NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Di dunia yang hanya mengenal terang dan gelap, Laras adalah satu-satunya cahaya yang lahir di tengah warna abu-abu.

Arka, seorang lelaki dengan masa lalu yang terkubur dalam darah dan kesepian, hidup di balik bayang-bayang sistem dunia bawah tanah yang tak pernah bisa disentuh hukum. Ia tidak percaya pada cinta. Tidak percaya pada harapan. Hingga satu pertemuan di masa kecil mengubah jalan hidupnya—ketika seorang gadis kecil memberinya sepotong roti di tengah hujan, dan tanpa sadar... memberinya alasan untuk tetap hidup.

Bertahun-tahun kemudian, mereka bertemu kembali—bukan sebagai anak-anak, melainkan sebagai dua jiwa yang telah terluka oleh dunia. Laras tak tahu bahwa lelaki yang kini terus hadir dalam hidupnya menyimpan rahasia gelap yang mampu menghancurkan segalanya. Rahasia yang menyangkut organisasi tersembunyi: Star Nine—kekuatan yang tak tercatat dalam sejarah, namun mengendalikan arah zaman.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arka : Pria Tanpa Identitas

PROLOG

Di dunia yang hanya mengenal dua sisi—terang dan gelap—ada sisi ketiga. Di mana kebenaran diselimuti sunyi, dan kekuasaan berjalan tanpa suara.

Di sanalah mereka hidup. Para bintang tak bernama, yang namanya hanya dibisikkan dalam malam paling sunyi—di mana kegelapan tak bertepi.

Mereka bukan mitos. Mereka adalah sistem. Mereka adalah kehendak.

Aurelius melangkah di lantai emas, kepalanya tegak di tengah badai negosiasi.

Valentia menari dalam senyap luka, tangannya menyembuhkan… atau mengakhiri.

Sirioth tertawa di tengah reruntuhan akal, eksperimen gila adalah bahasanya.

Pixie bermain-main dengan dunia digital yang goyah, jari mungilnya menaklukkan satelit dan sistem pertahanan negara.

Draven menghantam bumi dengan langkah perang, dengan darah sebagai garis takdirnya.

Nocturne menyelimuti dunia dengan mata tanpa kelopak, melihat segalanya—tanpa pernah terlihat.

Chimera mengganti wajah seperti mengganti takdir, muncul sebagai siapa saja… atau tak ada sama sekali.

Mirael diam di atas menara doa, tarikan pelatuknya adalah bentuk iman yang sunyi.

Velena berbisik dan dunia tunduk, tanpa paksaan, tanpa teriakan—hanya logika yang dibelokkan.

Semua rasi, berputar mengelilingi satu pusat yang tak terlihat, tapi seluruh bintang tunduk padanya.

Arka.

_______________________________________

BAB 1

Ruangan besar bergaya klasik itu dipenuhi oleh anggota keluarga besar yang mengenakan pakaian formal. Langit-langitnya tinggi, lampu gantung kristal berkilauan seperti bintang yang menggantung di malam gelap. Aroma teh melati dan parfum mahal bercampur di udara, namun tak mampu menutupi suasana tegang yang menyelimuti setiap sudut ruangan.

Laras duduk di sisi kiri meja panjang, diam dalam gaunnya yang sederhana. Matanya mengamati ruangan itu, menangkap ekspresi para kerabat yang terlihat gelisah. Semua orang tampak bertanya-tanya hal yang sama—tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sebab, hampir seluruh keluarga besar berkumpul hari ini, sesuatu yang sangat jarang terjadi, kecuali jika menyangkut keputusan besar.

Di ujung meja, duduk seorang pria tua berambut putih rapi. Tatapannya tajam, penuh wibawa. Laras menatap sosok itu—kakeknya, Tuan Wijaya, kepala keluarga sekaligus pendiri kerajaan bisnis Wijaya Group. Di balik segala pesona kekuasaan itu, Laras tahu… bila beliau sudah bicara, tidak ada yang bisa menentangnya.

"Kita tidak akan berlama-lama," ucap Tuan Wijaya dengan suara rendah tapi berwibawa.

"Hari ini, aku ingin mengumumkan perjodohan Laras."

Bisik-bisik langsung memenuhi ruangan. Beberapa wajah menunjukkan keterkejutan, beberapa lagi terlihat penasaran.

"Laras akan menikah dengan... Arka," lanjut sang kakek.

Seketika semua membeku. Termasuk Laras.

“Arka? Siapa itu?”

“Apakah diantara kalian ada yang mengenalnya?”

“Dia anak keluarga mana?”

“Aku baru mendengar namanya.”

“Apakah dia artis? Dokter? Atau bintang film yang lagi naik daun?”

Bisik-bisik mulai memenuhi ruangan itu.

