NovelToon NovelToon
Sekretaris Idaman Bos Perfeksionis

Sekretaris Idaman Bos Perfeksionis

Status: tamat
Genre:Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Tamat
Popularitas:13.2k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.

Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.

Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 Insiden kecil

Sinar matahari pagi menyelinap masuk ke kamar kos kecil berukuran 3x3 yang dihuni oleh seorang gadis sederhana bernama Laras Sagita. Meski sempit, kamar itu tampak rapi dan asri.

Di sudut ruangan berdiri rak kayu mungil berisi tanaman-tanaman hias dalam pot lucu. Aroma lavender dari pengharum ruangan menenangkan hati siapa pun yang masuk.

Laras menatap bayangannya di cermin, mengenakan kemeja putih bersih dan rok hitam selutut. Rambut hitamnya diikat kuda, bibirnya mengembang dalam senyum gugup.

"Hari ini, masa depanmu ditentukan, Laras. Jangan lupa senyum... tapi jangan kayak orang gila juga," gumamnya sambil memberi kode semangat di depan cermin.

Dengan map biru di tangan dan tas selempang murahan di bahu, Laras turun ke halaman kos. Motor matic pinjaman milik Mbak Iis tetangga kamarnya sudah menunggu. Ia memakainya karena belum cukup modal untuk beli sendiri.

Baru saja menyalakan mesin, ia menghela napas dalam-dalam. “Bismillah. Semoga hari ini nggak ada yang aneh-aneh.”

Tapi nasib kadang suka bercanda.

---

Jalanan kota yang mulai padat membuat Laras harus menyalip sana-sini. Sesekali ia melihat jam tangan dan makin gelisah. Wawancara dijadwalkan pukul 09.00, dan jam sudah menunjukkan 08.41.

Ketika melewati lampu merah yang baru berubah hijau, sebuah mobil mewah di depannya tiba-tiba ngerem mendadak.

“Eh buset!” pekiknya.

BRAAAK!!

Motor Laras menghantam bagian belakang mobil itu dengan cukup keras hingga dia sedikit oleng, nyaris jatuh. Ia segera menepikan motor dan turun dengan wajah panik.

Dari mobil itu keluar seorang pria tinggi, mengenakan jas abu-abu dan sepatu hitam mengilap. Wajahnya tampan, tapi auranya dingin seperti freezer minimarket. Tatapannya menusuk.

“Lihat nggak, Mbak? Saya ngerem karena anak kecil nyebrang. Kalau ngebut terus begini bisa celaka,” katanya dengan suara tenang tapi tegas.

Laras mendekat dan memeriksa bagian belakang mobil. “Loh, cuma lecet dikit, Mas. Mobil segede gini mestinya tahan banting dong. Masa kalah sama motor pinjaman?”

Pria itu memijat pelipisnya. “Tetap saja. Ini mobil mahal. Lecet sedikit pun nilainya jatuh.”

Laras mendengus. “Ya ampun... mobilnya doang yang mahal, remnya kenapa nggak dikalibrasi? Tiba-tiba ngerem di jalanan rame. Saya kira truk tronton lagi berhenti, Mas.”

Pria itu memelototi Laras. “Mbak, tolong jaga sikap.”

“Oh iya, maaf ya... Tapi saya buru-buru, saya ada interview kerja. Masa saya ditahan gara-gara mobil Mas lecet? Motor saya mah kalau jatuh lecetnya nambah karakter. Mobil Mas, lecet dikit langsung baper.” ujar larang

Pria itu akhirnya menghela napas. “Sudahlah. Pergi sana, sebelum saya berubah pikiran.”

“Alhamdulillah. Terima kasih, Bang Mobil Baper!” ucap Laras sambil buru-buru kembali ke motornya.

---

Laras tiba di sebuah gedung tinggi menjulang. Di bagian lobi tertulis nama perusahaan besar: PT Revana Global Internusa. Ia memasuki ruangan dengan lutut agak gemetar.

