Nama Konter nya, itu Anti yang bilang barusan". Jawab Mamanya Yana.
"Anti!, apa benar di simpang empat itu Konter Ria?". Tanya Rama pada Adik nya.
"Cubo la Uda main kasitu, bia nak tau". ( Coba Kakak main kesana biar tahu) Jawab Anti sambil tertawa.
"Ingat nama Konter nya". Ucap Mama yana.
"E, e, e" Ucapan Rama terhenti karena di sambung istri nya.
"Eria hanyo takadia mato nan ado di awak baduo, tapi indak takadia jodoh. (Eria hanya takdir mata yang pada kita berdua, tapi tidak takdir jodoh). Aku masih ingat SMS yang papa kirim kan terakhir kali pada dia, setelah itu papa ganti kartu". Ucap istri nya, kelihatan tidak senang.
"Ya ampun, sudah tiga belas tahun lama nya, kamu masih ingat SMS terakhir ku?". Tanya Rama pada istri nya.
"Ingatan perempuan itu lebih lama melekat nya, dari pada ingatan laki-laki". Jawab mama Yana.
Cuma Rama, Papa nya Yana tersenyum-senyum saja tampa menjawab, sambil menatap Istri nya.
Tadi mama sendiri yang nyuruh papa, sekarang cemberut". Ucap Rama.
"Tapi tidak untuk menemui mantan Papa, paham!". Ucap Leili.
"Ya! Mana papa tahu, itu Konter Ria, sudah hampir tiga belas tahun Papa tidak pulang, cuma Mama dan Yana yang pernah pulang". Jawab Rama.
Mama Gura, nenek nya, kakek, Yana, ayah Gura, mereka semua hanya senyum-senyum mendengar mereka bertengkar.
"Siapa yang mau menemui mantan pacar?!". Ucap Papa Yana.
"Ya!, siapa lagi kalau bukan Papa?". Ucap Leili.
"Ya!, sudah papa berangkat, jika mama yang nyuruh". Ucap Rama.
"Papaaaaaa!!!" Teriak Leili, seperti harimau mau menerkam saja, di sertai senyum mematikan.
*******
Saat hari libur sekolah, apa lagi ini bulan puasa, seperti biasa nya, mereka bertiga pergi menggembala kerbau, biasa nya Gura dengan orang bayaran harian kakek nya, sejak dia naik ke sekolah lima SD, kadang dia berdua dengan Aldi, saudara seibu nya, jika Yana libur dia ke kampung biasanya mereka berempat.
Setelah mereka bertiga tiba di kandang kerbau, Yana selalu memilih satu ekor kerbau yang paling besar, di antara lima ekor kerbau jantan yang besar-besar, yang satu ekor bernama Bukuik, dia mengerti dengan panggilan itu.
Kerbau jantan kakek Gura ini, termasuk lambang kedamaian peternak, pembawa rejeki dan anugerah tertinggi. Yang lebih bagus lagi kerbau jantan yang telah mati itu, kedua tanduk nya melingkari leher nya, dan ujung tanduk nya saling bertemu di bawah dagu nya, bukuik ini adalah anak kerbau itu.
Dari kecil jika Yana ke kampung, dan pergi menggembala selalu kerbau itu yang dia tunggangi. Sekarang cuma tinggal lima kerbau besar mereka, saat Gura masih duduk di kelas dua SD yang satu nya