Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 ~ Alergi Ayla
Bahkan pembina yang tampan itu juga curi-curi memandang ke arahnya. Sementara di barisan yang lain, Aldric mengepal tangannya erat. Ia tidak rela gadis miliknya ditatap dengan tatapan memuja seperti itu. Sekalipun oleh kakaknya sendiri.
Ya, pria dewasa itu adalah kakak dari Aldric Nelson, yakni putra pertama keluarga Nelson yang bernama Edric Nelson. Sampai saat ini tidak ada yang tahu keduanya adalah bersaudara, selain wajah yang tidak mirip walau sama-sama tampan sifat keduanya juga sangat berbeda.
Aldric meski dingin masih bisa bersikap ramah dan kadang juga kekanak-kanakan, tapi jika Edric, dia adalah salah satu kanebo kering di antara beribu-ribu kanebo kering dalam dunia pernoveltoonan ini.
Wajahnya selalu datar, para mahasiswi yang kasak-kusuk tadi tidak tahu saja, kalau pria ini juga merupakan salah satu dosen killer di antara beribu-ribu dosen killer dalam dunia pernoveltoonan ini.
Setelah semua anggota baru memperkenalkan diri dan kegiatan perkenalan UKM usai, akhirnya semua mahasiswa diperkenankan untuk keluar dari ruangan.
Semuanya pun berbondong-bondong keluar dari sana, di sudut koridor terlihat Aldric sedang membujuk Olivia untuk ikut dengannya. "Ayolah, aku hanya ingin memperkenalkan mu pada tunanganku," bujuknya dengan wajah yang dibuat semenyedihkan mungkin.
Tapi itu malah terlihat aneh dan seram di mata Olivia. "Untuk apa aku mengenal tunanganmu?"
"Tunanganku adalah gadis yang lewat saat kita berada di samping toilet tadi siang. Setelah melihat posisi kita yang begitu intim, dia sekarang marah padaku. Aku hanya ingin menjelaskan padanya kalau kita tidak punya hubungan apa-apa," jelas Aldric panjang lebar, ia akan memanfaatkan gadis di depannya ini. Terlebih gadis ini tidak terlihat tertarik padanya, jadi ia aman.
"Baiklah," jawab Olivia akhirnya, ia tidak mau menjadi alasan yang tidak jelas atas kandasnya hubungan orang lain.
'Yesss! Kena juga kau,' pekik Aldric di dalam hati.
.
.
.
"Alice," panggil Aldric sembari meraih tangan sang tunangan.
"Kamu siapa? Lepaskan!"
"Aku tahu kamu marah padaku, tapi sekarang aku sudah membawa orangnya. Perkenalkan ini Olivia, dia adalah gadis yang aku PELUK di samping toilet tadi," jelas Aldric dengan menekankan kata 'PELUK'.
Ia memperhatikan perubahan raut wajah sang tunangan, tapi wajah gadis itu tetaplah datar seperti biasanya. 'Olivia? Pemeran utama novel ini? Sangat cantik sesuai deskripsi novel Belenggu Cinta.'
"Untuk apa kamu menjelaskannya padaku? Dan untuk apa aku cemburu?" tanya Alice berpura-pura tidak tahu-menahu.
"Kau tunanganku, aku tidak ingin kau salah paham," tegas Aldric, ia semakin kesal melihat sikap acuh tak acuh gadis di depannya.
Sedangkan Olivia? Ia lebih merasa berada di tengah-tengah dua kobaran api yang siap melahapnya. 'Seharusnya aku tidak punya belas kasih untuk membantu orang,' sesalnya di dalam hati.
"Tunangan? Aku tidak pernah ingat punya seorang tunangan. Kalau memang iya, kamu adalah tunanganku. Maka putuskan saja, kulihat kamu juga sudah punya kekasih yang baru. Selamat, sepertinya dia gadis yang baik."
"Kau! Jangan harap bisa lepas dari status pertunangan kita. Karena hanya aku yang boleh memutuskan, bukan kau!" Aldric menatap Alice dengan tajam, sedangkan Alice telah menggenggam kedua tangannya erat agar tidak bergetar.
Setelah berkata seperti itu, Aldric pergi berlalu dari sana. Ia bahkan meninggalkan Olivia begitu saja, begitu juga dengan Alice yang mulai beranjak.
"Eh, hey ..." gumam Olivia bingung harus bagaimana. "Apa pria itu membawaku untuk menonton drama? Sungguh membuang waktuku saja," gerutunya seorang diri, tidak sadar bahwa seorang gadis telah berdiri di samping kirinya.
"Hai, namaku Sylvia Foster," sapa gadis sembari mengulurkan tangannya.
"Eh, hai, aku Olivia Bailey," balas Olivia menerima uluran tangan gadis itu.
"Kenapa kau diam saja berada ditengah-tengah pasangan tidak tahu malu itu? Mereka itu selalu mencari sensasi di depan orang. Terlebih gadis yang bernama Alice itu. Dia itu tunangan tidak tahu diri, Aldric dekat sedikit saja dengan seorang gadis, dia sudah seperti cacing kepanasan. Seharusnya kau beri dia pelajaran, dekati Aldric! Kulihat Aldric juga sepertinya tertarik denganmu, kau bisa mulai dari ..."