Setelah mengisi buku tamu dan menyerahkan CV ke meja resepsionis, ia duduk di ruang tunggu bersama tiga orang kandidat lainnya.

Seorang mbak HRD datang dan tersenyum. “Laras?”

Laras berdiri cepat-cepat. “Saya, Mbak!”

“Silakan ke ruang wawancara lantai 5. Pak Revan yang akan wawancara langsung.”

“Oke!” jawab Laras semangat, meski dalam hati deg-degan.

---

Ruang wawancara di lantai lima tampak minimalis dan elegan. Laras duduk sambil mengatur napas. Ia menatap map di tangannya, berusaha tenang.

Pintu terbuka. Seorang pria masuk dengan langkah tegap.

Laras mendongak, dan detik itu juga, napasnya tercekat.

“EH?” seru Laras spontan. “ABANG MOBIL BAPER?!”

Revan berhenti sejenak, ekspresinya tak berubah. “Kita bertemu lagi, rupanya.”

Laras menutup mulutnya dengan tangan. “Eh, maaf, maaf! Maksud saya... Bapak yang tadi pagi, ya?”

Revan duduk dengan raut datar. “Silakan duduk. Mari kita mulai.”

Laras duduk dengan postur kaku, tapi mulutnya tak bisa dikunci.

“Saya nggak nyangka Bapak... eh, Mas... Pak... Ehh... Anda...” ujar Laras antusias

“Cukup. Mulai saja.”

Revan memotong dengan gaya CEO sejuta deadline lalu Revan menghela napas.

“Kita anggap tidak ada insiden pagi tadi. Fokus pada wawancara.” ujar Revan tegas

“Siap, Pak!” Laras menegakkan badan.

“Saya siap secara fisik, mental, dan spiritual!” jawab Laras sungguh sungguh

---

Wawancara berlangsung dengan nuansa tidak biasa.

Revan: “Apa motivasi Anda melamar posisi sekretaris?”

Laras duduk tegak. Mulutnya mulai jalan, seperti biasa, tanpa filter.

Laras: “Pertama, karena saya pengin kerja yang bisa duduk di ruangan dingin, Pak. Di kampung, panas banget. Kedua, jadi sekretaris tuh kayak di drama Korea, bisa ngetik cepat, pake rok span, saya pengin kerja dekat sama bos biar bisa nyari jodoh sekalian—eh, maksudnya... biar bisa belajar langsung dari yang berpengalaman.”

Revan menatap tanpa ekspresi dan menghela napas panjang, lalu menulis sesuatu di catatannya.

Laras melirik. Apakah itu tulisan “tolak dengan halus”? Pikir Laras

Revan: “Apa keahlian Anda?”

Laras: “Ngomong cepat, mikir kilat, bikin kopi enak, dan saya bisa menebak mood orang dari nada napas.”

Revan menaikkan alis.

Revan: “Nada... napas?”

Laras: “Iya. Misalnya nih, Bapak napasnya berat... pasti lagi kesel. Tapi diem-diem penasaran. Tapi gengsi.”

Revan menutup berkas lamaran, memijat pelipis.

Dalam hati: Kenapa dari sekian banyak pelamar, yang datang malah stand-up comedian dadakan?

Setelah menenangkan diri Revan mulai bertanya lagi

Revan: “Pengalaman Anda sebelumnya?”

Laras: “Belum pernah kerja kantoran, Pak. Tapi saya pernah jadi sekretaris RT di kampung. Nulis laporan, datain warga, ngatur rapat, dan nyediain kopi. Multitalenta, pokoknya.”

Revan: “Apa Anda bisa kerja di bawah tekanan?”

Laras: “Bisa banget. Di kampung, listrik sering mati pas lagi masak nasi. Saya bisa masak sambil ngipasin nasi manual. Jadi, soal tekanan, saya sudah terlatih, Pak.”

