Wedding Agreement

Baju kemeja yang baru menempel di tubuh Nara terpaksa harus dibuka kancingnya hingga menampakkan permukaan kulit yang begitu menggoda dengan dua gundukan kenyal di atasnya.

Tak ada cinta apalagi rasa ingin memiliki , Aryan hanya tahu gairahnya yang tersulut malam ini harus dituntaskan dengan sempurna. Ia membuka ****** ***** Nara hingga celana itu terlepas dengan sempurna, Aryan melihat bagian inti Nara yang sudah basah.

" Keterlaluan banget nih obat. Belum juga di apa-apain efeknya sudah begini. " gumam Aryan makin menggelora dengan napas yang sudah tak karuan.

Tidak ada babak pemanasan apalagi kecupan mesra layaknya pasangan yang melakukan hubungan badan karena Aryan tidak pernah menyematkan sebuah rasa apapun pada tiap wanita yang ditidurinya.

Bak singa kelaparan , Aryan langsung memposisikan dirinya di atas tubuh Nara lalu meraba permukaan kulit gadis itu hingga ia menggeliat geli . Tak disangka Nara membuka matanya lebar-lebar membuat Aryan menghentikan sementara gerakannya menunggu reaksi gadis itu selanjutnya.

Sementara Nara mengerutkan kedua alisnya memandang wajah Aryan tanpa perasaan benci atau pun dendam seperti yang ia lakukan setelah hubungan mereka yang pertama beberapa waktu lalu.

" Siapa aku? " tanya Aryan pada Nara yang kemudian menggeleng . " Kamu tidak mengenaliku? "

Bukannya menampik, Nara malah mengalungkan kedua tangannya ke leher Aryan dan memainkan jemarinya naik turun ke area tengkuk pria itu, yang sebenarnya adalah area yang cukup sensitif untuk Aryan karena dengan di elus aja membuat gairahnya semakin membara.

" Kamu menantangku, hem? Jangan salahkan aku kalau nanti kamu menyesal. " ucap Aryan menyeringai tanpa ingin mengecup bibir Nara padahal gadis itu sampai mengangkat kepalanya mendekati wajah pria itu.

Namun Aryan tak bisa mencium gadis itu. Karena tak ada kata cinta atupun kasih sayang dalam kamus hidupnya . Aryan hanya tahu menyalurkan hasrat pada gadis yang rela menyerahkan tubuhnya dengan sadar dan tanpa paksaan . Meski malam ini tentu berbeda karena Nara sendiri pun tidak mengenal dirinya saat ini.

Aryan segera memasukan senjata pamungkasnya ke inti Nara yang sudah basah karena efek obat perangsang yang di minumnya.

" Awwhh. " pekik Nara kemudian, dahinya mengernyit merasakan perih dengan luka bekas pendarahan yang bisa saja menimbulkan trauma di permukaan kulitnya. "Eemmh." dessahnya kemudian saat Aryan memasukkan miliknya lebih dalam.

Mendengar dessahan Nara yang memanjakan telinganya Aryan pun memejam dan mendorong tubuhnya secara perlahan dulu demi mendengar lenguhan demi lenguhan Nara yang semakin mengobarkan gairahnya malam ini.

Nara melepaskan tautan tangannya pada leher Aryan lalu meremas permukaan selimut dan mendessah manja nan menggoda.

" Owh, kamu begitu seksi El. " dessah Aryan sangat menyukai wajah dan lenguhan Nara saat berada di bawah tubuhnya. Dorongan demi dorongan kemudian dinaikkan tingkat kecepatan dan hentakannya.

Tak disangka Nara kemudian mencengkram kedua lengan Aryan dengan maksud ingin membalikkan posisi mereka. Namun Aryan yang tak pernah didominasi oleh wanita itu jelas tak mengizinkan siapapun berada di atasnya. Ia harus tetap memimpin permainan.

Sampai sekian lama berlalu dan Aryan sungguh menikmati adegan ranjangnya meski nyatanya semu karena Nara tidak pada posisi yang sadar. Hingga Aryan sendiri mencapai puncaknya, ia mengerang hebat dengan deruan napas yang tak beraturan.

Kemudian Aryan melepas senjatanya ,ia memastikan tidak ada darah yang keluar seperti malam sebelumnya.

...----------------...

Pagi harinya kedua mata Nara mengerjap saat semburat mentari pagi memasuki celah tirai jendela besar hingga langsung menyembur ke wajahnya.

