Sepuluh tahun Solehudin 35 tahun membina rumah tangga dengan Amelia 30 tahun, namun tak kunjung diberi kepercayaan seorang anak oleh Allah SWT.
Mariana dan Anta, kedua orang tua Soleh yang memang tidak menyukai Amelia karena menantunya itu adalah orang susah, menjodohkan putra sulungnya itu dengan anak juragan kaya raya di kampung sebelah yang masih gadis tetapi sudah melahirkan. Siti Juriah namanya, usia 22 tahun.
Niatan mereka memang kurang baik dari awal. Semua karena harta dan tahta.
Dengan penuh drama, perdebatan panjang serta berbagai kisah, akhirnya Soleh kembali menikah dengan Juriah atas persetujuan Amelia.
Inilah kisah poligami yang menguras emosi, antara Solehudin, Amelia dan Siti Juriah dalam novel "Istri Muda Untuk Suamiku"
Please please 🙏🙏🙏yok bantu dukung dengan like, subscribe dan komentarnya para reader sejati yang baik hati 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AMY DOANK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 Teman Tetangga Dan Kisah Cintanya
"Mas Soleh kemana Mbak? Dari pagi saya belum lihat!" tanya Diki, penghuni kontrakan yang ada disamping kiri kontrakannya.
"Pulang kampung, Mas!" jawab Amel yang sedang mengangkat jemuran di teras rumah.
"Oh. La? Bukannya Bapak Ibu Mas Soleh baru kemarin ya datang?"
"Iya. Ada sedikit musibah. Ibu mas Soleh jatuh di kamar mandi. Jadi Mas Soleh pulang dulu buat menengok Bu Mariana."
"Oala... Ada-ada saja ya."
"Mbak Amel ndak ikut?" tanya Rasya istrinya Diki.
"Kepingin, tapi kata mas Soleh gak usah dulu. Nanti InshaAllah pulang kampung berikutnya saya ikut, Mbak!"
"Oh, ngono toh! Semoga lekas sembuh ya ibu mertuanya!"
"Aamiin, terima kasih banyak doanya Mbak!"
Amelia membalas senyuman seorang pria tengah duduk bersama keluarga pasangan Diki dan Tasya itu. Mata mereka sepintas bertatapan. Namun kemudian Amel langsung menunduk dan melangkah masuk rumah.
Mungkin teman Diki atau Tasya. Kalau saudara atau adik mereka, sepertinya bukan. Amelia cukup tahu sedikit tentang pasangan muda itu dan anggota keluarganya yang sering terlihat main di kontrakan.
Amelia kenal, tidak terlalu dekat akrab karena lebih banyak di dalam rumah ketimbang kongkow mengobrol santai di teras rumah seperti ibu-ibu muda lainnya. Kecuali jika ada Solehudin turut serta mengobrol diantara mereka, baru Amel ikut nimbrung.
Tetapi para tetangganya sekitar tahu, Amelia adalah orang yang baik. Mereka sudah kenal lama. Hampir lima tahun, bahkan ada yang sudah kenal dari pertama kali Amel dan Soleh datang ke tempat ini.
Terkadang mereka saling memberi hantaran makanan atau apapun itu ketika memiliki makanan agak banyak atau oleh-oleh dari kampung halaman walau hanya sekedar icip-icip.
Ssssss ssss ssss...
Amelia pucat pasi. Ada suara mendesis dan tiba-tiba ada hewan melata melintas di lantai ruang tamunya.
Seekor ular.
Sontak Ia langsung berteriak lari ketakutan.
"Tolooong, ada ular!" pekiknya ketakutan.
"Ular? Dimana Mbak?"
Suasana sore menjelang magrib disekitar kontrakannya langsung ramai panik.
"Itu, itu... Ada di ruang tamu. Kayaknya jalan ke bawah kolong lemari liswar itu. Tolong, Mas! Saya takut!" jerit Amel meminta bantuan.
Para pria berusaha membantu mengejar hewan melata yang ada dalam ruang tamu kontrakan Amelia.
Agak kesulitan juga karena hari mulai gelap dan hewan itu sepertinya juga terus berjalan mencari tempat tersembunyi.
"Tolong ... Kalau sampe gak ketemu gimana ini? Saya takut sendirian di dalam rumah dan takut kalau,"
"Itu, itu dia! Itu buntutnya terlihat!"
Suasana kembali ramai. Beberapa pria yang mengepung akhirnya berhasil menangkap hewan berbisa itu hidup-hidup. Ternyata ular kobra. Ular yang sangat berbahaya dan mengandung racun mematikan.
Amelia berkali-kali mengucapkan terimakasih. Ia bahkan membelikan pria-pria itu rokok seorang sebungkus.
Ia sangat terbantu sekali dan kembali tenang karena ular yang masuk rumahnya sudah berhasil diamankan.
Hanya seorang pria yang menolak rokok pemberiannya. Dia adalah teman Diki yang barusan paling berani menangkap ular kobra itu.
"Tidak usah Mbak, saya tidak merokok."
"Lalu saya kasih apa dong? Aduh, terus terang saya jadi tidak enak kalo rokok ini ditolak."
"Begini saja. Boleh gak saya minta dibuatkan semangkuk mie instan? Saya... lapar. Dari siang belum makan. Tapi, kalau permintaan saya sekiranya berlebihan Mbak tak perlu sungkan menolaknya!"
"Oh ada, saya punya mie instan koq. Ya udah, saya buatkan dulu ya Mas?"
Amelia bergegas masuk ke dapur.
