NovelToon NovelToon
Debaran Hati

Debaran Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:854
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mengisahkan mengenai Debby Arina Suteja yang jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, Hendro Ryu Handoyo karena Hendro tak pernah jujur pada Debby mengenai statusnya yang sudah punya istri dan anak. Debby terpukul sekali dengan kenyataan bahwa Hendro sudah menikah dan saat itulah ia bertemu dengan Agus Setiaji seorang brondong tampan yang menawan hati. Kepada siapakah hati Debby akan berlabuh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Selalu Ada Untukmu

Reksa dengan langkah berat menghampiri Hendro di apartemen mewahnya. Amarahnya sudah memuncak mendengar segala perbuatan keji putranya. Begitu berhadapan, tanpa basa-basi Reksa langsung meluapkan kekecewaannya.

"Hendro! Apa yang sudah kamu lakukan?! Menabrak Agus? Meneror Naura dan keluarganya? Apa kamu sudah gila?!" bentak Reksa, suaranya bergetar menahan emosi.

Hendro yang sedang bersantai di sofa hanya menatap ayahnya dengan tatapan dingin. "Aku hanya membereskan orang-orang yang menghalangi jalanku, Ayah."

"Menghalangi jalanmu?! Mereka tidak bersalah! Naura itu mantan istrimu, Marcella itu anakmu sendiri! Agus... dia tidak melakukan apa pun padamu!" suara Reksa meninggi. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran putranya.

"Naura musuhku, Ayah. Dia membuat Debby meninggalkanku. Aku tidak peduli padanya atau anak itu," jawab Hendro dengan nada datar, tanpa sedikit pun penyesalan. Matanya hanya memancarkan obsesi terhadap Debby.

Mendengar ucapan dingin putranya, Reksa menggelengkan kepalanya tak percaya. "Ya Tuhan, Hendro... apa yang sudah terjadi padamu? Kamu sudah kehilangan akal sehat!"

Saat itu, Nirmala yang ikut datang bersama Reksa, mendengar dengan jelas ucapan putranya. Hatinya hancur berkeping-keping mendengar Hendro begitu tega mengatakan hal itu tentang mantan istri dan cucunya sendiri. Air mata langsung membanjiri pipinya, dan tanpa sadar ia limbung dan kembali pingsan.

"Ibu!" seru Reksa panik, segera menahan tubuh istrinya yang terkulai lemas. Ia menatap Hendro dengan tatapan penuh kekecewaan dan kemarahan. "Lihat apa yang sudah kamu lakukan, Hendro! Ibumu sampai pingsan lagi!"

Namun, Hendro hanya memandang sekilas ibunya yang tak sadarkan diri tanpa menunjukkan ekspresi berarti. "Itu bukan salahku. Ibu terlalu lemah," ujarnya enteng, kembali memfokuskan pandangannya pada layar ponselnya.

Reksa terperangah melihat ketidakpedulian putranya. Ia tidak menyangka Hendro bisa menjadi sebegitu dingin dan tanpa perasaan. Rasa malu dan penyesalan semakin menghimpit dadanya. Ia merasa gagal sebagai seorang ayah.

"Kamu benar-benar sudah berubah, Hendro. Aku tidak mengenalmu lagi," ucap Reksa lirih, berusaha menahan amarahnya. Ia kemudian mengangkat tubuh Nirmala untuk dibaringkan di sofa.

Hendro tidak menggubris ucapan ayahnya. Pikirannya hanya tertuju pada Debby. Ia yakin, dengan menyingkirkan semua "penghalang", Debby akan kembali padanya. Ia sama sekali tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk keluarganya sendiri. Obsesinya telah membutakannya dari segala nilai moral dan kemanusiaan. Reksa hanya bisa menggelengkan kepala melihat betapa keras hatinya putranya. Ia tahu, kali ini ia harus bertindak tegas, bukan hanya demi Naura dan Marcella, tetapi juga demi menyadarkan Hendro dari kegilaannya.

****

Di tengah duka dan ketidakpastian yang melanda, Naura dan keluarganya kembali harus menghadapi pukulan telak. Kali ini datang dari Fathia, sepupu Naura yang sejak kecil menyimpan rasa iri. Melihat Naura yang selalu dipandang baik dan kini tengah terpuruk, Fathia memanfaatkan kesempatan ini untuk melampiaskan dengkinya.

Fathia mulai menyebarkan fitnah keji di antara warga desa. Dengan wajah dibuat-buat prihatin, ia menceritakan "keburukan" Naura. Ia mengatakan bahwa penampilan Naura yang selama ini alim dengan hijab lebar dan gamis hanyalah kedok belaka. Ia menuduh Naura sebagai wanita tidak benar, menyindir masa lalunya, dan mengaitkannya dengan musibah yang menimpa keluarganya saat ini.