" Ssshhh! " desisnya merasakan kepalanya berputar dan tulang-tulangnya terasa patah.

Langit-langit kamar menjadi pemandangan pertama yang dilihat gadis itu sampai ia mengumpulkan kepingan nyawa untuk dijadikan satu dalam memorinya .

" Astaga, kenapa aku? Awwhh!" Nara memijat pelipisnya hingga sejurus kemudian ia terhenyak dan membuka lebar kelopak matanya.

" Hah! " Nara sontak bangun dari posisi tidurnya dan menyisir tubuhnya yang mengenakan kemeja kedodoran dengan kancing terbuka hingga menunjukkan lekuk tubuhnya . " Ya Tuhan, ada apa ini? " pekiknya ketakutan dengan tubuh langsung gemetar.

Dilihatnya sekeliling dan ingatannya langsung memutar kejadian pemerko*saan yang menyakitkan beberapa hari lalu. "Kenapa aku bisa di sini lagi? "

Dengan napas menderu cepat , Nara buru-buru turun dari ranjang dan mencari pakaiannya , namun ia hanya menemukan ****** ***** di atas lantai karpet.

" Brengssek! " umpat Nara saat sudah menyisir ke seluruh kamar namun tak menemukan pakaiannya satu pun. Saat mengangkat kedua tangan dengan lengan kemeja pria, Nara baru sadar terakhir kali ia mengenakan pakaian super minim dan berada dengan banyak pria badjingan di tempat karaoke.

Merasa trauma dengan ruangan ini, Nara terpaksa mengancing kemejanya lalu mencari apa saja yang bisa ia kenakan sebagai bawahan . Ia membuka lemari pakaian milik Aryan, namun tak menemukan apapun yang bisa ia pakai dengan posturnya yang tidak seberapa tinggi.

Nara melihat bayangan dirinya di cermin , Nara rasanya ingin muntah saja. " Pria bedjat! " murka Nara membayangkan apa yang Aryan perbuat padanya dengan kondisi yang mengenaskan ." Aku harus pergi dari sini. "

Menyisir kemeja yang menjuntai panjang sampai atas lututnya , Nara berpikir baju ini masih seperti dress pendek dan ia harus tetap pergi. Tak menemukan barangnya sedikit pun di sini, Nara terpaksa pergi meski tanpa alas kaki pula. Ia membuka pintu kamar lalu menoleh ke sekeliling mencari pintu keluar.

" Nona, anda mau pergi kemana? "

Deg !

Sebuah suara wanita yang sekian detik menghentikan langkah Nara tanpa berani ia menoleh. Dengan emosi berujung amarah di ujung kepalanya , Nara tak ingin menangisi nasibnya yang sudah jatuh tertimpa tangga.

Ia terus berjalan tergesa bak korban penculikkan yang akan kabur menuju pintu keluar. Nara membuka paksa pintu itu hingga ia berhasil keluar tak peduli bi Ina memanggilnya tadi.

Nara berlari menuju pintu lift sebagai satu-satunya akses yang ia lihat saat ini. Namun dengan fasilitas penthouse mewah ini , Nara yang bukan penghuni jelas tidak memiliki akses apapun meski hanya sekedar ingin masuk ke dalam lift .

Ia memencet tombol turun namun lampu tak juga menyala. " Ayolah, please! " gadis itu hanya berharap ada seseorang yang bersamaan dengannya membuka lift itu karena satu lantai gedung ini hanya diperuntukkan satu penthouse saja.

Ting!

Suara pintu lift terbuka dan Nara yang hanya bisa mondar -mandir menunggu itu akhirnya merangsek masuk saat Herlina akan melangkah keluar bersama pengikutnya dan ia menatap ada seorang gadis yang baru saja keluar dari kediaman pribadi cucunya .

Oma Herlina yang berniat melangkah keluar mendadak mematung, ia penasaran dengan gadis di hadapannya ini. Hubungan apa yang Aryan miliki bersama gadis ini, pikir Herlina.

" Terima kasih, tolong ke lantai dasar . Saya mohon!" kedua tangan Nara sudah ditangkupkan dengan wajah memohon dan air mata yang tumpah meski sekuat tenaga ia menahannya.

Oma Herlina yang heran dengan wajah sendu gadis itu mendadak mengikuti apa yang gadis itu inginkan. Biarlah ia tak jadi mengunjungi Aryan hari ini, ia lebih tertarik untuk mencari tau siapa gadis dihadapannya saat ini.

.

...****************...