Agak terkejut juga dengan permintaan mas-mas yang sedang main dikontrakannya pasutri muda satu anak itu.
Dengan cepat Amel memasak mie instan. Kebetulan dua hari lalu Ia membeli sayuran caysin dan masih ada beberapa tangkai di kulkas. Jadi mie instan buatannya ditambahkan dengan sayur caysin dan satu butir telur ayam agar lebih enak.
Setelah selesai memasak, Amelia langsung membawanya ke teras rumah Diki dan Tasya.
"Mbak Amel, maaf, saya jadi merepotkan ya?!"
"Tidak apa-apa. Saya terima kasih sekali sudah dibantu barusan. Hehehe..."
"Bikin malu gue aja Lo, Man! Pake minta mie segala!" semprot Diki yang merasa tidak enak hati karena temannya itu.
"Ah Elo. Dari tadi gue ngobrol ga ditawarin makan. Cuma kopi doang! Basa-basi juga kagak! Giliran gue dapet mie gratis Elo komplein!"
Amelia dan Tasya tertawa.
Gurauan mereka terasa lucu ditelinga. Bahasa ciri khas Betawi asli yang Diki dan temannya lontarkan mengingatkan Amelia pada sinetron jaman tahun dua ribuan, yaitu sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
"Dia ini namanya Lukman, Mbak. Teman sepabrik saya. Lagi patah hati, baru putus sama pacarnya. Padahal sudah ngumpulin uang buat ngelamar. Kesian Mbak. Hehehe..." cerita Diki membuat Amelia tersenyum.
"Jangan buka kartu dong, Dik!" gerutu Lukman pada temannya itu.
"Wah, semangat ya. Belum jodoh, Mas! Kalo jodoh, pasti Allah permudah. Iyakan mbak Tasya?!" kata Amelia berusaha melibatkan Tasya, istrinya Diki dalam obrolan ringannya dengan dua pria itu.
"Hehehe...! Iya tuh betul. Ga perlu dipikirin terlalu dalam. Kalo jodoh gak akan kemana koq!" tambah Tasya yang disambut anggukan kepala Amelia.
Tak lama kemudian adzan Maghrib berkumandang. Amel pamit pulang ke rumah kontrakannya.
"Nanti mangkoknya saya antar ke rumah Mbak!" seru Lukman yang masih menyeruput sisa kuah mie yang terasa sedap itu.
"Ga usah, Mas! Biar nanti saya ambil setelah maghriban! Ga enak sama tetangga, suami saya sedang ga ada di rumah. Takutnya jadi fitnah. Hehehe, maaf ya Mas! Bukan bermaksud sombong atau gimana-gimana. Tapi, lebih baik menjaga daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."
"Setuju, Mbak! Saya setuju sekali sama ucapan Mbak! Terima kasih sudah mengingatkan saya untuk tidak melangkah terlalu jauh dan berlebihan. Terima kasih ya?!"
Amelia pamit masuk rumah.
Diki memukul bahu sang teman seraya berkata, "Dasar lo, bikin malu aja! Tadi mukanya sedih, liat mbak Amel berubah cerah. Putus cinta bikin lo tambah gila deh, Man!"
"Andaikan mbak Amel masih sendiri,..."
"Wooy, ngayal lo! Dia punya suami! Ck, dasar!"
"Perempuan tipe gue sama emak banget tuh! Pendiam, ramah, sopan dan manis budi juga. Kayaknya anak rumahan ya?"
"Banget. Dia lebih suka ngerem di rumah ketimbang nongkrong di luar!"
"Hm... Susah ya cari cewek model begitu jaman sekarang! Gadis-gadis sekarang sukanya nongkrong di kafe, kalo ngga' di tempat favorit yang kekinian cuma buat ngopi doang!"
"Hm... Kayaknya lo sama emak lo emang udah ngebet ya. Lo ngebet nikah, mak lo ngebet pingin punya mantu!"
Lukman tertawa ketir. Ia memang seringkali mendapat warning untuk segera tutup masa lajang karena usianya yang sudah masuk kepala tiga akhir bulan ini.
Tapi jodohnya terasa berat dan seret sekali.
Baru saja lima bulan lalu hatinya bahagia karena akhirnya memiliki kekasih. Namun Linda ternyata tidak ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan alasan belum siap menikah.
Lukman hanya bisa pasrah. Apalagi setelah diajak menikah, Linda justru ingin putus hubungan dengannya.
BERSAMBUNG
kami selama ini.
semoga mbak selalu mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT.
kami tunggu karya selanjutnya.
💪🥰🙏🏻😭
banyak banget up untuk menghibur kami kaum rebahan ini.
O'connor, semoga surga yang
kau tempati.
usaha menghianati hasi.🥰💪
komentar aku waktu itu begitu
pedas, tapi mbak Ng marah mbak is the best, jalan ceritan novel begitu
bagus jadi aku sebagai pembaca
ikut emosi. kembali ke komenan
banyak pengarang marah, emosi,
akhirnya kami Ng apa2 hanya baca doang, Ada yang ngasih bintang satu,ada yang stop baca novel tersebut. tapi mbak ini pengecualian
berlapang dada menerima kritikan.
thanks mbak 💪😍👍🙏🏻
padahal begitu banyak ujian dalam
hidupnya, apa ng belajar kepahitan hidup yang pernah dia jalani.
selidiki dulu apa benar Arthur macam2, sekarang rasain adek Lo yg menderita, apa yang Lo lakuin.
dia harus belajar dewasa, dan mengambil keputusannya.
thanks mbak 💪👍🙏🏻