Novel religi spesial menyambut bulan ramadhan.
♡
♡
Iqbal Al-Alim , seorang lelaki tampan yang menyukai dunia luar seperti balapan motor dan tawuran. Tingkahnya yang susah diatur membuat ke dua orang tuanya pusing sendiri. Sehingga mereka memasukkan Iqbal ke sebuah pondok pesantren, dengan tujuan agar Iqbal bisa merubah kelakuannya.
Awal tinggal di pesantren Iqbal memang susah di atur, namun lama kelamaan dia bisa menjadi santri yang taat. Bahkan Iqbal menemukan cinta sejatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amallia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode.9
Iqbal dan Aisha sedang berada di perjalanan pulang ke pesantren. Kebetulan Aisha yang membawa motor karena kondisi Iqbal tak memungkinkan. Bahu kanannya terluka dan masih sakit.
Kedatangan Iqbal dan Aisha jadi sorotan di pesantren. Beberapa santri yang baru selesai mengaji melihat kedatangan mereka berdua. Ada juga santri yang bersiul. Baru kali ini mereka melihat ada santri dan santriwati berboncengan motor. Ustadz Malik menggelengkan kepala melihat Aisha dan Iqbal berboncengan motor.
"Hei, kok malah Aisha yang bawa motor. Jangan-jangan kamu mau cari kesempatan ya, Iqbal," ucap Ustadz Malik kepada Iqbal.
"Bukan seperti itu, Ustadz. Bahu saya terluka karena terkena benda tajam," ucap Iqbal.
"Ah pasti itu hanya alasan kamu saja," Ustadz Malik masih tidak percaya.
"Benar, Ustadz. Iqbal terluka karena menolong saya," sahut Aisha membela Iqbal.
Terlihat Kiyai Ahmad menghampiri Iqbal dan Aisha. "Terima kasih Nak Iqbal, karena sudah menolong calon menantu saya."
"Sama-sama, Yai," jawab Iqbal. Lalu dia bergumam dalam hati, 'Dan sebentar lagi Aisha akan saya tikung.'
"Aisha, sebaiknya kamu kembali ke kamar. Biar saya yang antar Iqbal ke kamarnya," ucap Ustadz Malik kepada Aisha.
"Baik, Ustadz. Kalau begitu saya permisi dulu, Assalamu’alaikum."
"Waalaikum'salam." jawab mereka serempak.
Ustadz Malik, Iqbal, dan Kiyai Ahmad masih berada di depan pesantren. Ustadz Malik bertanya keadaan Iqbal, karena sepertinya lukanya cukup parah. Setelah mendengar penjelasan Iqbal, sepertinya lukanya akan sembuh total dengan waktu yang cukup lama. Sedangkan lomba pencak silat sebentar lagi.
"Iqbal, jika kondisi kamu seperti ini, bagaimana kamu bisa mengikuti lomba pencak silat mewakili pesantren ini?" tanya Kiyai Ahmad.
"Maaf, Yai. Apa tidak sebaiknya Iqbal di ganti saja sama Fahmi," ujar Ustadz Malik memberikan saran.
"Tapi Iqbal ini hebat sekali, Ustadz. Dia bisa mengalahkan guru pencak silat di pesantren ini," ucap Kiyai Ahmad.
"Saya akan usahakan biar secepatnya bisa sembuh," kata Iqbal.
"Baik, Iqbal. Tapi tetap saja Fahmi akan di jadikan cadangan untukmu," kata Ustadz Malik.
Setelah selesai mengobrol, Ustadz Malik mengantar Iqbal ke kamar sekalian menemui Fahmi. Ustadz Malik meminta Fahmi untuk menjadi cadangan Iqbal di perlombaan pencak silat. Karena kondisi Iqbal yang sekarang belum tentu akan sembuh dengan cepat.
...
...
Dengan kondisinya yang masih sakit, Iqbal tetap ikut mengaji. Sakit tidak membuatnya bermalas-malasan. Justru sekarang Iqbal memiliki keinginan begitu besar agar lekas sembuh.
Iqbal yang baru selesai mengaji, di hampiri oleh salah satu santri.
"Maaf, Iqbal. Ini ada titipan dari Aisha," ucapnya sambil menyodorkan kantong plastik berwarna putih.
"Terima kasih."
"Sama-sama," jawabnya.
Iqbal masih tidak menyangka jika Aisha memberinya bingkisan. Fahmi memperhatikan Iqbal yang sedang senyum-senyum sendiri sambil menatap kantong kresek yang di pegangnya. Terlihat sekali jika Iqbal sangat bahagia.
"Iqbal, nanti saja di bukanya. Lebih baik saat ini kita pergi saja ke kamar, “ujar Fahmi.
"Akhirnya Gue di perhatiin Aisha, Fa." Iqbal menepuk pelan bahu Fahmi.
"Berarti dia ngasih lampu hijau tuh. Biasanya kan dia cuek," ucap Fahmi.
Apa yang di katakan oleh Fahmi ada benarnya juga. Selama ini ketika Iqbal mencoba memberi perhatian kepada Aisha, memang selalu cuek. Tetapi kali ini tanpa diduga, Aisha memberikan perhatian dengan memberikan bingkisan.
