NovelToon NovelToon
Merayakan Kehilangan

Merayakan Kehilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Raft

Ini tentang gadis ambigu yang berhasil merayakan kehilangannya dengan sendu. Ditemani pilu yang tak pernah usai menyapanya dalam satu waktu.

Jadi, biarkan ia merayakannya cukup lama dan menikmatinya. Walau kebanyakan yang ia terima adalah duka, bukan bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raft, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cerita malam itu - 15

...Semua orang pasti punya masalah. Hanya saja mereka pandai menutupinya. Tidak sepertiku yang kurang sabarnya. ...

***

Angin malam menubruk wajahnya dengan kencang, ketika ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, di tengah jalanan yang terlampau sunyi.

Tak memakan waktu lama untuknya sampai ke rumah Rey. Ia memarkirkan motornya di depan rumah bercat abu itu dan mengaitkan helmnya di kaca spion.

Ketika tangannya akan mengetuk pintu, Rey sudah membukanya duluan dari dalam. Itu mampu membuat Angkasa menyengir lebar.

"Kayaknya lo nunggu kedatangan gue, ya? Haha."

"Emangnya lo siapa harus gue tunggu? Gue cuman tau aja suara motor lo itu."

"Thanks banget udah mau nunggu gue selama ini." Angkasa seolah tidak mendengar kalimat yang Rey paparkan, dan membalasnya dengan kalimat yang ia inginkan.

Rey hanya berdecak pelan. Lalu setelahnya ia menyuruh Angkasa untuk masuk dan membawanya ke dalam kamar.

Sebelum itu, mereka melewati ruang tamu yang terdapat Renata juga Ibunya disana. Renata sedang sibuk membaca, sedangkan Ibu sedang sibuk dengan handphonenya.

"Bu, ada Angkasa."

Disebut namanya, Angkasa menghampiri Ibu Rey untuk salim sebagai tanda penghormatan. "Selamat malam, Tante."

"Malam Angkasa. Kenapa baru main lagi kesini? Tante udah tunggu, lho."

"Kemarin ada urusan, Tan. Maafkan karena sudah membuat baginda ratu menunggu."

Ibu terkekeh pelan, merasa lucu dengan kalimat yang Angkasa lontarkan padanya sekarang. "Kamu ini...bisa aja."

"Iya, lah! Ini 'kan Angkasa!"

Di rumah ini, Angkasa selalu bisa merasakan hangatnya keluarga. Dibandingkan rumahnya, ia lebih suka disini.

"Iya, deh..Angkasa emang suka buat hati Tante merona."

"Ya udah kalau gitu kita jadian."

Rey dan Renata langsung melempari Angkasa dengan bantal sofa, dan memberikan tatapan tajam seolah ingin menerkam. Mereka tak suka Ibunya digoda oleh anak bau kencur seperti Angkasa.

"Bercanda doang, astaga!"

"Bercandanya gak lucu! Udah, ayok!"

Rey mendorong Angkasa agar segera melangkah ke kamarnya.

"Sorry ganggu ya, Rey. Gue mau ikut belajar, sama mau nenangin hati gue dari mereka sebentar." Ucap Angkasa setelah mereka sampai di kamar Rey.

Rey memang sudah tau bagaimana kondisi keluarga Angkasa. Dan yang bisa ia lakukan untuk membantunya hanya memberi Angkasa ruang agar bisa kembali tenang.

Di kamarnya inilah Angkasa selalu menenangkan diri.

"Lo masih belum bisa nerima keluarga baru lo itu?"

Angkasa menghela napas panjang. "Kayaknya gue gak akan pernah bisa nerima."

Rey menepuk pundak Angkasa pelan. "Gue tau lo pasti kecewa. Tapi mungkin aja, Ayah lo punya alasan di balik itu semua?"

"Mungkin? Udah, ah! Males gue bahas itu. Gue kesini 'kan mau nenangin diri." Ucapnya sembari merebahkan diri di ranjang.

Rey yang mengerti langsung pamit untuk mengambil cemilan di dapur, dan meninggalkan Angkasa yang kini mulai mengeluarkan semua isi tasnya untuk belajar.

Di tempat ini, Angkasa bisa bernapas lega. Bahkan otaknya saja bisa fokus untuk membaca.

"Rey!"

Teriakkan yang tiba-tiba itu membuat ketenangannya terusik, dan membuatnya mengedarkan pandangan untuk mencari sumber teriakkan.

"Eh, Angkasa?! Kirain Rey."

Barulah ia bisa menemukan sumber suara ketika melihat ke arah balkon kamar.

Angkasa mulai melangkah ke balkon kamar, bermaksud mendekati Rai yang berteriak barusan.

"Lo tetanggaan sama Rey? Kok gue baru tau?"

"Lah, 'kan kamu gak pernah nanya rumah aku dimana."

Angkasa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, gerakan refleks ketika ia sedang kebingungan. "Iya juga, ya?" Lalu Angkasa terkekeh ringan.

"Kamu lagi main sama Rey? Atau nginep? Ini 'kan udah malem, masa main, sih? Nginep paling, ya?"

Angkasa mengangguk. "Iya, gue biasa nginep disini kalau pikiran gue lagi kacau."

"Kacau kenapa? Kamu perlu bantuan? Aku bakal bantu."

