NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7

Adel duduk di bangku taman sekolah, matanya kosong menatap ke depan. Udara pagi yang seharusnya segar terasa berat di dadanya. Novi dan Sinta, dua sahabatnya, duduk di sebelahnya sambil asyik membicarakan rencana liburan akhir semester. Tapi, Adel sama sekali tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Pikirannya masih tertuju pada kejadian tadi pagi di mobil, saat Bima membentaknya.

“Adel, kamu kenapa? Dari tadi kayaknya melamun aja,” tanya Novi, menyadari temannya yang biasanya cerewet sekarang justru diam seribu bahasa.

“Nggak, kok. Cuma lagi ngerasa nggak enak badan aja,” jawab Adel singkat, mencoba tersenyum tipis. Tapi, senyumannya tidak sampai ke matanya.

“Ah, masa sih? Kamu biasanya kalau lagi sakit, langsung ngomel-ngomel kayak nenek-nenek,” goda Sinta sambil tertawa.

Adel hanya menggeleng, tidak ingin membahas lebih jauh. Dia tidak mau Novi dan Sinta tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana dia bisa menjelaskan bahwa hatinya sakit bukan karena flu atau demam, tapi karena Bima, pria yang dia anggap sebagai sosok penting dalam hidupnya, justru membuatnya merasa diabaikan.

“Eh, ngomong-ngomong, kamu udah dengar belum? Katanya om Bima lagi deket-deketnya sama si lesa Lesa, tuh,” celetuk Novi tiba-tiba, membuat jantung Adel berhenti sejenak.

“om Bima? Tante Lesa? Seriusan?” tanya Sinta, matanya berbinar penasaran.

“Iya, katanya sih gitu. Tapi ya nggak tahu juga sih, cuma desas-desus aja,” jawab Novi sambil mengangkat bahu.

Adel merasa dadanya semakin sesak. Lesa? Cewek itu lagi? Dia tahu persis siapa Lesa. Cewek itu cantik, pintar, dan selalu bisa menarik perhatian Bima. Adel merasa seperti ada duri yang menusuk hatinya setiap kali melihat Bima tersenyum pada Lesa.

“Ah, nggak mungkin lah. Om Bima kan udah kayak ayah buat Adel. Mana mungkin dia deket-deket sama cewek lain, apalagi Adel gak pernah ngerestuin siapapun jadi ibu angkat! Gue paham! Ibu angkat tuh gak semuanya baik, mungkin, Adel punya trauma kali.” kata Sinta, mencoba menenangkan suasana. "Tapi, om bima kan emang ayahnya Adel!" Ralat Sinta, nyengir.

Tapi, ucapan Sinta justru membuat Adel semakin sakit hati. Ya, Bima memang seperti ayah baginya. Tapi, bagi Adel, perasaannya lebih dari itu. Dia mencintai Bima, bukan sebagai seorang ayah, tapi sebagai seorang pria. Tapi, bagaimana mungkin dia bisa mengungkapkan perasaannya? Bima jelas-jelas menganggapnya sebagai anak angkat.

"Rata-rata yang gue lihat di film-film tuh, ibu angkat itu selalu ngejadiin anak sambungnya, kayak babu! Nah, mungkin, Adel mikirnya kesana, dia takut sama ibu angkat kali! Apalagi banyak ibu angkat yang jadiin anak sambungnya kayak keset yang bisa di injek sesuka hati!" Tambah Novi, bergidik ngeri membayangkan Adel diperlakukan seperti itu oleh ibu angkatnya.

***

Di kantor Bima, suasana juga tidak kalah tegang. Bima duduk di belakang mejanya, wajahnya terlihat serius. Bastian, asisten sekaligus sahabat dekatnya, duduk di depannya sambil memegang secangkir kopi.

“Jadi, gimana? Masih nggak bisa nyari cara buat bikin Adel ngerti?” tanya Bastian, mencoba memecah keheningan.

Bima menghela napas panjang. “gue nggak tahu, Bas. Adel tuh keras kepala banget. Dia nggak mau ngerti kalau gue cuma ngeliat dia sebagai anak. Aku nggak mau dia terus-terusan sakit hati karena hal yang nggak mungkin.”

“Tapi, lo juga nggak bisa terus-terusan ngejauhin dia. Adel tuh cuma butuh perhatian, Bim. Dia masih muda, masih labil. Lo harus banyak-banyak sabar,” kata Bastian, mencoba memberi saran.

