Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SETELAH THAWAF DAN SA'I
Adza memakan anggur dan delima yang sudah dicuci oleh Azka. Jangan salah, tadi dia sudah meminta agar dia saja yang melakukannya, tapi Azka malah mengambil alih dan mengerjakan semuanya.
Jadi dia hanya bisa duduk seraya membereskan sisa kulit dari buah-buahan yang sudah dikupaskan dan di bersihkan Azka untuknya.
"Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat tapi sepertinya sudah tidak terkejar lagi. Siang ini kita akan ke Mekkah, naik kereta cepat agar lebih menghemat waktu. Sudah menyiapkan tenaga untuk langsung melakukan tawaf nanti?" tanya Azka membuat adza menatapnya yang ternyata sudah mengunyah sesuatu dari balik maskernya.
adza sebenarnya bertambah penasaran dengan aksi pria ini menyembunyikan bagaimana rusaknya wajah yang selalu dia tutupi. Tetapi dia merasakan kalau meminta pria itu untuk membukanya, karena nanti takutnya dia malah menyinggung.
"Emm, sudah sih. Walau aku tidak tahu bagaimana rasanya thawaf dan habis itu sa'i, tapi aku akan berusaha kuat." adza berkata dengan wajahnya yang sudah tersenyum.
Azka mengangguk seraya tersenyum pelan membalas ucapan istrinya yang sesekali mengatakan 'aku' dan sesekali mengatakan 'saya'. Azka belum mengomentarinya karena dia ingin adza nyaman dulu dengannya baru mereka akan saling menyesuaikan.
"Nanti disana kalian dibimbing oleh seniorku, ya, soalnya aku ada urusan kecil dan akan thawaf juga kok. Aku sudah siapkan hotel untuk dua hari disana baru nanti aku akan temani jalan-jalan. Jadi kita bertemu lagi di hotel setelah menyelesaikan semuanya," ujarnya membuat adza menatap suaminya yang bicara itu.
Dia diam beberapa saat seraya menelan anggurnya. "Sepertinya saya tahu alasan Gus kenapa memisahkan diri," ujarnya pelan membuat Azka terdiam.
"Kabarnya tidak boleh memakai cadar atau penutup wajah saat sedang thawaf sementara Gus memakai masker. Saya tahu kalau ini berat, tapi sebagai seorang wanita yang Gus jadikan sebagai istri, saya hanya bisa memberikan pengertian kalau Gus memang tidak mau menunjukkan wajah," gumamnya lagi semakin pelan.
Azka diam di tempatnya sebelum menghela napas. "Maaf, terkena musibah ini bukan sebuah hal yang aku inginkan. Aku hanya tidak bisa memprediksinya makanya aku mengalami semua ini," gumamnya membuat adza terdiam.
"Aku janji di pertemuan kedua kita, wajahku pasti sudah tidak lagi memakai masker. Wajahku tidak jauh beda dengan wajah saat masih Aliyah, kamu sudah melihat wajahku saat photo untuk berkas raport di Aliyah. Itu photoku kurang lebih empat atau tiga tahun lalu, tidak berubah banyak."
adza mengangguk mendengarnya lalu tersenyum. "Tidak ada manusia yang sempurna dan saya hanya bisa mengatakan dalam hati saya kalau Gus adalah laki-laki yang sudah sempurna menurut Allah bagi saya. Kalau Allah saja sudah memberikan pernikahan untuk kita, memberikan sebuah keyakinan ketika saya sedang shalat istikharah. Maka saya yakin Gus adalah pilihan Allah. Saya harap, Gus tidak mengecewakan saya," gumamnya membuat Azka mendekat dan memeluknya lembut.
adza hanya bisa menurut dan bersandar di dada Azka seraya mengerutkan dahinya mendengar detak jantung Azka yang berdebar kencang.
"Insya Allah aku akan berusaha menjadi suami yang baik."
adza tersenyum pelan dan membalas pelukannya untuk sesaat, mereka menikmati waktu bersama di sana seraya menarik napas satu sama lain.
Tak ada pembicaraan lagi setelah itu karena keduanya sudah fokus untuk saling memeluk satu sama lain. Secara sadar, adza sudah tak memeluk laki-laki sejak ayahnya meninggal dunia. Baru sekarang dia melakukan lelaki pada seorang yang sudah menjadi mahramnya, yaitu suaminya sendiri. Yang nyatanya, memiliki aroma tubuh yang menenangkan.
