NovelToon NovelToon
THANZI, Bukan Penjahat Biasa

THANZI, Bukan Penjahat Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mr.Xg

pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melihat peradaban baru

Thanzi terus melangkah, menembus belantara Hutan Kegelapan. Setiap derap kakinya di atas dedaunan kering terasa seperti genderang perang dalam keheningan hutan. Ia tahu ini gila. Ia tahu ia tidak punya pengalaman apa pun. Thanzi dari Bumi adalah pemuda kota yang akrab dengan layar ponsel dan gemerlap lampu neon, bukan bisikan angin di antara pepohonan kuno atau suara-suara misterius dari kegelapan. Tetapi tekadnya untuk tidak berakhir konyol seperti pemilik tubuhnya yang asli, ditambah pengetahuan akan bencana yang akan datang, memberinya keberanian yang aneh.

Matahari mulai condong, memancarkan semburat jingga di antara celah-celah kanopi hutan yang rimbun. Kelembapan udara semakin pekat, dan suara-suara malam mulai terdengar. Thanzi menghela napas, napasnya memburu. Perutnya melilit kelaparan. Sejak terbangun, ia belum makan apa pun. Ia merasa lelah, tubuhnya yang lemah dari pemilik asli terasa memberontak.

Tiba-tiba, suara gemerisik berat menghentikan langkah Thanzi. Semua suara hutan seolah membeku, digantikan oleh keheningan mencekam. Thanzi menahan napas, jantungnya berpacu seperti drum. Dari balik semak belukar yang lebat, muncul sesosok makhluk mengerikan. Tingginya hampir dua kali lipat Thanzi, dengan kulit abu-abu bersisik kasar, cakar tajam yang berkilau di bawah sisa cahaya senja, dan mata merah menyala yang menatap Thanzi dengan tatapan lapar yang tak salah lagi. Ini adalah Grungle, monster tingkat rendah namun mematikan yang dikenal agresif terhadap makhluk hidup apa pun yang lewat. Thanzi dari Bumi tahu persis monster ini dari novel. Grungle adalah yang membunuh Thanzi yang asli.

Keringat dingin membasahi punggung Thanzi. Kakinya terpaku di tempat, ketakutan yang murni menyelimuti dirinya. Monster itu mengeluarkan geraman rendah, seperti guntur yang terpendam, dan mulai bergerak, perlahan, seolah menikmati ketakutan mangsanya. Thanzi tahu ia harus lari, tapi tubuhnya menolak. Otaknya berteriak panik, namun tidak ada jalan keluar. Ia akan mati, sekali lagi, dengan cara yang memalukan.

Dalam keputusasaan yang ekstrem, sesuatu terjadi. Thanzi, tanpa sadar, mulai bersenandung. Itu adalah lagu anak-anak dari dunianya dulu, melodi sederhana yang selalu ia gumamkan saat merasa cemas atau ketika membantu orang menyeberang jalan. Suara itu awalnya hanya bisikan, upaya putus asa untuk menenangkan dirinya sendiri di ambang kematian.

Namun, saat Thanzi terus bersenandung, sesuatu yang luar biasa terjadi. Cahaya samar, keperakan, mulai terpancar dari tubuhnya, menyelimuti dirinya dengan aura lembut. Dan Grungle itu? Monster mengerikan yang tadinya akan menerkam, tiba-tiba berhenti. Matanya yang merah menyala membelalak ketakutan. Ia mengeluarkan erangan aneh, bukan auman marah, melainkan ringkikan panik. Kemudian, dengan kecepatan yang mengejutkan, Grungle itu berbalik dan lari terbirit-birit, menghilang di balik semak belukar, meninggalkan Thanzi sendirian dalam keheningan yang kembali.

Thanzi terdiam, napasnya tersengal. Ia bahkan tidak menyadari bahwa ia baru saja mengeluarkan kekuatan aneh. Ia hanya tahu monster itu sudah pergi. Ia bingung, benar-benar tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Lagu anak-anak? Cahaya perak? Monster ketakutan? Otaknya yang rasional mencoba memproses, tapi tidak menemukan jawaban.

Tidak lama setelah itu, suara derap langkah dan gemerincing zirah terdengar dari kejauhan. Thanzi menoleh, dan melihat sekumpulan sosok bergerak ke arahnya. Mereka adalah rombongan prajurit Kekaisaran Eldoria. Pakaian zirah mereka mengilat diterpa sisa cahaya senja. Di tengah rombongan itu, sosok jangkung dengan zirah gelap yang tampak kokoh memimpin. Itu adalah Jenderal Gareth, panglima perang kekaisaran yang terkenal dengan kehebatannya di medan perang dan sikapnya yang dingin membeku—sosok penting yang Thanzi kenal dari novel.

