jhos pria sukses yang di kenal sebagai seorang mafia, mempunya kebiasaan buruk setelah di selingkuhi kekasih hatinya, perubahan demi perubahan terjadi dia berubah menjadi lebih kejam dan dingin, sampai akhirnya dia tanpa sengaja membantu seorang gadis mungil yang akan menjadi penerang hidupnya. seperti apakah kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
Jhos yang merasa tangan Lilis menyentuh bendanya membuatnya semakin bergairah. Tanpa pikir panjang, Jhos langsung menggendong Lilis ke kamar tempatnya istirahat. Setelah meletakkan tubuh Lilis di tempat tidur, Jhos menindihnya.
"Puaskan aku sekarang, tubuhku milikmu," kata Lilis, mendorong tubuh Jhos, lalu beralih ke selangkangan Jhos. Ia mulai meraih benda Jhos dan memainkannya dengan penuh gairah. Setelah merasa gairahnya mencapai puncak, Jhos membalikkan tubuh Lilis. Namun, saat Jhos mencoba memulainya nya, Lilis teriak kesakitan.
"Apa kamu pernah melakukan ini sebelumnya?" tanya Jhos penasaran.
"Aku tidak pernah, ini pengalaman pertamaku," jawab Lilis jujur. Mendengar ini, Jhos terkejut. "Kamu masih gadis, tidak baik melakukannya. Kita tidak perlu melanjutkan," ucap Jhos, ingin pergi. Namun, Lilis menarik tangannya dan meminta Jhos melanjutkan.
"Aku menginginkannya, lakukanlah. Aku menyerahkan tubuhku padamu," ucap Lilis. Jhos terdiam sejenak, lalu meraih Lilis dan memainkannya pelan. Tangannya bermain di tempat sensitif Lilis, membuatnya tidak tahan. Lilis memohon Jhos untuk melanjutkan hubungan itu.
"Tuan, jangan siksa aku. Mulailah, tuan. Cepat," perintah Lilis sambil menggenggam kedua tangan Jhos.
"Baiklah, kamu tahan ya. Mungkin ini agak sakit, tapi nanti tidak akan lagi," katanya sambil mendorong mulai menembus pertahanan Lilis. Jhos beberapa kali mencobanya, membuat Lilis terus memejamkan matanya karena sangat sakit saat Jhos mendorongnya. Sampai akhirnya, berhasil , dan Lilis sudah tidak bisa menahannya dan langsung menjerit, "tuan, sakit! Pelan sedikit, tuan!" Teriak Lilis terkejut, tapi pada akhirnya kesakitan itu hilang seketika dan digantikan dengan kenikmatan.
Itulah awal hubungan Lilis dengan Jhos sampai sekarang. Dia selalu memberikan Lilis bonus besar setiap bulannya.
***
"Paman, masakannya sudah jadi. Ayo kita makan," panggil Nisa sambil mengetuk pintu kamar Jhos. Tak lama, Jhos keluar dan menghirup aroma makanan yang menggugah selera, lalu segera menuju meja makan.
"Paman, saya mau mencuci baju paman. Apa saya boleh masuk ke kamar paman?" tanya Nisa. Jhos pun mengizinkannya. Nisa masuk ke kamar Jhos dan mulai mencari pakaian kotor, namun ia tidak menemukan satu pun. Yang ada hanyalah tumpukan pakaian bersih yang tersusun rapi di lemari. Bingung, Nisa akhirnya bertanya.
"Tuan, sepertinya pakaian Anda tidak ada yang kotor," ucap Nisa kepada Jhos yang sedang menikmati makanannya.
"Gadis bodoh, saya memang tidak punya pakaian kotor karena saya langsung membuangnya," jawab Jhos singkat. Nisa terkejut mendengar jawaban tersebut.
"Kenapa paman membuangnya?" tanyanya penasaran. Dalam hati, Nisa berpikir, Orang kaya memang suka menghamburkan uang. Apa dia tidak takut kehabisan uang untuk membeli pakaian setiap hari?
"Maaf, saya memang tidak terbiasa menyimpan pakaian kotor, tapi lain kali saya akan menyiapkan beberapa untuk kamu cuci," kata Jhos santai.
"Apa paman tidak takut kehabisan uang untuk membeli baju setiap hari?" tanya Nisa lagi, semakin penasaran. Mendengar pertanyaan polos itu, Jhos tertawa lepas sambil menatap Nisa.
"Hai bodoh, kalau saya menyimpannya, memang siapa yang akan mencucinya? Lebih baik saya buang dan beli yang baru," ucap Jhos dengan santai.