***
Setelah semua itu, mereka ke Bir Ali untuk mengambil miqot dan banyak melakukan talbiah sepanjang perjalanan menggunakan Haramain Speed, saat ini adza dan Azka duduk bersama sementara keluarga yang lain juga melakukannya begitupun anak buah adza.
Mereka membaca talbiah perlahan dengan Azka yang sudah membimbing mereka. Dari kursinya Faiz melihat kedekatan adza dan Azka yang tampak duduk bersama, sementara dia duduk dengan adiknya, Ameena yang sangat bersemangat dengan perjalanan mereka.
Pemandangan yang ada di sisi kanan kiri kereta terlihat sangat bagus dengan gurun dan juga gunung-gunung bebatuan yang cokelat sepanjang mata memandang.
"Kamu tidak mau photo untuk kenangan?" tanya Azka membuat adza menatapnya yang sudah mengeluarkan kamera.
"Aku punya bakat sebagai photograper. Kadang-kadang aku juga menjual atau memberikan jasa pada beberapa jamaah haji atau umroh. Mau photo dengan pemandangan jendela kereta?" tawarnya lagi membuat adza tersenyum kecil dan menggeleng.
"Kenapa?"
"Malu, selama ini saya bukan orang yang hobi photo apalagi sendiri. Bisa dikatakan saya introvert," akui adza dengan jujur membuat Azka tersenyum.
"Kalau begitu kita photo berdua," ujar Azka seraya menyetel kameranya sebelum menoleh. "Abi, Ummi, meena? Mau photo?"
Begitulah yang terjadi setelah Azka menawarkan pada mereka tentang photo bersama. Dia sudah menggeser beberapa photo yang berhasil diambil oleh suaminya tadi dan disana dia bisa melihat jelas kalau pemandangan di belakang mereka terlihat sangat indah. Hanya saja pandangan adza terarah pada Faiz yang datar saja di sebelah Firdaus.
adza menatap Azka yang sedang membaca talbiah di sebelahnya hingga dia akhirnya diam tak mau mengganggu. Dia sebenarnya ingin membicarakan tentang bagaimana Faiz yang selalu mengganggu dan memprovokasinya, tapi dia memutuskan untuk mengatakannya nanti saja saat mereka hanya berdua.
***
Stasiun Makkah
Setelah hampir dua jam setengah menaiki kereta Haramain Speed, saat ini mereka sudah tiba di stasiun kereta Makkah dan langsung keluar gerbong. Di sana jelas saja mereka sudah disambut oleh seorang pria yang merupakan teman Azka. Setelah memperkenalkan beberapa keluarga dan istrinya, Azka mengajak mereka untuk ke mobil agar bisa segera tiba di tanah suci yang tak lain adalah Masjidil Haram.
Mereka tiba di hotel dalam waktu hampir setengah jam, cek in, membersihkan diri dan yang laki-laki memakai kain ihram seraya mengambil wudhu baru setelahnya langsung turun ke lantai bawah dan menuju Ka'bah. Mereka shalat tahiyatul masjid sebentar untuk menghormati masjid yang mereka datangi, sebelum memulai thawaf.
adza tak menemukan keberadaan Azka selama dia melakukan thawaf, bahkan sai. Namun dia tahu kalau dia harus pengertian dan dia ingin Azka malah merasa tidak nyaman. Mereka mengerjakan thawaf dan sai tanpa ada Azka yang mendampingi, tanpa adza ketahui kalau Azka ada di belakangnya dan hanya berjarak sekitar lima puluh meter. Dia tetap bisa melihat istrinya dari jauh seraya membaca doa sai karena dia hapal.
Dia sedih sebenarnya tidak bisa mendampingi adza walau dia tahu kalau Ameena dan ibunya selalu mendampingi istrinya itu. Tetapi dia janji di pertemuan kedua wajahnya akan pulih seutuhnya dan dia akan kembali melakukan umroh dengan istrinya itu.
Sampai pada akhirnya mereka selesai melakukan sa'i dan adza sudah duduk-duduk di pelataran Masjidil Haram. Dia meminum air zam-zam seraya menatap Ka'bah yang begitu indah di hadapannya saat ini.
"Sudah selesai?"
adza menoleh dan membulatkan matanya kaget saat melihat suaminya datang hanya memakai kain ihram yang menampilkan beberapa bagian tubuhnya.
"Astaghfirullah!" ungkapnya seraya memalingkan wajah dan itu membuat Azka heran.
"Eh?"
Ayo! Jangan sedih lagi. Cepat atau lambat bahagia sedang menantimu di depan.