Sepertinya Angkasa tau kenapa Rey selalu tersenyum ketika bersama Rai. Buktinya saja sekarang, mulutnya tak berhenti untuk melengkung memberikan senyuman.

Rai seperti memiliki kekuatan tak kasat mata yang membuat orang disekitarnya merasa bahagia.

"Gak usah. Gue cuman butuh suasana yang tenang aja."

Rai menekuk mukanya, merasa kecewa ketika mendengarnya. "Tenang, ya? Padahal tadinya aku mau ajak kamu sama Rey main ke rumahku, buat makan cilok. Aku tadi bikin cilok sementung. Tapi dirumahku ini suasananya gak tenang. Ada orang sinting soalnya."

Kali ini Angkasa tertawa cukup kencang. Merasa jika kata sinting itu tertuju padanya juga. "Siapa yang sintingnya? Adik lo? Atau Kakak lo? Atau jangan jangan elo, ya?" Ucap Angkasa sembari mengangkat jari telunjuknya ke arah Rai di akhir kalimat.

Dan Rai menggeleng kuat. "Bukan, lah! Sepupuku tuh yang sinting."

"Apa aku aja yang main ke rumah Rey, ya? Kita makan ciloknya barengan. Sama Renata juga." Usul Rai membuat Angkasa mengangguk tanpa mempertimbangkan.

"Lewat sini aja Rai, nyebrang."

Rai menatap balkon kamar Rey dan ke arah bawah secara bergantian. Rasanya mustahil bagi Rai untuk menyebrang lewat atas seperti yang Angkasa anjurkan. Nanti yang ada dia is death lagi.

"Yang bener aja. Kamu mau aku mati muda?"

"Ya udah, kalau gitu lewat bawah aja."

Rai mengangguk penuh semangat. "Iya, aku kesitu, ya! Siap siap dulu."

Rai mulai melangkah ke dalam, dan memakai jaket kain yang tergantung di belakang pintu kamar. Lalu tubuhnya tak terlihat lagi karena ia sudah mulai keluar.

Beruntung sekali menjadi Rey, memiliki tetangga sepolos Rai. Astaga, Angkasa merasa iri sekarang.

***

"Emang kalau di Indonesia aja gak bisa ya, Bu? Kayaknya percuma diobatin, Rey bakal mati juga akhirnya."

Ibu menghela napas panjang. Merasa kecewa karena anaknya ini tiba-tiba menyerah dengan penyakitnya.

"Rey, kamu kok gitu? Gak ada salahnya lho buat berusaha. Kamu harus bisa bunuh penyakit kamu itu."

"Udah 15 tahun lho, Bu. Penyakitnya belum mau mati juga. Kalau kayak gitu, mungkin harus Rey yang mati, 'kan?"

Ibu yang sedang duduk di sofa itu langsung bangkit dan memeluk Rey dengan erat. "Demi Ibu, Rey. Tolong. Mau, ya?"

Rey tau jika yang dilakukan Ibu maupun Ayah adalah yang terbaik untuknya. Ia diharuskan pergi ke Jerman ketika selesai melaksanakan Ujian kelulusan nantinya, untuk menyembuhkan penyakit yang menetap di tubuhnya.

Karena kata Ayah, Jerman adalah salah satu negara yang mampu mengobati penyakit jantung kompleks yang dideritanya.

"Ya udah, iya."

Ibu melepaskan pelukannya, dan memberikan senyum agar Rey merasa tenang, dan memberi keyakinan jika keputusan yang Rey ambil sepenuhnya sudah benar.

"Kita berangkat setelah acara kelulusan kamu, ya?"

Rey mengangguk. "Iya."

"Rey ke dapur dulu, ya? Mau ambil cemilan buat Angkasa." Lanjutnya membuat Sang Ibu mengangguk setelahnya.

Ia mengambil beberapa toples berisi kue buatan Ibunya, juga jus yang sudah tersedia di dalam lemari es untuk ia suguhkan kepada Angkasa di kamarnya.

Ketika ia melangkah untuk kembali ke dalam kamar, terdengar suara Rai yang berteriak dari depan memanggil namanya.

Ibunya membukakan pintu dan menyuruh Rai untuk masuk ke dalam.

Rey tersenyum ketika Rai mendekat ke arahnya sembari membawa tote bag yang entah isinya apa.

"Aku bawa cilok! Kita makan bareng, yuk!"

Suara Rai selalu mampu membuat hati Rey menghangat. Itulah alasan kenapa ia jadi menyukai Rai sekarang.

Gadis bersurai hitam panjang itu memiliki senyum yang membuat wajahnya terlihat sangat manis dimatanya. Juga luka yang selalu Rai sembunyikan dari semua orang, membuat Rey penasaran dan ingin menjadi pelindungnya.

Rai itu ibarat senja. Indah dipandang mata, tapi bisa menjadi luka karena sifatnya yang sementara.

***

^^^24-Mei-2025^^^

1
Zαskzz D’Claret
mampir juga thor😁
Sky blue
Bikin kesemsem berat sama tokoh utamanya.
Febrianto Ajun
karyamu keren banget thor, aku merasa jadi bagian dari ceritanya. Lanjutkan ya!
Tít láo
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!