"Tapi kan paman bisa menyuruh pembantu. Kenapa paman tidak mempekerjakan pembantu saja?" kata Nisa penasaran.
"Saya tidak mau ada yang modus," jawab Jhos singkat.
"Udah ya, jangan cerewet lagi. Sekarang temani saya makan, habis itu temani saya ngobrol," perintah Jhos sambil melanjutkan makanannya.
Sementara itu, di tempat lain, Jonson sedang diliputi amarah besar.
"Siapa yang berani mengambil Nisa dari saya?! Cepat selidiki dia! Saya tidak mau tahu, sekarang juga kalian harus menemukan gadis itu dan bawa dia ke hadapan saya!" teriak Jonson kepada semua bawahannya. Ia sangat marah hari ini.
Tanpa menunggu lama, semua bawahannya segera bergerak mencari keberadaan Nisa.
Di sisi lain, Nisa saat ini sedang menemani Jhos berbincang di halaman apartemennya.
Gadis ini, semakin lama aku bersamanya, semakin membuatku tidak nyaman. Kenapa aku selalu dibuat bergairah? gumam Jhos dalam hati.
"Paman, kenapa bengong? Apa paman ada masalah?" tanya Nisa saat melihat Jhos melamun sambil menatapnya.
"Apa saya setua itu sampai kamu memanggil saya paman?" tanya Jhos, merasa tidak suka dipanggil seperti itu, mengingat dirinya masih lajang.
"Tidak, tidak! Paman tidak terlihat tua, tapi paman kan lebih tua dariku, mungkin seumuran dengan dosenku," jawab Nisa polos.
Jhos langsung menyipitkan matanya, merasa semakin kesal karena dibandingkan dengan dosen Nisa.
"Mana yang lebih tampan, saya atau dosenmu?" tanya Jhos dengan nada kesal.
"Ya jelas paman lah! Paman kan tampan. Awalnya aku kira paman seorang artis saat pertama kali bertemu," jawab Nisa tanpa pikir panjang.
Jawaban polos itu membuat Jhos semakin kesal.
"Rupanya gadis ini harus segera dihukum. Semakin lama, semakin membuatku kesal," gumam Jhos dalam hati. Ia langsung berdiri dan pergi meninggalkan Nisa tanpa berkata apa-apa.
"Hai, Paman. Paman mau ke mana?" tanya Nisa penasaran.
"Aku mau berenang," jawab Jhos singkat.
"Semalam ini, Paman?" Nisa terlihat bingung. Masa ada orang yang pergi berenang di malam hari, pikirnya. Dengan rasa penasaran, dia pun mengikuti Jhos. Begitu sampai di kolam renang yang cukup besar di belakang ruangan tempat mereka ngobrol tadi, Jhos langsung membuka bajunya dan melompat ke dalam kolam.
Kolam itu terlihat sangat indah, terletak di lantai dua, dengan pemandangan kota yang bisa dinikmati dari sana.
Nisa yang sedang memperhatikan Jhos tertegun melihat tubuh atletis pria itu. Ia terpana dan nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kira-kira siapa ya perempuan yang beruntung mendapatkan Paman Jhos? Tampan, punya tubuh indah dan mulus seperti itu. Hemm... Aku jadi penasaran, ingin menyentuhnya," gumamnya sambil berjalan di pinggir kolam.
"Hai, bodoh. Mau ikut berenang?" tanya Jhos sambil tersenyum melihat Nisa duduk di tepi kolam.
"Tidak, Paman. Aku tidak bisa berenang," jawabnya polos sambil asyik memainkan kakinya di pinggir kolam.
Ketika Jhos naik kepermukaan, Nisa melihat ke arahnya dan terkejut saat melihat tonjolan yang menonjol di bawah perut Jhos.
"Paman, apa itu? Apa yang menonjol di balik celana paman?" tanya Nisa penasaran.
"Hmm, jika kamu penasaran, kamu bisa memegangnya. Tidak apa-apa," jawab Jhos sambil tersenyum.
Nisa merasa penasaran dan langsung melangkah mendekati Jhos. Dia memegang tonjolan tersebut dan langsung terkejut.
"Paman, itu... itu burung paman," kata Nisa malu sambil menyembunyikan tangannya.
"Kenapa bengong? Sekarang kamu harus bertanggung jawab karena membuatnya semakin berdiri," kata Jhos sambil menarik tangan Nisa dan meletakkannya di pangkal paha kecil yang tadinya tegak, namun sekarang sudah tidak berdiri. Nisa langsung terkejut dan ingin menarik tangannya.