Sesampainya di kamar, dengan tidak sabar Iqbal membuka bingkisan itu yang ternyata adalah kue bolu. Disana juga ada selembar kertas. Iqbal mengambilnya lalu membaca. Ternyata itu kue ucapan terima kasih dari Aisha.
'Sepertinya Gue juga harus ngasih sesuatu sama Aisha,' gumam Iqbal dalam hati.
Iqbal mulai melahap kue bolu pemberian Aisha. Dia juga menawarkan kepada Fahmi dan teman lainnya yang berada satu kamar dengannya. Mereka memakan kue itu bersama-sama.
Setelah memakan kue, Iqbal berbaring di ranjang sambil menatap langit-langit. Dia menjadikan ke dua tangannya sebagai bantal. Iqbal senyum-senyum sendiri entah sedang memikirkan apa. Fahmi dan teman lainnya hanya saling tatap. Mereka memberi kode dan meminta Fahmi untuk menyadarkan Iqbal.
Fahmi menepuk pelan bahu Iqbal, tetapi Iqbal masih senyum-senyum sendiri. Akhirnya mereka berbisik dan sepakat untuk mengagetkan Iqbal.
"Maling ... maling ... " ucap mereka serempak.
Iqbal langsung beranjak dari atas tempat tidur. Dia menatap kanan kiri sambil berucap maling. Fahmi dan teman lainnya menertawakan Iqbal. Iqbal menatap teman-temannya dengan tajam.
"Kalian kenapa sih ngerjain Gue?"
"Kamu sejak tadi senyum-senyum sendiri sih. Jadinya kita kerjain deh. Takutnya keterusan tuh senyum-senyumnya," ucap Fahmi.
"Ah kalian gangguin kesenangan Gue saja. Lagi enak-enaknya ngebayangin Aisha loh."
Fahmi hanya menggelengkan kepalanya, "Tidak baik membayangkan lawan jenis kita, Iqbal. Apalagi kalau sampai senyum-senyum begitu. Jangan-jangan yang di bayangkan kamu itu terlalu berlebihan."
"Terserah Gue dong. Awas ya kalau Lo juga diam-diam suka sama Aisha," ancam Iqbal.
"Tenang saja, saya tidak suka sama tunangan orang. Lagian saya belum memikirkan untuk mencari pasangan," ucap Fahmi.
Iqbal tak mendengarkan perkataan Fahmi. Karena dia tiba-tiba merasa bahu yang terluka terasa sakit. Iqbal meringis menahan sakit. Sudah tahu bahunya belum sembuh tetapi Iqbal menekuk tangannya bahkan dia pakai untuk menopang kepala. Jadi, sakitnya kambuh lagi. Cinta memang bisa melupakan segalanya. Sampai lupa jika Iqbal belum boleh beraktivitas yang bisa membuat tangannya sakit.
"Iqbal, kamu kenapa? Itu baju kamu ada noda merah. Sepertinya bahu kamu berdarah," ucap Fahmi sambil memperhatikan Iqbal.
"Tidak apa-apa kok. Hanya sedikit sakit," kata Iqbal.
"Sepertinya jahitan di bahu kamu terbuka. Ayo aku antar ke klinik!'' tawar Fahmi.
Iqbal menurut, dia dan Fahmi berjalan berdampingan keluar dari kamar. Fahmi akan menemui Ustadz Malik terlebih dahulu untuk izin. Sedangkan Iqbal menunggunya di dekat gerbang depan.
Fahmi sudah kembali dengan mengendarai motor. Dia berhenti di dekat Iqbal yang sedang berdiri. Tanpa di suruh, Iqbal langsung naik ke atas motor.
Di tengah perjalanan mereka di hadang oleh Reno dan gengnya. Sebenarnya dengan kondisinya yang seperti itu, Iqbal malas untuk meladeni Reno. Tapi mau bagaimana lagi, sepertinya Reno memang sengaja menghadang mereka.
''Lo semua minggir! Kita mau lewat,'' kata Iqbal.
''Tidak semudah itu, Iqbal. Ternyata Lo masih hidup juga ya. Gue kira Lo ...,'' ucapan Reno terhenti karena Iqbal memotong perkataannya.
''Tidak usah banyak bicara!''
Reno menatap baju koko yang di kenakan Iqbal berdarah. Sepertinya darah itu berasal dari bahunya yang terluka. Anehnya dalam keadaan seperti itu pun Iqbal masih so jagoan.
''Gue dan teman-teman akan minggir asal Lo bisa ngalahin Gue,'' Reno menunjuk Iqbal memberikan isyarat bahwa dia bisa lebih jago dari Iqbal.
''Iqbal, tidak usah terpancing sama mereka. Lebih baik kita langsung pergi ke klinik saja. Kamu tidak bisa menghadapi mereka dengan kondisimu yang seperti ini,'' ucap Fahmi dengan sedikit berbisik.
Ucapan Fahmi ada benarnya juga. Kali ini terpaksa Iqbal harus mengabaikan Reno dan gengnya. Terserah kalau mereka menganggapnya tak punya nyali. Yang terpenting secepatnya dia harus sampai di klinik.
Fahmi meminta Iqbal untuk berpegangan kuat, karena dia akan mengemudikan motornya dengan cepat. Dengan mengelabuhi Reno dan gengnya, akhirnya kini Iqbal dan Fahmi terbebas dari kejaran mereka. Sekarang ke duanya bisa bernapas lega.