"Apa sih yang kurang, bas! Perhatian udah gue kasih, kasih sayang gue kasih! Adel juga sering gue manja-manjain, bas! Tapi apa, dia tetap gitu aja! Gak berubah-ubah, lama-lama gue kesel ngadepin sikap dia itu.

"Sabar Bim, Adel masih puber! Gak semua hal harus selalu berjalan gampang. Mendingan Lo ngalah aja, daripada dia makin durhaka sama Lo!" Saran Bastian mengajak bercanda.

Bima mengangguk pelan. Dia tahu Bastian benar. Tapi, dia juga tidak ingin Adel terus-terusan memiliki harapan yang salah. Dia tidak ingin menyakiti Adel lebih dari ini.

“gue cuma berharap dia bisa ngerti kalau gue nggak bisa jadi lebih dari ayah buat dia,” ujar Bima pelan.

“Mungkin Lo harus ngomong baik-baik sama dia. Jelasin dengan jelas, tapi jangan sampe dia merasa ditolak,” saran Bastian lagi.

Bima mengangguk, tapi sebelum dia sempat menjawab, pintu kantornya terbuka. Lesa masuk dengan senyum manisnya.

“Mas Bima, ada waktu sebentar? Aku mau bahas proyek baru kita,” kata Lesa, suaranya lembut tapi penuh keyakinan.

Bastian langsung berdiri, memberikan kursinya pada Lesa. “Aku pamit dulu, Bim. Nanti kita lanjutin lagi.”

Bima mengangguk, dan Bastian pun pergi meninggalkan kantor. Lesa duduk di depan Bima, matanya berbinar penuh arti.

“Jadi, gimana? Kamu udah baca proposal yang aku kasih?” tanya Lesa, mencoba memulai percakapan.

Bima mengangguk, mencoba fokus pada pekerjaan. Tapi, di sudut hatinya, dia tahu bahwa Lesa bukan hanya sekadar ingin membahas proyek. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik senyumannya.

***

Sementara itu, di sekolah, Adel masih duduk di taman bersama Novi dan Sinta. Tapi, pikirannya sudah melayang jauh. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Bima dan Lesa. Apa yang sedang mereka lakukan sekarang? Apakah Bima benar-benar akan mendekati Lesa?

“Adel, kamu yakin nggak apa-apa? Kamu kayaknya nggak fokus banget,” tanya Novi lagi, mulai khawatir.

“Iya, nih. Kamu biasanya kalau lagi nggak mood, langsung ngomel-ngomel. Sekarang malah diam aja. Ada masalah apa sih?” tambah Sinta.

Adel menarik napas dalam-dalam. Dia tahu dia tidak bisa terus menyimpan semuanya sendiri. Tapi, dia juga tidak siap untuk mengungkapkan perasaannya pada Novi dan Sinta.

“gue cuma lagi bingung aja,” akhirnya Adel menjawab, mencoba mencari alasan.

“Bingung tentang apa?” tanya Novi, matanya penuh pertanyaan.

“Bingung tentang, tentang perasaan,” jawab Adel pelan.

Novi dan Sinta saling pandang, lalu tertawa kecil. “Wah, jangan-jangan Adel lagi jatuh cinta, nih!” goda Sinta.

Adel merasa wajahnya memanas. Dia tidak bisa menyangkal, tapi dia juga tidak bisa mengakui. “Ah, nggak juga sih. Cuma... aku nggak tahu gimana cara ngungkapin perasaan aku.”

“Siapa sih orangnya? Pasti cowok kan?” tanya Novi penasaran.

Adel menggeleng, tidak ingin menjawab. Dia tahu jika Novi dan Sinta tahu bahwa dia menyukai Bima, mereka pasti akan kaget. Tapi, dia juga tidak bisa terus menyimpan semuanya sendiri.

“gue cuma butuh waktu aja,” akhirnya Adel menjawab, mencoba mengakhiri pembicaraan.

"Apa jangan-jangan Lo suka sama si sandi del?" Tanya Novi memicing.

Adel berdecak sebal, "dikit-dikit sandi, apa-apa sandi, kalo gak sirendi itu tuh! Muak gue lama-lama, udahlah jangan bahas tentang dia!"

Kedua sahabatnya itu menggulum senyum, terus menggoda Adel. Wajah Adel tampak kesal dengan kedua sahabatnya yang tak henti-hentinya menggoda dirinya dengan sandi dan Rendi.