Beberapa anggota keluarga saling menatap, kebingungan. Tak ada satu pun yang tahu siapa yang dimaksud. Nama itu asing. Tidak ada yang pernah mendengarnya ataupun melihatnya.

“Maaf, Ayah…”

Semua mata kini beralih pada seorang wanita paruh baya yang duduk di sisi kanan meja, mengenakan kebaya krem elegan. Bagi Laras, ibunya selalu terlihat cantik meski usianya hampir kepala empat. Tapi kali ini, kecantikan itu dikaburkan oleh kegelisahan yang tampak jelas di sorot matanya.

Dia adalah ibu Laras. Ratna Wijaya.

“Ini… terlalu mendadak. Kami, sebagai orang tua, bahkan tidak diberi tahu apa pun tentang rencana ini. Siapa Arka? Dari mana asalnya? Apa yang membuat Ayah begitu yakin menyerahkan masa depan Laras padanya?”

Laras menatap ibunya, wajahnya seperti ingin menangis namun juga bingung.

Tuan Wijaya menghela napas pelan. “Aku tahu ini mengejutkan. Tapi aku sudah mempertimbangkan semua hal.”

Dari sisi kiri meja, seorang pria yang sejak tadi diam, berdiri dan angkat bicara. Suaranya berat dan terdengar tegas.

“Kalau memang sudah dipertimbangkan, setidaknya ayah membicarakannya terlebih dahulu dengan kami. Bagaimanapun Laras adalah anak kami” ucapnya dengan nada yang sedikit tinggi. Dia adalah Aditya Wijaya, ayah Laras.

“Kami tidak bermaksud menentang, Ayah. Tapi kami juga punya hak sebagai orang tuanya. Juga Laras bukanlah anak kecil lagi, dia berhak tau siapa orang yang akan menjadi suaminya. Lagi pula siapa Arka? Tidak ada satu pun yang disini tahu!” Nafasnya terengah-engah, harga dirinya sebagai ayah sedikit terpukul.

Tatapan Tuan Wijaya sedikit mengeras.

“Diam!”

“Di sini aku tidak berniat meminta restu atau pun pendapat kalian, Aku memberi perintah!”

Ayah Laras mengepalkan tinjunya, lalu menarik napas pelan dan kembali duduk. Wajahnya tegang. Laras bisa merasakan kekecewaan itu dari caranya menunduk—seolah menahan sesuatu yang tak bisa dilawan.

Sementara Ratna menggenggam erat tangan putrinya, dia juga tidak berani kembali bersuara.

Semua terdiam. Kini ruangan itu kembali hening.

Tepat setelah itu pintu ruangan berderit pelan. Seorang pelayan masuk sembari membungkukkan badanya.

“Tuan, beliau sudah datang.”

Semua orang menoleh ke arah pintu, termasuk Laras. Ia bisa merasakan rasa penasaran di sekelilingnya—semua orang tampak tegang menunggu sosok yang akan masuk. Kecuali kakeknya, yang tetap tenang seperti sudah tahu apa yang akan terjadi.

“Suruh dia masuk.” Ucapnya sembari mengangguk.

Semua orang memfokuskan pandanganya ke arah pintu. Bahkan beberapa tidak sedikit pun mengedipkan matanya.

Perlahan suara langkah kaki mulai terdengar.

Seorang pemuda melangkah masuk. Tubuhnya tegap, dengan setelan jas hitam sederhana tanpa hiasan mencolok. Wajahnya yang tampan terlihat tenang, namun menyimpan sorot mata dingin yang tak bisa dibaca. Rambutnya hitam pekat, sedikit berantakan, seolah ia tidak terlalu peduli pada penampilan.

Langkah-langkah pemuda itu mantap, nyaris tanpa suara. Laras memperhatikan geraknya. Tidak ada tanda gelisah di wajahnya. Tapi Laras tak yakin, apa itu ketenangan, atau sekadar wajah datar yang sulit dibaca?

Pemuda itu menunduk sedikit, memberi hormat dengan tenang pada Tuan Wijaya, lalu pada seluruh ruangan. Tidak ada senyum di wajahnya, tidak pula kesombongan. Yang ada hanyalah kesan percaya diri serta sorot mata yang sedikit misterius.

“Nama saya Arka.” Ucapnya singkat memperkenalkan diri. Membuat semua orang yang ada disana semakin penasaran.

“Hanya Arka? Siapa nama keluargamu? Kamu berasal dari mana?” Ucap salah satu wanita yang merupakan bibi Laras, dengan nada sedikit menekan dan tatapan merendahkan.

“Juga apa pekerjaan kamu?” Sahut Melati bibi laras yang lain.

Arka hanya diam, matanya menyapu seluruh ruangan dan berhenti pada tatapan laras. Mereka saling berpandangan beberapa saat membuat jantung laras sedikit berdegup kencang.

