Menikah Dulu Baru Jatuh Cinta

Jam menunjukkan pukul 7 malam, Kiara akhirnya keluar dari dalam kamarnya dengan mata sembab karena dari tadi Kiara terus menangis, memikirkan akan dirinya.

Kiara yang merasa lapar, ia berjalan menuju ke meja makan, dan ia melihat di atas meja makan tidak ada makanan apa-apa.

"Ibu, tidak masak?" tanyanya, melihat Merry sedang asik nonton televisi, Kiara menebak pasti ibunya tidak sedang sibuk, namun ibu nya malah tidak masak sama sekali.

Sorot mata Merry seketika menoleh ke Kiara dengan tajam, Kiara menundukkan kepalanya, ia takut melihat sorot mata sang ibunya.

"Hey, kamu tidak lihat aku sedang menonton drama kesukaanku, kalau kamu mau makan ya sana beli sendiri!" sentak Merry, kedua bola matanya melototi Kiara jika kelamaan mungkin itu kedua bola matanya bisa loncat, apalagi dia menatap Kiara seperti menatap musuhnya yang harus dia bunuh, sungguh menakutkan.

"Tapi Kiara....."

"Apa? Kalau kamu tidak punya uang carilah! Jangan jadi beban orang tua terus," dengan kasar Merry langsung memotong kata-kata Kiara yang belum sempat menyelesaikan kata-katanya.

Kiara menunduk ketakutan, sekejam itukah seorang ibu yang telah melahirkan dirinya?

"Malam inikan kamu jagain Megga dirumah sakit, kan biasanya dirumah sakit ada tuh makanan sisa Megga makan, nanti kamu makan saja!" ujar Merry lagi-lagi dengan begitu kasar.

"Iya bu," jawab Kiara.

"Sana pergilah! Aku terlalu muak melihat wajahmu, bahkan jijik," dengan kasar Merry menyuruh Kiara pergi.

Dengan hati sedih, Kiara melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah, diluar begitu dingin, Kiara hanya memakai dress pendek selutut berwarna biru, rambutnya di gelung agak berantakan, kedua kakinya juga hanya memakai sandal jepit. Sungguh, malangnya nasib Kiara.

Karena tidak punya uang sama sekali, Kiara pun berjalan kaki pergi ke rumah sakitnya, untung saja rumah sakitnya tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, Kiara akhirnya sampai dirumah sakit, ia pun langsung masuk ke dalam ruangan tempat kakaknya dirawat.

Kiara melangkahkan kakinya dengan kuat padahal ia sudah terlalu lelah karena perjalanan dari rumahnya ke rumah sakit, ia juga belum makan tapi mau bagaimana lagi? Kiara iklhas saja dan tetap menjalani semuanya dengan tabah.

"Fina, aku pergi dulu..."

"Kevin, kamu mau kemana?"

Tanpa menjawab pertanyaan dari Fina, Kevin berlalu pergi begitu saja.

"Baru berduaan, sudah di tinggal lagi, siapa sih yang Kevin lihat?" gumam Fina, wajah cantik tampak kesal karena Kevin ninggalin begitu saja.

"Vin..." terdengar suara khas yang tidak asing, Kevin menghentikan langkah kakinya lalu menoleh ke sumber suara, dan benar itu adalah suara Pak Mahendra yang tidak lain adalah papanya Kevin.

"Papa, belum pulang?" tanya Kevin, melihat papanya masih berada dirumah sakit.

"Belum, kamu antarkan berkas ini ke rumah sakit Cinta Kita, berikan pada Dokter Lusi," ujar Mahendra pada Kevin, seraya memberikan berkas yang ada di tangannya pada Kevin.

Kevin menerima berkas-berkas dari papanya, karena ia juga tidak bisa menolak, atau sang papa akan memecat dari rumah sakit miliknya.

"Papa, tapi..."

"Tapi apa? Kamu dirumah sakit berkerja, bukan anak papa, melainkan kamu adalah bawahan papa. Jadi kamu tidak boleh menolak perintah dari seorang atasan," tegas Mahendra pada Kevin, iya biarpun Kevin adalah anaknya tapi di saat rumah sakit Mahendra selalu bersikap profesional.

"Lagian kamu buru-buru mau kemana sih?" tanya Mahendra, dengan tatapan penuh tanda tanya?

"Papa kepo sekali, yang jelas aku sedang berusaha menghindari satu gadis, karena aku sudah menemukan gadis yang tepat," jawab Kevin sambil cengar-cengir.

"Papa, Kevin pergi dulu antarkan berkas ini, dadah papa." Kevin melambaikan tangannya pada papanya, tapi Mahendra hanya geleng-geleng kepala. "Anakku yang satu ini, memang nyebelin," batin Mahendra dalam hatinya.

"Vin...."

Kevin menoleh. "Iya pa, kenapa?"

"Bawah gadis pilihanmu ke rumah, kenalkan pada mama dan papa!"

Kevin tersenyum senang, sungguh papanya ini memang yang terbaik.

"Siap pa, kita akan menikah minggu depan!"

Kevin berlalu pergi, Mahendra tercengang mendengar ucapan Kevin.

"Apa dia akan menikah minggu depan? Dasar anak nakal, apa jangan-jangan dia sudah lebih dulu menanam benih pada kekasihnya itu?" pikir Mahendra, dia mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku harus segera pulang, aku harus bicara papa mamanya Kevin, dia yang selalu saja memanjakan anak nakal itu," gerutu Mahendra sambil melanjutkan perjalanan menuju ke ruangan kerjanya.

Pikiran dan hati Mahendra menjadi tidak tenang, sungguh jika anak laki-lakinya benar-benar menghamili anak orang, awas saja akan aku guyur kamu Vin dengan selang air depan rumah, jangan harap papa akan melepaskanmu dengan mudah!

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia