Kehidupan Ayunda naraya dan Edward alexandra berjalan seperti biasanya, bahkan mereka terlihat romantis. Hingga disuatu hari ayunda harus menerima fakta yang menyakitkan, ia merasa dibohongi habis-habisan oleh suaminya sendiri.
Bagaimana kisah kehidupan ayunda selanjutnya?? Kepoinn terus cerita ini yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaacy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
🌷Happy Reading🌷
Pagi ini jakarta dibuat gempar dengan penemuan mayat seorang wanita di wilayah B dengan kondisi tubuh yang termutilasi. Seorang bapak-bapak yang hendak berangkat bekerja mencurigai koper besar yang berada di tepi jalan dengan dikerubungi lalat hijau serta bau amis yang menyengat.
Garis polisi sudah melintang di TKP, suara sirene ambulance membelah jalanan padat kota jakarta menuju rumah sakit harapan bunda.
Mayat itu langsung di outopsi karena tidak bisa dikenali lagi identitasnya, dikarenakan kulit wajah seperti sengaja di seram dengan minuman keras.
Dua orang polisi berjaga di depan pintu ruangan forensik. Suara hentakan sepatu beradu dengan lantai koridor rumah sakit, dua orang berlari dengan wajah tegang.
"Selamat pagi Tuan Wijaya dan Tuan Edward." Ujar polisi itu menundukan sedikit kepalanya.
"Apa kamu yakin itu beneran Emma?" Tanya Wijaya berharap mayat itu bukanlah istrinya.
"Kita tunggu saja hasilnya, Tuan."
Wijaya dan edward dihubungi oleh pak polisi yang kebetulan menangani hilangnya nyonya emma, pak polisi itu memberi tahu jika telah ditemukan seorang mayat wanita yang memiliki ciri-ciri sama dengan nyonya emma.
Tiga jam berada di depan ruangan itu akhirnya dokter forensik sudah keluar. Wijaya dan edward langsung berdiri dan langsung melontarkan pertanyaan.
"Mayat itu bukan istri saya kan dok?" Tanya Wijaya.
Dokter itu menghela napas berat." Dengan berat hati saya harus mengatakan jika mayat itu benar istri anda, nyonya emma."
Degg
Jantung wijaya dan edward berdegup kencang, dunia mereka seperti berputar saat itu juga. Wijaya terduduk lemas sembari memegang dadanya, ia menangis sejadi-jadinya.
"Setelah kami teliti lebih lanjut terdapat bekas kekerasan dibagian kepala belakang, luka bekas tusukan dibagian perut, dan yang paling parah adalah ginjal dan kaki, tangan, istri anda di mutilasi." Jelas Dokter itu membuat Wijaya semakin shock.
"Apa tidak ada bukti lain?" Tanya Edward.
Dokter itu menggelengkan kepalanya."Tidak tuan, pembunuh itu sepertinya sangat profesional sehingga tidak meninggalkan barang bukti sedikit pun, bahkan sidik jari pun tidak ada."
Edward yang mendengar jawaban dokter itu merasakan darahnya mendidih, ia berjanji akan mencari pembunuh itu dan membunuhnya.
"Mayat ibu saya tolong dimasukan ke ambulance lagi, kami akan membawanya pulang." Ucap Edward dengan tegas tak bisa terbantahkan.
Dokter dan perawat itu saling pandang, mereka langsung masuk kembali kedalam ruangan itu. Tak lama mayat nyonya emma telah dikeluarkan dan dibawa masuk kedalam ambulance.
Edward memapah Wijaya yang lemas, membawanya masuk kedalam mobil. Edward langsung mengikuti ambulance itu menuju rumahnya.
Dirumah Wijaya, banjamin dan yang lainnya sudah menunggu, mereka juga sudah menyiapkan peti dan bunga.
Jarak antara rumah sakit dan rumah wijaya tidaklah jauh hanya memakan waktu sepuluh menit saja. Mobil ambulance itu memasuki halaman luas rumah wijaya.
Edward sengaja meminta kepada sopir ambulance untuk tidak membunyikan sirene yang akan mengundang penasaran warga setempat. Untung saja rumah mereka ini agak sedikit jauh dari tetangga.
Mayat nyonya emma diturunkan dari ambulance dibantu oleh edward. Mayat itu dibawa masuk kerumah.
"Ini bayaran untuk anda, sekarang anda boleh pergi." Ucap Edward sembari memberikan uang pecahan seratus ribu sebanyak sepuluh lembar.