"Kalian tahu sendiri kan, Naura itu seperti apa dulu? Jangan tertipu dengan penampilannya sekarang. Semua itu hanya sandiwara," ujar Fathia dengan nada penuh intrik kepada ibu-ibu yang sedang berkumpul.

Sayangnya, mayoritas warga desa yang memang gemar bergunjing dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dengan mudah mempercayai hasutan Fathia. Mereka mulai membicarakan Naura di belakangnya, menyebarkan desas-desus yang semakin liar. Opini publik di desa itu dengan cepat berbalik melawan Naura dan keluarganya.

"Benar juga kata Fathia. Mungkin semua musibah ini karena ulah Naura sendiri," celetuk seorang ibu.

"Dulu dia memang agak berbeda. Pantas saja sekarang keluarganya kena batunya," timpal yang lain.

Hingga puncaknya, beberapa tokoh masyarakat yang terpengaruh oleh fitnah Fathia mendatangi rumah Subeni. Mereka meminta Naura dan keluarganya untuk pergi dari desa. Mereka dianggap membawa sial dan mencoreng nama baik desa.

"Kami sudah tidak nyaman lagi dengan kehadiran kalian di sini," ujar salah satu tokoh masyarakat dengan nada dingin. "Lebih baik kalian pergi sebelum warga semakin resah."

****

Subeni dan Haryati hanya bisa pasrah mendengar permintaan yang tidak adil itu. Mereka tidak mengerti mengapa mereka harus menanggung akibat dari perbuatan orang lain. Naura yang mendengar percakapan itu hanya bisa menangis dalam diam, memeluk Marcella erat-erat. Ia merasa dunia begitu kejam padanya. Setelah kehilangan rumah tangganya dan diteror oleh mantan suaminya, kini ia harus diusir dari tempat kelahirannya sendiri karena fitnah keji.

"Kami tidak melakukan kesalahan apa pun," lirih Naura mencoba membela diri.

Namun, warga desa yang sudah terhasut tidak mau mendengarkan. Mereka mendesak agar Naura dan keluarganya segera pergi. Dengan berat hati dan air mata yang terus mengalir, Subeni dan Haryati mulai mengemasi barang-barang mereka. Naura hanya bisa mengikuti, hatinya hancur berkeping-keping. Mereka terpaksa meninggalkan rumah yang penuh kenangan itu, diusir oleh orang-orang yang selama ini menjadi tetangga mereka, hanya karena fitnah seorang wanita yang penuh dengki. Fathia tersenyum licik dari kejauhan, merasa puas melihat Naura dan keluarganya menderita. Dendamnya sejak kecil akhirnya terlampiaskan.

****

Debby duduk di samping ranjang Agus dengan perasaan cemas yang luar biasa. Berjam-jam ia menunggu dengan harap-harap cemas di ruang tunggu, dan akhirnya dokter mengizinkannya untuk melihat Agus. Ketika ia masuk dan melihat Agus terbaring dengan mata tertutup, hatinya kembali mencelos.

Namun, tak lama kemudian, sebuah keajaiban kecil terjadi. Perlahan, kelopak mata Agus bergerak, lalu terbuka. Debby menahan napas, air matanya kembali mengalir, kali ini bukan karena takut, melainkan karena lega yang teramat sangat.

"Agus..." panggil Debby lirih, suaranya bergetar.

Mata Agus mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya ruangan. Pandangannya kemudian tertuju pada Debby yang duduk di sampingnya. Ia tampak sedikit linglung, mencoba mengingat apa yang terjadi.

Debby bisa melihat tatapan Agus yang sayu itu. Ia merasa lega bukan main. Satu-satunya hal yang kini mengganjal di pikirannya adalah bagaimana cara menghubungi keluarga Agus. Ponsel pemuda itu tergeletak di meja samping ranjang, namun terkunci dengan kata sandi yang tidak ia ketahui.

Agus terus memandang Debby, dan tatapannya itu membuat Debby menjadi salah tingkah. Ada kelembutan dan rasa terima kasih terpancar dari mata Agus. Debby berusaha tersenyum meskipun air matanya masih belum sepenuhnya kering.

"Kamu... kamu sudah sadar," ucap Debby dengan suara tercekat, berusaha menahan isaknya.

Agus mencoba menggerakkan bibirnya, dan dengan suara yang sangat pelan dan lemah, ia mengucapkan, "Terima kasih..."

Debby menggenggam erat tangan Agus. "Jangan bicara dulu. Kamu istirahat saja."

Namun, Agus menggelengkan kepalanya pelan. Ia kembali menatap Debby dengan tatapan yang lebih fokus. "Terima kasih... sudah di sini."

Debby merasakan kehangatan menjalari hatinya mendengar ucapan lemah Agus. "Tentu saja. Aku akan selalu ada di sini."

1
kalea rizuky
klo ortu agus gk bs nrima ywda
kalea rizuky
lanjut
Serena Muna: terima kasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!