Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Gairah Panas
Dia melepas beberapa kancing bajunya dan berjalan mendekat. Dewa naik perlahan ke atas kasur seperti hewan buas yang tidak mampu menahan amarah, Matanya tajam menatap diriku, jantungku rasanya ingin meledak, aku berusaha mundur dan menjauh, hingga terhenti oleh sandaran kasur.
"Aku melihatmu bersamanya" Bisiknya dengan suara yang teramat dingin. "Di taman, di rumahku, di malam keluargaku merayakan keberhasilan kami"
Aku hanya menggeleng kecil ketakutan, menatap matanya yang tajam tanpa belas kasihan. Berusaha menjelaskan bahwa ia salah paham.
Wajahnya mendekat, Terlalu dekat. Aku bisa mencium aroma tajam dari napasnya yang penuh emosi, lalu dengan paksa, dengan sangat kasar dia mencium bibirku, bergulat seperti sedang kerasukan, aku tidak bisa bernapas, sangat kasar hingga kepalaku tidak bisa menahan berat dari dorongannya. Tanganku berusaha mendorong tubuh besar itu, lalu tiba tiba aku merasakan satu tangan besarnya berusaha membuka bajuku dengan paksa.
Dari bawah sana aku merasakan tangannya menelusuri pahaku hingga menyentuh sesuatu di sana.
"Dewa...Jangan..." suaraku pecah, aku memalingkan wajahku tidak ingin lagi merasakan amarah yang ia lampiaskan pada bibirku. aku berusaha menarik diri. Tapi cengkramannya terlalu kuat, dan tatapannya terlalu dalam- Penuh luka dan kemarahan yang tak tertahankan. Melihatku yang hampir menangis.
Tiba tiba, Dia berhenti.
Tangannya terlepas, Napasnya memburu, dia menatapku sejenak, lagi lagi melihat aku yang berusaha menjauh darinya. Seolah ditampar kenyataan, Dewa menjauh, turun dari kasur dan membelakangi ku. Tangannya menggepal di sisi tubuh, dia sedikit menoleh ke arahku.
"Kau membuatku jijik, Nadira" Katanya lirih namun tajam.
Aku tercekat, menatap punggung besar itu, berusaha berbicara, ingin menjelaskan,namun aku terlalu takut untuk mengeluarkan sebuah kalimat.
"Bersikap seolah olah aku tidak pernah menyentuhmu...tapi kau sendiri tidak ingin aku sentuh" Dia tertawa kecil, "Memuakkan"
Lalu dia melangkah dengan cepat menuju pintu kamar.
BRAK!
Pintu kamar tertutup dengan suara keras, Aku memejamkan mataku sejenak, mendengar langkah Dewa yang semakin menjauh, meninggalkanku di kamar ini...sendirian.
Aku terdiam diatas kasur, Tubuhku masih gemetar, jantungku berdetak dengan cepat, aku memeluk kedua lututku, Berusaha meredam semua rasa takut yang menguasai tubuhku. Mengingat saat Dewa mendekat dengan semua amarah di wajahnya, Saat dia mencoba menyentuh diriku dengan cara yang tidak seharusnya.
Air mata turun tanpa tertahan, jatuh satu per satu. terasa panas dipipiku mengalir terjatuh hingga membasahi baju.
Saat itu aku menyadari dua hal...
Pertama, Aku tidak bisa menjelaskan kepada Dewa tentang pertemuanku dengan Hans, aku tidak bisa menyampaikan semua hal yang ingin aku katakan agar Dewa tida salah Paham dengan apa yang terjadi di rumah keluaranya tadi.
Kedua, Aku memberinya alasan untuk benar benar membenciku. Dalam pikirannya aku menuntut perhatian, namun lari saat dia mencoba untuk mendekat, reaksi spontan tubuhku yang menolak saat dia mendekat- Terlihat seolah aku menolaknya sebagai seorang suami. Dia pasti mengira aku memainkan dua wajah, Seolah menjadi istri yang tersakiti karena tidak pernah merasakan sentuhan seorang suami, namun disisi lain aku seperti seorang wanita yang bermain dengan lelaki lain dan menolak sentuhannya. Membuat Dewa benar benar memiliki alasan untuk jijik kepadaku.
Dan mungkin...Mungkin dimatanya aku tidak pantas lagi disentuh.
Mungkin sekarang aku bukan lagi istri yang tidak dicintai- tetapi juga perempuan yang memuakkan.
.hans bayar laki2 tmn SMA itu