"Tunggu, apa maksudnya kamu menceritakan semua itu padaku?" Olivia memotong perkataan panjang lebar Sylvia, ia merasa tidak nyaman ketika gadis itu menjelek-jelekkan orang lain di depannya.
"Tentu saja aku ingin membantu mu. Aku tahu kau adalah mahasiswi beasiswa di kampus ini. Jika kau menjadi kekasih Aldric, dapat dipastikan kau tidak akan kehilangan beasiswa itu sampai lulus."
"Aku tidak perlu status untuk mempertahankan beasiswa ini, Nona! Aku bisa mempertahankannya dengan usahaku sendiri!" tegas Olivia dan berlalu dari sana, ia tidak pernah suka pada nona muda yang selalu memandang harta seperti ini.
"Hah, belagu sekali dia? Ish, tanganku najis, kotor," gerutunya sembari mengelap kedua tangannya dengan tisu basah.
.
.
.
Alice berjalan cepat, ingin mencari keberadaan Lucy yang sejak tadi pergi entah kemana bersama Malvin. Sebenarnya Alice tidak heran, jika ia besar bersama Aldric dan Haven, lain dengan Lucy yang sejak kecil selalu bersama Malvin. Keduanya seperti sepasang kekasih, namun jika bertengkar lebih mirip seperti anjing dan kucing.
Saat Alice serius memindai isi kantin, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya, "Hey..."
"Astaga ... kamu selalu mengagetkanku!" pekik Alice tidak terima, Haven selalu membuatnya melompat tiba-tiba.
"Hahaha, sedang apa kau disini?"
"Aku lagi cari Lucy, kamu lihat nggak?"
"Enggak ada, karena sudah di kantin kita makan dulu sebelum pulang yuk! Kebetulan kita udah lama tidak ngumpul," ajak Haven dan tanpa basa-basi ia menarik tangan Alice begitu saja.
.
.
.
"Kau yakin ini akan berhasil?" tanya Lucy merasa ragu akan rencana Malvin.
"Tentu saja, kau lihat Nona Alice terlihat sangat dekat dengan Tuan Haven."
"Tapi Tuan Aldric itu sangat gengsian, mana mungkin dia mau mengaku?"
"Kita coba saja dulu, aku sudah tidak tahan melihat bos ku itu setiap hari merana terus."
"Kalau begitu cepat hubungi bosmu, suruh dia datang kesini."
"Sudah aku chat dia," jawab Malvin sembari menunjukkan layar ponselnya.
.
.
.
"Kenapa kau memisahkan sup jagungnya dari makanan mu?" tanya Haven bingung. Pasalnya gadis ini setahunya menyukai sup jagung.
"Ah, aku alergi jagung," jawab Alice apa adanya sebagai Ayla.
"Kau alergi jagung? Sejak kapan? Setahuku kau sangat menyukai jagung."
"Hah? Engg, a-aku memang menyukai jagung, hanya saja tadi aku membaca artikel yang mengatakan kalau jagung bisa memicu tumbuhnya jerawat, jadi aku takut memakannya. Ini aku makan sekarang." sahut Alice gugup namun tersenyum kecil, tanpa berpikir panjang ia menyuap sesendok penuh sup jagung ke dalam mulutnya agar Haven tidak curiga.
"Aku jadi bingung, kau itu sungguh kehilangan ingatan atau bukan. Kau yang sekarang tidak seperti kau yang dulu." ucap Haven ragu membuat Alice semakin gugup, 'Sial, kenapa orang ini sangat mengenal Alice?'
Tiba-tiba seseorang datang bergabung begitu saja. "Hay, aku gabung ya."
"Tentu saja, kita sudah lama tidak berkumpul."
"Alice, kau tidak keberatan kan?" tanya Aldric sembari menatap Alice dengan intens. Sementara Alice hanya mengangguk, ia terlihat tidak fokus. Tubuhnya terasa panas sekarang, terlihat ruam-ruam merah yang mulai timbul.
"Alice, aku mau minta maaf soal perlakuanku padamu selama ini," ujar Aldric tulus, ia bahkan rela merendahkan diri sekarang.
Sementara Alice hanya mengangguk sebagai jawaban, keadaan tubuhnya membuat ia tidak sadar apa yang di ucapkan Aldric. 'Ini kan tubuh Alice, kenapa alergi juga pada jagung?'
"Hmm, aku permisi dulu. Lucy sudah menungguku di bawah," ujar Alice cepat, ia bahkan sudah berdiri untuk berkemas.
"Jangan bilang kau masih mau menghindari ku?" tanya Aldric dengan tatapan tajam.
"Anggap saja begitu," ketus Alice, ia sudah tidak punya waktu untuk meladeni omong kosong sang tunangan.
"Ka-kau!" pekik Aldric namun Alice telah pergi duluan. "Argh, aku sudah merendahkan diriku untuk meminta maaf padanya," kesalnya dengan wajah emosi.
"Tenang, Bro. Itu bayaran atas perlakuan mu selama ini padanya. Kini saatnya kau yang berjuang. Semangat!" ujar Haven menepuk pundak sang sahabat.
Aldric pun menatapnya dengan wajah kosong, bagaimana mungkin pria yang selalu dikejar-kejar akan mengejar seorang gadis yang dulunya ia tolak mentah-mentah? Mau ditaruh dimana wajahnya nanti?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