"Paman, apa yang dilakukan paman?" tanya Nisa terkejut.
"Kamu penasaran tadi, sekarang kamu harus bertanggung jawab," jawab Jhos.
"Tanggung jawab bagaimana, paman?" tanya Nisa polos.
"Buatkannya kembali tidur," kata Jhos.
Nisa bingung, namun sebelum dia bisa menyatakan ketidaksetujuannya, Jhos langsung menciumnya.
Mati aku! Kalau Paman benar-benar melakukannya padaku, aku pasti mati saat ini juga. Hemm, gimana ini? Aku belum mau mati. Aku masih muda, masih ingin menikah juga, gumam Nisa sambil menangis. Air matanya mengalir di pipinya tanpa bisa ia tahan.
Jhos yang melihat pipi Nisa basah karena air mata langsung mendorong tubuhnya perlahan dan berbalik arah.
"Maafkan saya. Jangan menangis lagi. Saya tidak sengaja... Maaf," ucap Jhos sebelum pergi meninggalkannya.
Nisa terdiam, kebingungan dengan sikap Jhos yang tiba-tiba pergi dan meminta maaf.
Apa Paman marah? Tapi kenapa? batinnya. Ia pun segera menyusul Jhos masuk ke dalam apartemen.
Saat melihat Jhos masuk ke kamar mandi dan tak kunjung keluar, Nisa mulai gelisah. Ia berpikir mungkin Jhos benar-benar marah padanya.
"Paman, apa Paman marah padaku? Tapi... apa salahku, Paman? Ayolah, jangan marah. Aku minta maaf, Paman," panggil Nisa dari balik pintu kamar mandi.
Sementara di dalam kamar mandi, Jhos tengah berusaha menahan gejolak dalam dirinya.
Sial! Aku tersiksa sekali saat ini. Aku harus bagaimana? Aku tidak tega melihatnya menangis, tapi aku juga tersiksa... Astaga, kenapa aku begitu cepat tidak terkendali di dekat gadis itu? Sial! gumamnya sambil memukul dinding kamar mandi dengan kesal.
"Saya tidak marah. Keluar dan tunggu saya di sofa. Saya mau membersihkan diri dulu," jawab Jhos akhirnya. Ia merasa harus segera mencari pelampiasan, tetapi menahannya hingga nanti setelah mengantar Nisa pulang.
"Paman benar tidak marah, kan?" tanya Nisa polos saat Jhos keluar dari kamar mandi.
"Tidak. Ayo, saya antar kamu pulang. Tadi saya hanya merasa tidak enak melihat kamu menangis. Ayo," kata Jhos sambil mengajaknya keluar dari apartemen.
"Maaf ya, Paman. Tadi aku menangis karena aku takut mati," ucap Nisa polos, membuat Jhos terkejut dan heran.
"Maksud kamu... Saya ini pembunuh, gitu?" tanya Jhos dengan wajah bingung.
"Bukan, Paman. Tadi aku lihat... itu... burung Paman besar sekali. Jadi aku takut nanti mati kalau Paman melakukannya padaku," jawab Nisa dengan polosnya, tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Mendengar perkataan Nisa, Jhos langsung tertawa terbahak-bahak. Ia benar-benar tak menyangka kepolosan gadis ini.
"Kenapa Paman malah ketawa? Aku serius, Paman. Aku takut," ucap Nisa dengan wajah serius.
Baiklah, Nisa. Malam ini aku biarkan kamu lepas, tapi besok malam... batin Jhos sambil tersenyum dalam hati.
"Tidak-tidak, aku hanya merasa lucu mendengarmu. Mana mungkin kamu sampai mati," jawab Jhos masih dengan senyuman di wajahnya.
"Beneran, Paman? Tapi itu besar sekali, aku takut," kata Nisa masih dengan kepolosannya.
Kembalinya Jhos, dia langsung menelpon sekretarisnya.
"Halo, apa kamu ada waktu malam ini?" "Kalo tidak ada, nanti aku cari di bar Brian," kata Jhos kepada penerima telpon di seberang sana.
"Aku bisa kok, tuan. Tunggu aku di apartemen Anda 15 menit langsung sampai," jawab Lilis. Dia senang sekali malam ini Jhos menelponnya karena dia juga sangat merindukan tubuh Jhos. Dia langsung siap-siap, memakai parfum dan memakai baju yang sexy tanpa memakai pakaian dalam.
Jhos mendengarkan sekretarisnya akan datang, dia langsung kembali ke apartemennya. Dia benar-benar tidak sabar sampai di apartemen, dia pun memukul dinding karena gairahnya yang ditahan.