Melihat seorang anak laki-laki sendirian di tengah Hutan Kegelapan yang berbahaya, para prajurit langsung bergerak. Mereka mengepung Thanzi, pedang-pedang terhunus, siap menghadapi ancaman apa pun. Jenderal Gareth menuruni kudanya, tatapan tajamnya menyapu Thanzi. Matanya, yang berwarna abu-abu seperti baja, tidak menunjukkan emosi apa pun.

"Siapa kau? Mengapa kau sendirian di tempat berbahaya ini?" suara Gareth dalam, tanpa intonasi.

Thanzi, yang masih sedikit linglung akibat kejadian dengan monster, hanya bisa mengedipkan mata. "Aku... aku tersesat," jawabnya jujur, tidak tahu harus menjelaskan apa.

Salah satu prajurit, seorang pria bertubuh kekar dengan janggut tebal dan senyum ramah, segera menghampiri. "Kawan kecil, hutan ini bukan tempat main-main. Kau beruntung kami lewat. Ayo, ikut kami."

Para prajurit lainnya jauh lebih ramah daripada jenderal mereka. Mereka tertawa, bercanda, dan menceritakan kisah-kisah lucu dari medan perang. Mereka bertanya-tanya mengapa Thanzi ada di hutan, dan Thanzi hanya menjawab ia tersesat dari desa terdekat. Sikap mereka yang hangat membuat Thanzi langsung merasa nyaman. Ia, si "penolong" yang selalu bergaul dengan orang biasa, menemukan kecocokan dengan para prajurit rendahan ini. Mereka bahkan membagikan jatah makanan mereka, roti keras dan daging kering yang terasa seperti makanan dewa bagi Thanzi yang kelaparan. Jenderal Gareth tetap diam sepanjang perjalanan, hanya sesekali memberikan instruksi singkat dengan suara monotonnya. Ia seperti patung baja yang bergerak, misterius dan mengintimidasi.

"Jenderal kami memang begitu, Nak," bisik salah satu prajurit, seorang pria paruh baya bernama Borin, saat mereka beristirahat. "Dingin seperti es, tapi hatinya emas. Dia tidak akan pernah meninggalkan prajuritnya, atau bahkan anak kecil sendirian di tempat berbahaya."

Thanzi mengangguk. Ia mengerti. Jenderal Gareth adalah salah satu tokoh overpower dalam novel, terkenal karena kecerdasan strategisnya dan kekuatan bela dirinya yang luar biasa. Dia adalah pahlawan yang tidak bisa dikalahkan, dan kini, Thanzi berhutang nyawa kepadanya. Ironi takdir memang kejam.

Setelah berjam-jam berjalan, saat bintang-bintang mulai memenuhi langit, mereka akhirnya keluar dari hutan. Di kejauhan, Thanzi melihatnya: cahaya ribuan lentera dan menara-menara megah yang menjulang tinggi di bawah cahaya bulan. Ibukota Kekaisaran Eldoria, kota yang selama ini hanya ia baca di halaman novel. Peradaban baru, yang begitu nyata dan memukau, terbentang di hadapannya.

Saat rombongan prajurit akan mengarahkannya ke pemukiman terdekat di luar kota, Thanzi membuat sebuah permintaan. "Bisakah aku... ikut ke ibukota?" tanyanya, suaranya sedikit ragu. Ia tahu ibu kota adalah pusat plot utama novel ini, tempat para pahlawan akan berkumpul.

Para prajurit saling pandang, lalu Borin tersenyum. "Tentu saja, kawan kecil! Kau bisa melaporkan dirimu di pos penjaga dan mencari tempat tinggal sementara. Mungkin kau bisa bekerja di penginapan."

Jenderal Gareth hanya menoleh sekilas, tatapannya tidak terbaca, tapi ia tidak menolak. Itu sudah cukup bagi Thanzi.

Sesampainya di gerbang ibukota yang megah, Thanzi berpisah dari rombongan prajurit. Ia menatap mereka satu per satu, mengukir wajah ramah mereka dalam benaknya. Ini adalah orang-orang baik yang telah menolongnya, orang-orang yang mungkin saja akan berada dalam bahaya di masa depan karena 'ke-overpower-an' para pahlawan.

"Terima kasih," ucap Thanzi tulus, membungkuk dalam-dalam. "Terima kasih banyak atas kebaikan kalian semua. Aku... aku berjanji, suatu saat nanti, aku akan membalas budi kalian. Aku tidak akan melupakan ini."

Pandangannya beralih ke Jenderal Gareth yang masih berdiri tegak di samping kudanya. Jenderal itu tidak menjawab, hanya mengangguk samar, hampir tidak terlihat. Namun, bagi Thanzi, itu sudah cukup.

Dengan langkah mantap, Thanzi memasuki gerbang ibukota, menuju peradaban baru yang penuh intrik dan bahaya. Misinya telah dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!