NovelToon NovelToon
Menuju Tenggara

Menuju Tenggara

Status: tamat
Genre:Romantis / Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Karir / Persahabatan / Chicklit / Tamat
Popularitas:32.2k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Ganesha percaya Tenggara adalah takdir hidupnya. Meski teman-temannya kerap kali mengatakan kepada dirinya untuk sebaiknya menyerah saja, si gadis bersurai legam itu masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan cintanya kepada Tenggara. Meski sebetulnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa dia hanya jatuh cinta sendirian.

"Sembilan tahun mah belum apa-apa, gue bisa menunggu dia bahkan seribu tahun lagi." Sebuah statement yang pada akhirnya membuat Ganesha diberikan nama panjang 'Ganesha Tolol Mirella' oleh sang sahabat tercinta.

Kemudian di penghujung hari ketika lelah perlahan singgah di hati, Ganesha mulai ikut bertanya-tanya. Benarkah Tenggara adalah takdir hidupnya? Atau dia hanya sedang menyia-nyiakan masa muda untuk seseorang yang bahkan tidak akan pernah menjadi miliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 33

Tubuh ramping itu Kafka baringkan perlahan-lahan. Diperlakukan seperti benda pecah-belah yang rentan pecah. Dibimbing sampai punggungnya mendarat lembut di atas kasur, disusul kepalanya yang disambut bantal empuk. Perlahan, Kafka menarik lengannya. Namun belum sempurna tubuhnya menjauh, tangan halus Selena menyentuh pipinya lembut. Tatapan gadis itu tampak kabur, terhalang kabut bening yang bercampur dengan... hasrat? Kafka tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Dia hanya merasa, Selena menginginkan dirinya.

"Soe..." Suara gadis itu mengalun pelan, terasa lembut membelai telinga. Deru napasnya menampar wajah Kafka, membawa aroma mint bercampur alkohol.

Kafka tidak menjawab. Hanya membiarkan mata mereka saling tatap beberapa detik lebih lama.

Remangnya pencahayaan kamar semakin mendukung suasana intim. Wajah ayu Selena tampak bersinar di bawah temaram lampu tidur. Membuat Kafka semakin mabuk kepayang. Jika saja dirinya tak pandai mengendalikan diri, mungkin sudah dia terkam gadis itu sampai tak berkutik lagi. Bibir merahnya sudah tidak secetar sebelumnya. Lipstik yang dia sapukan di sana sudah tersapu banyaknya alkohol yang dia tenggak. Dan dalam upaya kerasnya untuk tetap waras, terselip bayangan tentang bagaimana jika Kafka membuat sisa lipstik di sana sepenuhnya menghilang. Bagaimana jika Kafka membuat Selena semakin berantakan?

Tapi tidak Kafka lakukan. Tak akan sebanding untuk mengorbankan hubungan pertemanan mereka demi memenuhi keinginan sesaat. Malam ini dia bisa saja mengajak Selena pergi ke surga, tapi bagaimana dengan esok hari? Ketika matahari sudah terbit di atas kepala dan kesadaran gadis itu kembali, dia tentu tidak akan sanggup menanggung konsekuensinya.

Maka, sebelum kontrol dirinya semakin berkurang, Kafka menarik diri. Pelan-pelan dia lepaskan tangan Selena dari pipinya, tersenyum tipis dan berkata pelan agar Selena segera memejamkan mata. Tidur, katanya, supaya berat di kepala gadis itu berkurang dan besok bisa bangun dengan kondisi tubuh lebih bugar.

Namun, mereka sepertinya tidak sedang satu frekuensi. Alih-alih menurut dan membiarkan Kafka pergi, Selena malah meraih lengan lelaki itu, membawanya mendekat. Ketika wajah mereka kembali hanya dipisahkan jarak yang tak seberapa, bibir Selena tiba-tiba menyapa ranum Kafka tanpa permisi. Sapuannya halus, lembut, terasa manis dan menggoda. Membuat Kafka sejenak tergoda untuk membalas ciumannya.