Laras mengalihkan pandanganya, bertanya pada diri sendiri dengan apa yang dia rasakan.

Tatapan itu... Laras seolah merasa tidak asing dengannya. Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya? Laras sama sekali tidak ingat.

Tatapan yang dingin. Tapi Laras merasakan sesuatu seperti kehangatan di baliknya.

Namun sebelum Laras bisa mencari jawaban atas kegelisahan dalam hatinya, suara tajam kembali terdengar dari meja seberang.

“Jadi... tidak ada keluarga? Tidak jelas asal usulnya? Ini sungguh memalukan, Ayah,” ucap Gunawan Wijaya, adik kedua dari Aditya, sambil menatap sinis ke arah Arka. “Kita ini keluarga terpandang. Nama besar Wijaya Group tidak bisa sembarangan disatukan dengan seseorang yang bahkan tak punya asal-usul.”

Melati, istri Gunawan, ikut menimpali, “Laras itu pantas mendapatkan seseorang yang setara. Lihat anak kita, Rafael. Baru saja menyelesaikan S2 di Inggris, tampan, cerdas, dan jelas darah Wijaya. Mengapa bukan dia saja yang dijodohkan dengan Laras?”

Bisik-bisik kembali terdengar. Nama Rafael ikut disebut. Laras tahu sepupunya itu sering dibanggakan di setiap acara keluarga. S2 di luar negeri, wajah rupawan, karier menjanjikan.

Sementara itu, Laras duduk membeku di tempatnya. Ia bisa merasakan ketegangan dari setiap sudut ruangan. Semua seperti menekan dirinya dan lelaki itu.

Arka masih berdiri tegap. Sorot matanya tenang, seolah tak terpengaruh oleh semua omongan di ruangan itu. Tapi, Laras yang menatapnya lebih lama daripada siapa pun, merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik ketenangan itu. Bukan arogansi. Bukan juga rasa takut. Entah apa.

“Aku tidak punya keluarga,” jawabnya datar. Suaranya tidak keras, tapi cukup untuk membungkam semua pembicaraan. “Dan aku tidak datang ke sini untuk menjelaskan siapa aku. Aku datang karena Tuan Wijaya memintaku.”

Kalimatnya sederhana, namun cukup untuk membuat beberapa orang menelan ludah.

Tuan Wijaya menyandarkan tubuhnya ke kursi, tangannya menyatukan jari-jemari dengan tenang. “Cukup!” ucapnya singkat.

“Tapi...” Melati masih ingin protes, namun kali ini tatapan tajam Tuan Wijaya membuatnya bungkam.

Laras menatap Arka sekali lagi. Jantungnya masih berdebar tidak karuan. Pemuda itu terlalu misterius.

Dan saat tatapan mereka kembali bertemu, untuk sepersekian detik, Laras melihat senyum kecil yang sangat samar. Begitu halus dan cepat, hingga ia sendiri tak yakin apakah itu nyata atau hanya perasaannya saja.

“Mulai hari ini, Arka akan tinggal di rumah paviliun belakang,” ujar Tuan Wijaya. “Dalam satu bulan pernikahan akan diadakan!”

Kalimat itu membuat Laras tak bisa bicara. Ia tahu, saat kakeknya sudah memutuskan sesuatu… semua orang akan diam. Termasuk dirinya.

Laras hanya bisa menatap meja di depannya. Hatinya berkecamuk. Dia tidak mengenal lelaki itu. Tapi seperti ada sesuatu yang membuatnya merasa familiar.

________

Satu persatu orang yang ada di sana mulai meninggalkan ruangan. Hanya menyisakan Arka dan tuan Wijaya di sana.

“Sebaiknya kita mengobrol di ruanganku.” Ucap tuan wijaya, kini dengan suara yang lebih lembut.

1
Marga Saragih
/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Marga Saragih
hhh tarik napas
Marga Saragih
/Hammer//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Marga Saragih
oh ternyata
Marga Saragih
😰😰😰😰😰😰😰😰
Marga Saragih
napas dulu
Marga Saragih
balas dendam yang mengerikan
Marga Saragih
bocil ni bos senggol dong /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Marga Saragih
tegang banget
Marga Saragih
keren abis
Marga Saragih
baper abis
Marga Saragih
/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Marga Saragih
lucu juga senyum sendiri
Marga Saragih
siapa arka sebenarnya?
Marga Saragih
menguras emosi
Marga Saragih
/Good//Good//Good//Good//Good//Good/
Marga Saragih
gemes thor
Hamdan Almahfuzd: Kok gemes😭 perasaan aku bikin adegan horor deh🙄
total 1 replies
Marga Saragih
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
Marga Saragih
/Ok//Ok//Ok/
Marga Saragih
kayanya Arka mafia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!