Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAAB 17
Hotel mewah itu berdiri angkuh di jantung kota Jakarta. Lampu-lampunya berpendar keemasan menembus gelapnya malam. Galih berjalan menyusuri lorong sunyi, jantungnya berdetak pelan namun berat. Tangannya mengetuk pelan pintu kamar bernomor 312.
Tak ada jawaban selain suara wanita dari dalam:
“Masuk saja… pintunya ngga dikunci kok.”
Galih membuka pintu dan melangkah masuk. Aroma parfum mahal langsung menyambutnya. Seorang wanita berdiri membelakangi jendela besar, tubuhnya hanya dibalut handuk putih. Siluetnya memancarkan kemewahan dan sensualitas.
Galih menarik napas panjang. Dia berjalan pelan mendekat dan, seperti biasanya, memeluk wanita itu dari belakang… sebuah kebiasaan lama yang seperti sudah otomatis.
"Bau Tante harum sekali"
Namun ketika wanita itu berbalik dan menatapnya—Galih membeku.
“Tante Liana?!”
Tante Liana tersenyum tipis. Tak ada rasa bersalah di wajahnya—hanya kerinduan yang dalam dan penuh hasrat.
“Galih… kenapa kau lepaskan? Aku... sudah tak tahan hidup tanpa belaianmu. Aku rindu pada sentuhan-sentuhan manjamu…”
Tangannya meraih tangan Galih, menuntunnya untuk menyentuh dirinya, seperti seperti malam-malam indah dulu yang ingin ia ulang kembali. Tapi Galih hanya menatapnya dengan mata kosong. Perlahan, dia melepaskan genggaman Tante Liana.
“Maaf, Tante. Aku… aku nggak bisa.”
Tante Liana mendekat.
“Apa karena Lauren? Kalian sudah nggak ada hubungan apa-apa, kan? Dia nggak akan tahu. Tidak akan ada yang tahu, Galih. Kita bisa seperti dulu lagi…”
Galih menunduk. Hatinya bergejolak. Suara masa lalu berteriak dalam kepalanya—tentang cinta, dosa, penyesalan, dan luka.
“Terserah Tante mau bilang apa. Yang jelas… aku udah nggak bisa.…”
Tanpa menunggu jawaban, Galih melangkah pergi. Pintu kamar menutup perlahan di belakangnya, menyisakan keheningan dan Tante Liana hanya bisa kesal menendang rajang sambil melihat Galih pergi begitu saja.
----
Berikut kelanjutan adegan dramatis itu dengan suasana yang emosional dan penuh konflik:
---
Malam mulai larut di parkiran hotel yang sepi. Galih baru saja keluar dari lobi, langkahnya cepat, napasnya berat. Kepalanya penuh dengan penyesalan setelah pertemuannya dengan Tante Liana di kamar hotel. Ia membuka pintu mobilnya, hendak masuk—saat tiba-tiba sepasang tangan melingkar dari belakang, memeluknya erat.
“Jangan pergi…,” suara itu lirih namun penuh tekanan.
Galih membeku. Suara itu terlalu dikenalnya. Ia menggertakkan gigi, lalu menoleh sedikit ke belakang.
Tante… tolong lepasin,” ucap Galih dengan nada dingin.
Namun pelukan itu justru semakin erat.
“Aku nggak mau kehilangan kamu lagi, Galih…”
Galih mendorong tangan Tante Liana dengan paksa.
“Tolong… jangan seperti ini lagi. Kita udah selesai.”
Tapi sebelum sempat ia benar-benar menjauh—suara yang familiar meneriakkan namanya:
“MAMAH!? GALIH!? APA YANG KALIAN LAKUKAN!?”
Keduanya terhenti seketika. Kepala mereka sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Di ujung parkiran berdiri Lauren—wajahnya pucat, matanya membelalak, air matanya mulai jatuh satu per satu.
Lauren menatap ibunya, lalu Galih. Lalu kembali ke ibunya.
“Jangan bilang… jangan bilang selama ini… kalian…”
Suaranya tercekat.
Tante Liana panik. Ia melangkah maju, mencoba mendekati Lauren.
“Sayang, dengarkan dulu… Mama bisa jelaskan semuanya…”
Lauren mundur, wajahnya semakin hancur.
“Jangan sentuh aku! Jangan pernah sentuh aku lagi! Aku jijik!” teriaknya.
Galih hanya bisa berdiri di tempat. Tak mampu mengatakan sepatah kata pun. Seluruh tubuhnya terasa lumpuh, hanya mampu menatap punggung Lauren yang mulai menjauh, berlari, terisak keras di tengah malam yang dingin.
“Lauren! Lauren tunggu!”
Suara Tante Liana menggema di parkiran, tapi Lauren tak pernah menoleh kembali.
Galih menunduk dalam. Rasa bersalah menguasai hatinya. Dia ingin menjelaskan tapi dia tahu. Semua penjelasannya akan percumah. Dan dia juga tidak akan punya kesempatan untuk menjelaskan. Dia sadar hubungannya dengan Lauren telah berakhir. Dan dia juga ingin Lauren menjauh darinya. Mungkin ini jalan terbaik agar Lauren semakin menjauh darinya.