Beruntung pikiran Kafka masih cukup jernih. Dia tahu Selena sedang mabuk, dan bisa saja salah mengenali orang. Bisa saja gadis itu sedang membayangkan wajah lelaki lain yang disayang. Jadi, Kafka segera menarik diri. Tanpa bermaksud melukai, dia menahan kedua bahu Selena agar gadis itu tidak kembali menciumnya.

Akan tetapi, saat mata Selena menatapnya lekat dan gadis itu mengucapkan namanya sekali lagi, Kafka sepenuhnya hilang kendali. Tak menunggu persetujuan, dia kembali menyambar bibir Selena lebih brutal. Tak kasar, hanya sedikit lebih bersemangat. Decap dan sesap terjadi, suaranya terdengar indah mengalun di udara, memenuhi seluruh sudut kamar, menebarkan aroma cinta.

Tak ada yang sadar sejak kapan posisi mereka mulai berubah. Tahu-tahu Selena sudah berada di atas, menguasai tubuh Kafka tanpa bisa ditolak. Embusan napasnya berkali-kali menampar wajah Kafka disela-sela jeda mengambil napas. Semakin lama, tatapannya semakin sayu dan Kafka tak bisa lagi menahan diri. Tangannya merambat pelan di pinggang ramping Selena, memberikan usapan-usapan halus seakan ingin meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Lalu bibir mereka kembali bertaut dan terjalinlah pagutan-pagutan yang semakin intens.

Dan begitulah pada akhirnya mereka mengetahui perasaan masing-masing. Tanpa perlu banyak kaya, cukup melalui kecupan mesra yang sama-sama mereka tahan karena keragu-raguan yang mereka pelihara di dalam benak.

Keesokan paginya, beruntungnya, tidak ada penyesalan dari keduanya. Ketika pertama kali membuka mata di dalam pelukan Kafka, Selena tersenyum dan berkata bahwa dia bersyukur semalam cukup mabuk--tapi masih cukup sadar pula--untuk mendapatkan keberanian menyatakan cinta. Karena jika kesempatannya terlewat, mungkin harus menunggu seribu tahun lagi untuk mendapatkan kesempatan kedua.

"Kita sengaja keep soal ini dari lo buat sementara waktu, soalnya di malam yang sama, hubungan lo sama Tenggara lagi nggak baik-baik aja."

Selena buka suara setelah selesai menceritakan kejadian malam itu. Kafka di sampingnya mengangguk setuju. Sementara di depan mereka, Ganesha duduk santai sambil menyedot susu pisang made in Korea yang sudah hampir kadaluarsa. Stoknya masih ada banyak di kulkas. Gadis itu sendiri yang membelinya, dan entah bagaimana dilupakan begitu saja.

"Sorry, Nesh. Kami nggak bermaksud buat mengkhianati pertemanan kita," kata Selena lagi. Dia melirik Kafka, seolah meminta dukungan. "We're just can't hold it anymore."

Ganesha meletakkan botol susu pisang yang sudah kosong, mengambil botol lain yang masih tersegel dan menusuknya dengan sedotan yang sama, lalu kembali menyedot isinya. Itu sudah botol keempat, omong-omong. Entah akan berapa botol lagi yang dia minum.

"Lo ... marah, ya?" tanya Selena hati-hati.

Sebenarnya Kafka juga takut, tapi dia sembunyikan ketakutan itu agar tidak kelihatan lemah di depan Ganesha. Dia tidak ingin gadis itu menjadikannya alasan agar tindakan tololnya memutuskan berdamai dengan Tenggara dimaklumi. Tentu tidak boleh seperti itu. Kasusnya saja sudah berbeda. Kafka dan Selena saling cinta, sedangkan Ganesha cinta sendirian dan sudah berkali-kali terluka. Jangan harap Kafka akan memberikan pemakluman.

"Marah sih enggak," Usai menandaskan susunya, Ganesha akhirnya buka suara. Dia menatap Kafka dan Selena bergantian, sambil melipat lengan di depan dada. "Cuma sedikit kesel aja, soalnya harus pura-pura nggak tahu tiap kalian curi-curi pandang. Itu melelahkan, tahu."