Tidak butuh waktu lama, sekretarisnya pun sampai dan mengetuk pintu apartemennya.
"Kamu lama sekali, sekarang puaskan aku dengan segala posisi yang kamu tahu," kata Jhos langsung merobek semua pakaian Lilis.
"Tuan, bisakah kita melakukannya di dalam kamar?" Kata Lilis. Dia sangat mengenal Jhos, bahwa Jhos saat ini sangat bergairah.
"Aku tidak bisa menahannya lagi, sayang. Apalagi sampai ke kamar, di sini saja sudah cocok. Ayo, sambil berjalan juga bisa," jawab Jhos. Sambil menarik tubuh Lilis, Jhos menunjukkan sesuatu yang sudah berdiri tegak, membuat Lilis tersendat.
Setelah itu, tanpa basa-basi, dia membanting tubuh Lilis lalu menarik kaki Lilis melebarkan di depan pinggangnya, dan langsung memulainya.
" tuan, Anda terlalu cepat. Saya belum siap," kata Lilis berteriak karena itu.
"Tidak ada waktu lagi, sayang. Sekarang, ayo g. Keluarkan semua tenagamu, aku menikmatinya," ucap Jhos sambil menghentakkan bokongnya.
Mereka melakukan adegan panas itu dengan banyak cara dan posisi.
Kali ini Lilis tidak menyangka bahwa dia tidak bisa menandingi tenaga Jhos. Seperti biasa, dia sangat terkejut dan bingung dari mana Jhos mendapatkan kekuatan seperti ini sampai-sampai dia tidak sanggup lagi menghadapi Jhos yang tidak henti-hentinya menyerang. Sampai jam 4 pagi, Jhos baru berhenti, sedangkan Lilis sudah pingsan 2 jam yang lalu. Sekarang, mereka berdua sudah berada di ranjang tempat tidur.
***
Keesokan harinya, Nisa berjalan di area kampusnya dengan perasaan gembira. Hari ini, semester pertamanya akhirnya selesai. Ia senang sekali dan ingin segera pulang untuk kembali ke apartemen Jhos, seperti kemarin.
Namun, saat sedang menunggu taksi, tiba-tiba seseorang menyergapnya dari belakang dan membekap mulutnya.
"Lepaskan saya! Kalian siapa?" teriak Nisa panik sambil memberontak di dalam mobil.
"Hahaha, sekarang kamu tidak akan bisa lepas lagi. Bos kami akan memberimu kenikmatan yang tak terlupakan," jawab salah satu penculiknya dengan nada mengejek.
Nisa tersentak. Ia langsung mengenali suara itu—bawahan Jonson.
"Kalian lepaskan aku! Tolong, lepaskan saya!" ucap Nisa memohon, namun sia-sia. Ia tahu, jika mereka membiarkannya pergi, maka mereka sendiri yang akan menjadi korban kemarahan Jonson.
Sesampainya di sebuah hotel, Nisa dibawa ke dalam sebuah kamar. Matanya membelalak saat melihat Jonson berdiri di sana tanpa mengenakan baju, memperlihatkan tubuhnya yang dipenuhi tato naga dan berbagai gambar lainnya.
"Hai, sayang. Kita bertemu lagi," ujar Jonson dengan nada menggoda sambil mengelus wajah Nisa, membuatnya merasa ngeri sekaligus gugup.
"Tuan, tolong lepaskan saya! Apa salah saya hingga Tuan menangkap saya?" tanya Nisa sambil berusaha meronta, meski kedua tangannya terikat di belakang.
Jonson tertawa kecil. "Tidak semudah itu, sayang. Ayolah, percaya padaku. Aku tidak akan membuatmu kesakitan," ujarnya santai sebelum berbalik menuju kamar mandi.
Melihat Jonson masuk ke kamar mandi, Nisa berpikir keras untuk mencari cara melarikan diri. Namun, dengan tangan terikat dan banyaknya penjaga di luar, peluangnya sangat kecil. Dalam keputusasaan, pikirannya tiba-tiba tertuju pada Jhos. Ya, Paman Jhos! Dia pasti bisa membantuku. Semoga saja... gumamnya dalam hati.
Dengan susah payah, Nisa merogoh saku untuk mengambil telepon genggamnya. Setelah berhasil, ia segera menelepon Jhos dengan jantung berdebar kencang.
Di tempat lain, Jhos yang sedang fokus menandatangani dokumen di kantornya, dikejutkan oleh dering ponselnya. Tanpa ragu, ia langsung mengangkatnya.
