"Oke. Dua Cinnamon Pumpkin Chai latte," jawab gue sambil mencatat di kasir. Gue perhatikan dia. "Kalau mau sekalian nambah satu, gue kasih gratis, deh!"
"Lo kira gue butuh belas kasihan lo?" Nada suaranya ... gila, ketus banget.
Gue sempat bengong.
"Bukan gitu. Lo, kan tetangga. Gue juga naruh kupon gratis buat semua toko di jalan ini, ya sekalian aja," jelas gue santai.
"Gue enggak mau minuman gratis. Skip aja!!"
Ya ampun, ribet banget hidup ini cowok?
"Ya udah, bebas," balas gue sambil mengangkat alis, cuek saja. Yang penting niat baik sudah gue keluarkan, terserah dia kalau mau resek. "Mau pakai kupon gratis buat salah satu ini, enggak?"
"Gue bayar dua-duanya!"
Oke, keras kepala.
"Seratus sebelas ribu," sahut gue sambil sodorkan tangan.
Dia malah lempar duit ke meja. Mungkin jijik kalau sampai menyentuh tangan gue.
Masalah dia apa, sih?
────୨ৎ────
Dear, Batari Season IV
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Korban Salah Tangkap
...Ailsa...
...────୨ৎ────જ⁀➴...
Telinga gue berdenging, kepala berputar-putar waktu gue dengar dengan horornya, apa yang sudah terjadi sama Nauru dan Hazerrie.
Enggak adil banget. Dan semua itu gara-gara ulah adik gue ... mungkin juga Papa. Gue benar-benar enggak bisa mencerna semua ini.
Papa sebenarnya orang baik. Dia pekerja keras buat keluarga. Perusahaan investasinya juga sering bantu organisasi masyarakat. Gue enggak terbayang dia bisa setuju sama hal kayak begini.
Gue ingat, pernah dengar-dengar sedikit soal Nauru dan Hazerrie, tapi ternyata gue enggak tahu kalau separah ini.
"Lo baru empat belas tahun dan mereka nangkap lo gitu aja?" gumam gue, sambil akhirnya memaksa diri buat menatap dia.
Gue harus merasakan apa saja yang sudah dia lalui karena keluarga gue. Gue harus mengerti semuanya, minta maaf, dan cari cara buat perbaiki semua ini, sebisa gue.
"Iya. Awalnya, kita dikasih tahu kalau gue bakal di sana selama enam bulan, Hazerrie setahun. Katanya itu durasi yang pas buat umur kita, katanya sih, gitu. Kita dibikin kelihatan kayak sampah di depan hakim. Dua bocah bandel. Yang satu Papanya di penjara, yang satu lagi malah enggak punya orang tua yang peduli. Jadi ya udah, kita dikasih hukuman paling parah. Padahal kita enggak ngelakuin apa-apa."
"Lo cerita ke hakim?"
"Kita cerita ke siapa aja yang mau dengar. Tapi lama-lama, kita berhenti cerita. Soalnya pengacara gratisan kita bilang, kalau protes, kita malah bikin semuanya makin parah. Mereka nyuruh kita minta maaf dan terima aja sama hukuman yang dikasih."
"Lo lakuin?"
"Jelas, enggak, lah. Enggak ada dari kita yang mau minta maaf buat hal yang kita enggak lakuin. Tapi ya ... kita berhenti ceritain versi kita karena memang enggak ada yang peduli. Parahnya lagi, si Onny duduk di pengadilan waktu itu, tapi enggak berani lihat mata kita. Dia tahu ... gue yakin. Tapi malah bilang dia enggak ingat apa-apa, dan gue lihat ada rasa bersalah di mukanya. Sampai sekarang pun, tiap kali gue ketemu sama dia di jalan, gue masih lihat tatapan itu. Kayaknya Poyyan juga akhirnya ngerti, kalau Bokap lo benar-benar ngelindungin adik lo dan orang-orang yang terlibat."