"Kalo bilang suka Del!" Kata Novi mencolek-colek dagu Adel.

"Kebalik dodol! Ada juga. Kalo suka bilang! Gitu yang bener! Iya gak del?" Sinta meminta persetujuan dari Adel.

Adel mengedikkan kedua bahunya acuh, ia nampak tak peduli dengan siapapun kecuali dengan bima. Pria yang tak pernah peka-peka dengan perasaannya selama ini.

'ishhhh, ngeselin banget sih ayah! Masa aku udah ngungkapin perasaan, dianya malah gak paham-paham! Apa perlu aku siram pake minyak ya otaknya! Biar encer sekalian!' gerutu Adel membatin.

"Del! Sandi atau Rendi, atau jangan-jangan Lo suka sama si Arya lagi?" Tuduh Novi, ya Arya juga tampan, ketua basket yang diminati banyak wanita.

"Teori apalagi ini nov!" Sinta terkekeh ngakak. "Mungkin, Adel pengen nyarinya yang ganteng, tinggi sama dingin kali, Arya kan gitu orangnya." Kata Sinta terus gencar menggoda Adel, membuat gadis itu muak.

"Gue gak pernah suka sama siapapun disini!" Kata Adel kesal.

"Terus sama siapa sih del? Yang suka sama Lo cakep-cakep loh! Masa Lo gak terpelet sih sama mereka?" Heran Novi.

Adel terdiam dan menggelengkan kepalanya.

"Kalo gue jadi Lo, bakalan milih salah satu deh! Kalo gak si sandi, ya si Rendi kek! Kalo gak mungkin sama si Rendi, sama Arya aja deh!" Sahut Sinta menghalu.

"Ye, kayak mereka demen aja sama Lo, sin!" Ujar Novi, mematahkan haluan Sinta.

"CK, Lo bisa gak sih dukung gue gitu!" Gerutu Sinta cemberut.

"Gak usah ngambek-ngambekan gue jijik liatnya! Imut kagak! Merinding iya!" Ejek Novi membuat Adel terkekeh.

Sinta mencebikkan bibirnya.

"Del siapa cowoknya? Biar gue bantu nih!" Tanya Novi.

"Gue gak bisa jelasin!" Tegas Adel.

Novi dan Sinta mengangguk, meski masih penasaran. Mereka tahu Adel sedang tidak dalam kondisi yang baik, dan mereka tidak ingin memaksanya untuk berbicara.

***

Sementara itu, di kantor Bima, percakapan dengan Lesa semakin serius. Lesa tidak hanya membahas proyek, tapi juga mencoba mendekati Bima secara pribadi.

“Mas bima, kamu tahu kan kalau aku selalu ada buat kamu,” kata Lesa tiba-tiba, suaranya lembut tapi penuh arti.

Bima terkejut, tidak menyangka Lesa akan mengatakan hal seperti itu. “Lesa, aku...”

“Aku nggak mau buru-buru, Bim. Aku cuma mau kamu tahu kalau aku serius sama kamu,” lanjut Lesa, matanya penuh harap.

Bima merasa terjebak. Dia tidak ingin menyakiti perasaan Lesa, tapi dia juga tidak bisa memberikan harapan yang salah. “Lesa, aku nggak bisa...”

Lesa tersenyum, mencoba menutupi kekecewaannya. “Nggak apa-apa, mas. Aku ngerti. Tapi, aku harap kamu bisa mikirin lagi.”

Bima mengangguk pelan, merasa seperti berada di antara dua pilihan yang sama-sama sulit. Dia tahu, apapun yang dia lakukan, pasti akan ada yang tersakiti.

***

Di sekolah, bel istirahat berbunyi, menandakan waktu istirahat sudah usai. Adel berdiri, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi hari ini. Dia tahu, dia tidak bisa terus-terusan larut dalam perasaannya. Tapi, dia juga tidak tahu bagaimana cara mengatasi semua ini.

“Ayo, Adel. Kita balik ke kelas,” ajak Novi, menarik tangan Adel.

Adel mengangguk, mencoba tersenyum. Tapi, di dalam hatinya, dia tahu bahwa perasaannya terhadap Bima tidak akan pernah bisa hilang begitu saja. Dia hanya berharap, suatu hari nanti, Bima akan mengerti betapa dalam cintanya padanya.

'ayah jangan pernah menjauh dari aku ya! Setelah tahu kebenarannya!' batin Adel.

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!