"Terimakasih Tuan."
Edward hanya mengangguk, ia menggibaskan tangannya menyuruh sopir itu agar cepat pergi.
Mayat nyonya emma diurus dengan asal-asalan oleh mereka, mayat itu langsung dimasukan begitu saja kedalam peti. Mayat nyonya emma akan dikuburkan dibelakang rumah, untung saja anak buah wijaya sudah menggali lubang.
Peti hitam itu langsung saja mereka turunkan kedalam lubang menggunakan tali. Wijaya yang masih merasa terpukul tak sanggup melihat proses penguburan sang istri
Kringg Kringg
Ponsel kian yang berada di saku celananya berdering beberapa kali, pria itu langsung mengambil ponselnya dan tertera nama 'jackson' dilayar ponsel itu.
"Ya jackson? Ada apa kamu menelpone ku disaat berduka seperti ini?" Tanyanya dengan suara dingin.
"Mohon maaf menganggu waktu anda, pagi tadi saat saya berkunjung kerumah tuan, saya menemukan kotak besar dihalaman samping saat dibuka isinya sungguh mengejutkan..." Jackson terdiam diseberang sana, ia pun menghela napas berat.
"Apa isinya?" Tanya Kian penasaran.
"Isinya potongan jasad nona muda clarissa."
Pyarr
Ponsel itu terlepas begitu saja dari tangan kian oliver, lututnya menjadi lemas. Ia merasa dunianya seakan berhenti begitu saja.
"Ada apa ini Kian?" Tanya Banjamin.
"Jackson menemukan clarissa dalam kondisi tidak bernyawa."
Edward yang berdiri tak jauh dari sana sontak langsung menoleh begitu saja, matanya membulat sempurna saat mendengar ucapan sang ayah mertua.
"Papa. Papa bercanda kan?" Tanya Edward.
Kian tidak bisa menjawab, pandangannya kosong. Banjamin yang merasa situasi sedang tidak baik-baik saja langsung membawa kian kedalam mobil.
Mobil HR-V itu melaju kencang dijalanan kota siang itu. Hanya perlu menempuh waktu sekitaran 10 menit saja mereka sudah sampai dikediaman megah kian oliver.
Anak buah kian hilir mudik dengan wajah panik, membersihkan sisa noda darah yang telah mengering. Sedangkan jasad clarissa telah dimasukan kedalam rumah.
Bik narti, pembantu dirumah itu tak bisa menahan gemetar ditangannya saat membersihkan tubuh yang sudah tidak utuh itu. Ia harus bisa menahan rasa mualnya akibat bau amis darah yang menusuk.
Bersaamaan dengan itu, edward dan wijaya masuk kedalam rumah. Edward berjalan gontai menuju jasad istrinya yang sedang dibersihkan oleh bik narti.
Dengan penuh kasih sayang, edward mengelus pipi istrinya yang tirus. Matanya mengarah kearah perut yang telah rata itu, menandakan tidak ada kehidupan lagi didalamnya.
"TIDAKK ANAKKUUUU." Teriaknya histeris.
Hari itu dua orang yang disayang oleh edward harus pergi meninggalkan dirinya, kejadian itu bagaikan mimpi buruk.
Siang itu juga jasad clarissa langsung dikuburkan dibelakang rumahnya. Kian tak nampak batang hidungnya dikarenakan pingsan.
***
Disebuah ruangan yang bernuansa hitam, dua orang berbeda jenis kelamin sedang tertawa penuh kemenangan.
"Kau tau tidak kalo anaknya kian oliver telah mati dengan kondisi mengenaskan." Ucap si pria.
"Hahahaha rasakan, satu persatu dari mereka akan mati terutama si gibran bangsat itu." Dari ucapannya saja terdapat emosi yang tak terbendung lagi.
Mereka adalah dua orang yang sangat membenci gibran ayah mendiang dewangga. Mereka membenci gibran dengan alasan kuat, pembunuhan yang mengakibatkan dewangga harus mati terbunuh karena nekat menikahi seorang wanita desa.
"Axel, malam nanti kita akan menemui ayunda dan teman-temannya."
"Kalo begitu kita harus meninggalkan tempat ini, ayo ranti."
Ya kedua orang itu adalah ranti dan axel, mereka juga yang telah menculik dan membunuh emma.
Ada yang masih inggat sama axel ga gaiss?? Hihi
bukannya alex cidera parah ya