"Sorry banget, Nesh..."

Lihatlah betapa tengilnya saat Ganesha mengibaskan tangan di udara. "Ya, ya, it's okay. Gue seneng kok kalau kalian seneng," katanya sok bijak. Dia pikir Kafka tidak akan tahu isi kepalanya. Padahal kedua matanya dengan jelas berkata, "Jadi kalian juga harus dukung keputusan gue buat damai sama Kak Aga, ya."

Cih, yang benar saja.

"Nggak, ya, Nesh," kata Kafka, sebelum Ganesha betulan mengutarakan isi kepalanya.

Benar saja, raut wajah Ganesha langsung berubah.

"Tapi Kak Aga bilang dia sayang sama gue," elaknya.

"Gue juga sayang tuh sama lo. Selena juga. Si Bro juga."

"Ya kan beda!"

"Ya emang beda," sahut Kafka. "Gue, Selena, sama Si Bro sayang ke lo tulus tanpa minta imbalan apa-apa. Kalau Tenggara kan bilang sayang cuma biar lo nggak pergi. Biar lo berhenti marah dan bisa dibego-begoin lagi."

"Kafka ihhh..."

"Bet me," tantang Kafka. "Nggak akan lama sampai dia nyakitin lo lagi."

Ganesha merengut, tapi Kafka tidak peduli. Dia hanya ingin Ganesha membuka mata dan mulai mempersiapkan diri. Memberi kesempatan pada seseorang yang sudah berkali-kali melakukan kesalahan yang sama itu bukan sesuatu yang patut diapresiasi. Mari kita lihat saja gebrakan apa lagi yang akan dibuat oleh Tenggara di kemudian hari nanti.

"Kami pasti masih bakal ada di sini kalau suatu hari Tenggara berulah lagi," kata Kafka, "tapi siapa yang bisa jamin kalau lo masih akan bisa nerima diri lo sendiri setelah disakiti lebih parah?"

Kafka memberikan jeda sebentar, lalu menggeleng, "Nggak ada. Dan itu yang paling parah dari sekadar patah hati."

Bersambung....

1
Dewi Payang
Kafka...
Dewi Payang
😅😅/Joyful/
Dewi Payang
Lah si Mathias malah diterusin omongnya....😁
Zenun
akan ku tunggu cerita kakak nyeng baru🥳
nowitsrain: Yuhuuu.
total 1 replies
Zenun
aku pun tak menduga
Zenun
walaaah aku kena prank rupanya😄
nowitsrain: Aku bingung, kamu bingung, netijen bingung, semua bingung
total 1 replies
Zenun
Biarlah nanti Tenggara yang digantung ama Rene
Zenun
mending lebih baik happy aja, daripada nunggu2 Tenggara. Jangan bantuin dia, please jangan bantuin. Dia lagi ora danta😄
Zenun
iya percuma, buang-buang tenaga buat orang kaya Aga tuh
Burman Hadi
/Good/
Zenun
mamam tuh masa lalu datang
Zenun: Bagaimana biar seru kalau diterima lagi aja, biar kau ditonjok Kafka
nowitsrain: Aga: aku kudu piye everybody??
total 2 replies
Zenun
bagi dong
Zenun: nih ******
nowitsrain: Mane nomernya sini, bos Kafka syap mengirimi
total 2 replies
Zenun
Lah, nikahnya barengan ini😁
Zenun: eheump, belom gajian ini kondangan ampe dua
nowitsrain: Biar kondangannya sekalian
total 2 replies
Zenun
mungkin itu mantan yang menghubungi
Zenun
hemmm, cincin pengikat berarti
Zenun
Lalu cincin apa?
Zenun
Nesh... mending tetep jaga jarak aja deh ama dia
Zenun
Kan yang laki yang disayang kamu, Kafka
Zenun
yah gagal move on
Zenun
Jangan percaya kata sayang dari Tenggara 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!