NovelToon NovelToon
Gairah Sang Papa Angkat

Gairah Sang Papa Angkat

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Cinta Terlarang / Cerai / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ni Luh putu Sri rahayu

menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Aldebaran masih berbaring di atas tubuh mungil Lilia, wajahnya terbenam dalam di dada gadis itu. Seolah berusaha melarikan diri dari kenyataan.

Lilia yang masih terdiam, diam-diam memperlihatkan Aldebaran, matanya memancarkan rasa ingin tahu dan gugup. Di sertai semburat merah di pipinya karena jarak diantara mereka begitu dekat.

"Papa..." suara Lilia terdengar lembut seperti bisikan. "Jika Papa ada masalah, Papa bisa ceritakan pada Lilia, Lilia akan, mendengarkan, apapun itu."

Suasana hening sesaat, hanya terdengar suara hembusan nafas berat Aldebaran yang terasa hangat di dada gadis itu.

"Lilia aku tidak mau membahas apapun." Ujar Aldebaran, suaranya terdengar berat, dan nyaris bergetar seolah ada beban berat yang tak ingin ia ungkapkan. tatapannya tetap tersembunyi, namun nada suaranya penuh dengan kelelahan dan kepedihan yang coba ia sembunyikan.

"Aku benar-benar menjadi orang bodoh," gumam Aldebaran dalam hati, penuh penyesalan yang menusuk, "aku mencari pelarian... Hanya agar aku merasa nyaman..."

pikirannya di penuhi kebencian terhadap dirinya sendiri, sementara itu dadanya terasa sesak oleh beban yang tak bisa ia bagi pada siapapun. Kata-kata itu terus menggema dalam dirinya membawa rasa sakit yang kian membebani.

"Memangnya apa yang aku harapkan dari gadis kecil sepertinya..." Bisik Aldebaran lirih, rasa sakit di hatinya semakin dalam.

"Papa..." Panggil Lilia lagi, "Kalau Papa tidak cerita bagaimana Lilia bisa membantu Papa."

Aldebaran tersentak, "Ini bukan hal yang bisa kau bantu sayang." jawab Aldebaran, semakin mempererat pelukannya dan kini wajahnya benar-benar terbenam di bubuh Lilia.

"Papa, membuat Lilia geli, tahu! Papa itu sudah dewasa tapi masih saja seperti anak-anak." Ejek Lilia dengan nada menggoda, perlahan tangan mungil gadis itu melingkar di bahu Aldebaran.

Perlahan sentuhan kecil itu, membawa kehangatan ke dalam tubuh Aldebaran, perlahan Aldebaran memejamkan matanya, diam-diam membiarkan perasaan itu menyusup ke dalam hatinya membuatnya merasa nyaman dan melupakan rasa sakit yang membebaninya selama ini, meski hanya untuk sementara.

"Papa dengar Lilia tidak, sih?"

Diam-diam Aldebaran tersenyum, sebuah senyuman pahit yang ia sembunyikan di balik pelukannya, pelan-pelan Aldebaran mulai menyembunyikan rasa sakit di hatinya, "Memang lebih baik kau tidak tahu saja, Lilia." Gumam Aldebaran di dalam hati. Mencoba bersikap seolah tak pernah terjadi apapun pada dirinya hari ini.

Aldebaran mengangkat wajahnya, perlahan lalu menatap Lilia dengan ekspresi dengan ekspresi lelah yang di lebih-lebihkan. "Lilia, Papa ini capek! CAPEK BANGET! Papa baru pulang kerja, tahu! Apa kau tidak kasihan sama Papa? Apa kau tidak mau memanjakan papa sebentar saja?" keluhnya, dengan ekspresi wajah seperti anak kecil yang sedang merajuk, namun di buat dengan dramatis.

dia menundukkan matanya dengan gerakan yang berlebihan. "Kau tidak lihat mata Papa ini?" katanya dengan nada dramatis, sambil menunjuk matanya yang sembab setelah menangis. "Papa MENANGIS DARAH, Lilia! MENANGIS DARAH!! Demi menghidupimu, sayang!!" serunya seolah sedang bermain drama di atas panggung drama, lengkap dengan suara yang di buat sengau dan lirih, seperti seorang aktor yang sedang kehabisan tenaga.

Lilia hanya menatapnya dengan ekspresi datar, lalu mengelap nafas panjang, menahan tawa yang nyaris pecah, "Papa drama bangat, tahu!" dengan senyum kecil di ujung bibirnya.

"Ih! Minta di manja saja susahnya minta ampun!" Protes Aldebaran dengan ekspresi kesal yang dibuat-bua, seperti anak kecil yang tidak mendapatkan permen. Ia perlahan melepaskan pelukannya, dan bangkit dari sofa, lalu berjalan menuju meja makan langkahnya berat seolah menunjukan betapa 'menderita'-nya dirinya.

"Papa, mau kemana?" Tanya Lilia, memiringkan kepalanya dengan bingung setelah tiba-tiba saja Aldebaran melepaskan pelukannya.

"Makan!" jawab Aldebaran singkat, tanpa menoleh ke belakang, membuat dirinya terlihat seperti tokoh drama yang tengah merajuk. Namun, diam-diam, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. Mungkin sebaiknya seperti ini saja." Gumamnya pelan, cukup pelan agar Lilia tak mendengarnya.

Aldebaran menarik kursi dengan suara yang nyaring, lalu ia duduk di meja makan. Ia mulai mengambil makanan dan menyuapkannya ke mulutnya dengan gerakan penuh keangkuhan.

"Katanya tidak mau makan," sindir Lilia, sambil menyilangkan tangan di dada.