"Halo?"
"Paman, tolong aku! Aku diculik oleh Tuan Jonson. Sekarang aku ada di kamar hotelnya dengan tangan terikat!" suara Nisa terdengar penuh ketakutan.
Jhos yang awalnya ingin bertanya lebih lanjut, langsung terkejut mendengar pengakuan Nisa. Tanpa berpikir panjang, ia segera beranjak dari ruangannya dan bergegas pergi.
Sementara itu, di dalam kamar hotel, Nisa berusaha menyembunyikan ponselnya di bawah ranjang setelah menutup sambungan telepon, agar Jonson tidak curiga.
Tak lama kemudian, Jonson keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Melihat itu, Nisa semakin panik dan ketakutan.
Jonson melangkah perlahan mendekatinya, lalu mengelus wajah cantik Nisa dengan punggung tangannya...
"Sangat halus aku sangat menyukainya," katanya saat mengelus pipi manis nisa, nisa segera memberontak bahkan sampai menendang-nendang.
Bukkk!
Tiba-tiba suara pintu yang didobrak dari luar mengejutkan Jonson. Ia segera berbalik ke arah suara itu, tetapi sebelum sempat bereaksi, sebuah tendangan keras menghantam wajahnya. Tubuhnya terlempar dari atas tempat tidur dan jatuh ke lantai dengan keras.
"Berani sekali kau menyakiti seorang gadis!" terdengar suara pria dengan nada dingin yang menusuk. Sosok itu melangkah mendekati Jonson, menarik kerah bajunya, lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajahnya hingga berdarah.
"Dasar laki-laki brengsek!" bentak pria tersebut dengan penuh amarah.
Jonson yang menerima pukulan keras merasakan penglihatannya menjadi buram. Setelah beberapa saat, ketika pandangannya mulai pulih, ia terkejut melihat sosok yang berdiri di depannya—Jhos, sepupunya sendiri.
"Apa yang kau lakukan, Jhos?! Kenapa kau menggangguku dan memukuliku? Apa urusanmu denganku? Aku sedang menikmati wanitaku!" seru Jonson dengan nada terkejut dan marah.
Sementara itu, Nisa yang melihat kedatangan Jhos langsung bangkit dari tempat tidur. Tubuhnya gemetar, ia berlari ke pojok ruangan dan duduk sambil menangis ketakutan. Trauma masih menghantui pikirannya.
Melihat Nisa yang begitu ketakutan, emosi Jhos semakin memuncak. Ia menatap tajam ke arah Jonson dan melangkah mendekatinya dengan penuh amarah.
"Berani sekali kau bertanya seperti itu! Aku katakan sekali lagi padamu, dia adalah wanitaku! Jangan berani-berani menyentuhnya lagi!" teriak Jhos dengan suara menggema, sebelum kembali menendang tubuh Jonson hingga terhuyung.
Jonson yang semakin marah membalas, "Apa maksudmu, Jhos?! Dia adalah wanitaku, bukan urusanmu!" Namun, Jhos tak menggubrisnya. Ia langsung menghampiri Nisa, melepaskan jasnya, lalu menutupi tubuh Nisa dengan lembut sebelum menggendongnya keluar dari kamar hotel.
Jonson hanya bisa menatap dengan penuh kemarahan saat melihat Jhos membawa pergi Nisa di hadapannya. Amarahnya meledak.
"Lihat saja, Jhos! Aku tidak akan menyerah! Aku akan merebut Nisa darimu! Sial... sial... sial!" teriaknya penuh emosi, lalu melampiaskannya dengan memukuli satu per satu bawahannya yang ada di dekatnya.
"Dasar tidak berguna! Kenapa kalian bisa membiarkan dia masuk dan menggangguku?!" bentaknya penuh emosi.
"Tuan, kami sudah berusaha menghalanginya, tapi dia terlalu kuat dan memukul kami!" jawab salah satu bawahannya ketakutan.
Jonson yang tak puas dengan jawaban itu langsung menendang orang tersebut, lalu bergegas kembali ke kamarnya dengan wajah penuh kemarahan.
Apa hubungan Jhos dengan Nisa? Setahuku, dia tidak pernah menunjukkan bahwa dia mengenalnya. Tapi... kenapa dia bisa tiba-tiba datang dan menyelamatkan Nisa? pikir Jonson dalam kebingungan.
Matanya menyipit penuh curiga. Lihat saja, Jhos... Aku tidak akan kalah semudah ini sebelum aku mendapatkan Nisa. Aku akan merebutnya darimu, bagaimanapun caranya!