Gue geleng-geleng kepala. "Gue enggak bisa bayangin Papa sampai tega masukin anak enggak bersalah ke penjara buat kejahatan yang mereka enggak lakuin." Tapi saat kata-kata itu keluar dari mulut gue, gue jadi berpikir ... sebenarnya Papa bisa saja melakukan itu.
Gue mulai meragukan semuanya sekarang. Semua hal soal adik gue ... dan tragedi sama Jully. Gue tahu Papa memang peduli banget sama citra dan nama baik. Tapi ini, sih sudah kelewatan banget.
Tatapan dia jadi lebih lembut, "Gue tahu lo sayang bokap lo, tapi bokap lo sama adik lo tuh tahu persis apa yang sebenarnya terjadi, Ailsa. Gue cuma mau lo mikir benar-benar ... oke?"
"Oke ...." Gue mengangguk pelan, sambil usap air mata yang terus jatuh.
"Kalau bokap lo harus milih antara nyelametin adik lo dari masalah atau nyelametin gue sama Hazerrie ... lo benaran yakin dia bakal lakuin hal yang benar waktu dia kepepet? Humm? Coba pikir, gimana dia ngadepin kasus lo sama Jully."
Tenggorokan gue langsung merasa terganjal, suara gue gemetar. "Maksud lo apa?"
Padahal ... gue tahu banget maksud dia.
"Ayolah, Ailsa. Lo lulusan kuliahan, cewek pintar, pebisnis. Lo benaran percaya ada skenario di mana bokap lo bisa dapat surat larangan (Restraining Order) buat anak perempuan yang udah dewasa, TANPA harus melapor ke polisi? TANPA tanda tangan lo juga? Surat itu dirahasiain, dan lo bahkan enggak pernah lihat surat itu sendiri ... apa gunanya surat larangan itu kalau orang lain pun enggak tahu kalau si berengsek itu harus dijauhin? Kenapa malah disembunyiin?"
Kata-kata dia berputar di kepala gue. Semuanya enggak masuk akal. Tapi ... gue percaya Papa.
Ya, tentu saja gue percaya.
Meski sebenarnya gue sudah merasa aneh. Dia suruh gue buat jangan kasih tahu Mama soal itu. Surat larangan ... yang bahkan gue enggak pernah lihat sama sekali.
Dan sekarang, setelah dengar semua yang terjadi ke Nauru dan Hazerrie ... jadi Papa gue adalah dalang dari semua ini.
Caspian masih kecil waktu itu. Dia enggak mungkin bisa melakukan semua itu sendirian.
"Jadi ... lo benaran harus tinggal di sana enam bulan dan Hazerrie setahun?"
Dia angkat tangannya, taruh di kedua sisi wajah gue, ibu jarinya mengusap air mata gue.
"Enggak. Mama gue nyari orang yang mau dengar cerita kita. Akhirnya dia nemu satu orang yang mau bantuin secara gratis, dan dia yang bantu bebaskan kita lebih cepat. Kita enggak pernah tahu jelas gimana caranya, tapi gue cuma tiga bulan di sana, dan Hazerrie delapan bulan."
"Gue ... gue benaran minta maaf," bisik gue pelan, suaranya nyaris enggak keluar. "Lo pasti takut banget waktu itu."
"Dengarin gue, Ailsa." Suara dia tenang banget, stabil. Dia menunggu sampai gue melihat matanya. "Gue enggak bakal manis-manisin cerita ini. Itu neraka, Ailsa. Banyak hal menyakitkan yang terjadi di sana. Tapi kita selamat. Hazerrie jadi pengacara sukses gara-gara semua itu. Gue sendiri jadi petarung yang jauh lebih kuat. Gue belajar dari hal itu gimana caranya bertahan, dan tiga bulan di neraka, bikin gue jadi orang yang lebih tahan banting."
Gue langsung maju, peluk dia erat banget, tangan gue mengelilingi lehernya sampai napas gue habis.
Semua rasa yang gue tahan-tahan ... menumpuk jadi satu.
sampe Nauru akhirnya mau minuman gratis di cafe Ailsa 🤭
walau di cerita awal, Caspian itu adiknya tapi disini jd kakaknya, gpplah. mohon lanjutannya Thor 🙏🙏🙏🙏