Aldebaran melirik dari ekor matanya, tapi menjaga nada bicaranya tetep datar. "Lilia, kau sudah memasaknya, jadi papa akan memakan masakanmu, lagi pula, ini hasil Papa memeras keringat seharian." ucapnya sambil menekankan kata-kata terakhirnya seperti seorang pahlawan perang.

Lilia mendengus geli, lalu balas menyindir dengan nada menggoda. "Tidak bisanya papa akan mempermasalahkan uang yang hanya sedikit itu? Bisanya papa akan bilang 'KURAS HARTAKU, SAYANG! SALDOKU HANYA UNTUKMU!' begitu, kan?"

Belum selesai Lilia bicara, Aldebaran yang baru saja menyuap makanan tersedak hebat. Ia langsung memukul-mukul dadanya sambil terbatuk-batuk, wajahnya memerah karena kaget sekaligus malu. "Hah... Hah... LILIA!" serunya di antar batuk, sementara Lilia terkekeh tak bisa menahan tawanya.

"Papa itu terlalu drama, Tahu!" ujar Lilia lagi, sambil masih berusaha menahan tawanya yang meledak, membuat Aldebaran hanya bisa mendengus kesal sambil berusaha menenangkan tenggorokannya yang masih terasa panas.

"Dasar anak ini!" gumam Aldebaran setengah kesal, kemudian melanjutkan makannya meski tenggorokannya masih terasa panas akibat tersedak tadi. Ia melihat ke arah ruang tengah, melihat Lilia yang sedang duduk santai memindah-mindah acara TV seolah tak terjadi apa-apa.

Lilia duduk dengan santai di sofa sambil menonton, ia bersandar di sofa sesekali senyum kecil muncul di bibirnya—sebuah senyum kepuasan penuh kemenangan setelah ia membuat Aldebaran kesal olehnya.

Aldebaran menghela napas, memandang punggung Lilia sambil memijat pelipisnya, separuh kesal, dan separuh takjub. Namun ada secercah rasa yang tak bisa dia sembunyikan di balik frustasinya.

Setelah selesai makan, ia meletakan peralatan makannya di wastafel dengan hati-hati, kemudian dengan gerakan yang terukur Aldebaran melipat lengan kemejanya hingga ke sikut memperlihatkan lengannya yang kokoh, ia menyalakan keran air dan mulai mencuci piring. Namun sesekali Aldebaran mencuri pandang meliat Lilia yang sedang duduk di sofa sambil sesekali ia tertawa kecil saat tayangan yang ia tonton menampilkan adegan yang lucu.

"Memang harus seperti ini," ucap Aldebaran lirih lebih seperti gumaman terhadap dirinya sendiri, "aku tidak bisa terus hidup di masa laluku," kini suaranya sedikit bergetar seolah berat mengakui kebenaran itu.

Bayangan masa lalu yang penuh luka dan kekecewaan melintas di pikirannya membuat dadanya terasa sesak, namun dengan segera ia menutup matanya seolah mengusir kenangan pahit itu. "Sekarang aku sudah memiliki Lilia sebagai putriku itu sudah cukup." ucapnya kini lebih tegas, seolah-olah kata-katanya adalah penegas untuk dirinya sendiri.

Ia menatap lembut punggung gadis itu yang masih asik dengan dunia kecilnya. Tanpa ia sadari sebuah senyum kecil terukir di bibirnya.

"Sudah saatnya aku melupakan Diana dan fokus pada kehidupanku." batin Aldebaran, meski ia tahu ia tak akan bisa melupakan wanita yang pernah mengisi kehidupannya sebelumnya.

Setelah mencuci piring Aldebaran merapikan piring dan meletakannya di rak piring. kemudian Aldebaran mengingat buket bunga lili yang ia beli yang masih tertinggal di dalam mobil.

"Astaga! Aku lupa bunganya." kata Aldebaran, lalu ia bergegas keluar dari apartemennya.

"Papa, mau kemana?" tanya Lilia.

"Papa, keluar sebentar! Ada barang yang tertinggal." Jawab Aldebaran sedikit tergesa sebelum akhirnya menutup pintu apartemennya untuk menuju parkiran.

Bersambung....

1
Bunda
nyimak kak 🙏🏻
DonnJuan
keren kak
Elizabethlizy
kalo berkenan mampir juga yaa kelapak ku makasih
Erlin
mampirr balikk kaaa, semangattt
Erlin
semangat kaa, ceritamu kerenn, dan jangan lupa mampir yaaa
Azthar_ noor
aldebaran .... oh aldebaran ... andin mengkhianatimu jadian lagi sama lilia... heheh semangat thorrr
Serenarara
Lagian sekelas CEO masa kasih yang diskon? /Chuckle/
ARIES ♈: kata papa "Lilia, kita harus berhemat, tanggal tua! kalo gak mau jatah skincare-nya papa potong." 🤭🤭
total 1 replies
Author Sylvia
jangan buat Aldebaran jadi cowok plin plan dan playboy ya Thor.
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️
ARIES ♈: terimakasih dukungannya kak, di usahain... biar gak play boy..🫠🫠
total 1 replies
Serenarara
Dasar nggak peka, huh. /Smug/
Serenarara
Wayolo...dia pedo thor?
Serenarara
/Sweat/ Pak, please lah...waras dikit kek
Serenarara
Hajar bang hajar!
Little Fox🦊_wdyrskwt
keren... ceritanya bagus/Determined/
Little Fox🦊_wdyrskwt
semanngat mampir juga say
Anyelir
Aldebaran uy, wkwkwk
Cappie
Jan lupa mampir ya
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Next Thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!