Revan: “Anda tahu siapa pemilik perusahaan ini?”

Laras mengangguk mantap.

Laras: “Tahu dong! Katanya CEO-nya muda, tajir, pinter, tapi judes. Tapi saya belum pernah lihat orangnya sih.”

Revan tersenyum miring.

Revan: “Selamat. Sekarang kamu sudah lihat.”

Laras sangat shock saat mengetahui itu semua.

Revan akhirnya tersenyum tipis—sangat tipis. Seperti bibirnya sendiri kaget kenapa bisa bergerak ke atas.

---

Wawancara selesai, Revan memejamkan mata sejenak. Laras berdiri dan mengulurkan tangan.

“Makasih ya, Pak Revan. Semoga saya keterima. Tapi kalaupun enggak, saya udah bahagia bisa wawancara sama korban saya tadi pagi.” ujar Laras berani dan tidak lupa senyum tengilnya

Revan membuka mata. “Saya belum memutuskan hasilnya.”

Laras tersenyum lebar. “Gak apa-apa, Pak. Kalau saya gak diterima, mungkin saya jodohnya bukan sama perusahaan, tapi sama bosnya.”

Revan menatap Laras lama. “Kamu ini...”

“Unik? Gokil? Aneh? Gak apa-apa, Pak. Saya udah sering dibilang begitu,” sahut Laras enteng

Revan bersandar di kursinya, menatap langit-langit. “Ya Tuhan... gadis itu... lucu banget, tapi kenapa bikin aku pusing?” batin Revan

Bersambung

1
Atik Kiswati
mksh buat ceritanya....
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 👍👍👍👏👏👏😘😘😘
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒊𝒃𝒖𝒓 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 👍👍👍👏👏👏😘😘😘
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒅𝒂" 𝒔𝒂𝒋𝒂 🤣😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒑𝒐𝒑 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒘𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒂𝒉 🤣🤣
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒅𝒂𝒔𝒂𝒓 𝒃𝒊𝒃𝒊 𝑵𝒖𝒓
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒊𝒓𝒂𝒊𝒏 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒕𝒘𝒊𝒏𝒔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒉𝒐𝒓𝒐𝒓 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒏𝒈𝒊𝒅𝒂𝒎𝒏𝒚𝒂 𝑳𝒂𝒓𝒂𝒔 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒆𝒕𝒖𝒍𝒂𝒓𝒂𝒏 𝒈𝒆𝒔𝒓𝒆𝒌 𝒋𝒅𝒏𝒚𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝑳𝒂𝒓𝒂𝒔 𝒉𝒂𝒎𝒊𝒍 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒘𝒊𝒏𝒔 𝒚𝒂 😄😄
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒂𝒓𝒂𝒔 𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒘𝒂 𝒔𝒂𝒏𝒕𝒖𝒚
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒖𝒍𝒂𝒊 𝒑𝒆𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒏𝒊𝒉 😅😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒅𝒂"𝒔𝒂𝒋𝒂 😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒆𝒓𝒖 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒌𝒂𝒚𝒂𝒌𝒏𝒚𝒂 😁😁
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒈𝒆𝒔𝒓𝒆𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 🤣🤣🤣
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑪𝒍𝒂𝒓𝒂 𝒈𝒂𝒌 𝒌𝒂𝒑𝒐𝒌"
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑨𝒓𝒈𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒉𝒂𝒕𝒊" 𝒍𝒉𝒐 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒎𝒂𝒖 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒊𝒏 𝒅𝒊 𝒈𝒓𝒖𝒑 𝑾𝑨 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒂𝒓𝒂𝒔 𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏 👍👍👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒂𝒓𝒂𝒔 𝒈𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕"𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒎𝒖 𝒄𝒂𝒎𝒆𝒓 😁😁
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒍𝒊𝒃𝒖𝒓𝒂𝒏 𝒚𝒈 𝒈𝒂𝒈𝒂𝒍 𝒕𝒑 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!