Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Pura-Pura
Makan malam sudah lama berakhir. Namun, belum ada yang beranjak dari tempatnya. Masing-masing masih duduk di sana sambil menyaksikan para pelayan membereskan meja, sekaligus berbincang dalam kepura-puraan.
Annisa dan Camelia terus merongrong ayahnya untuk menilai kinerja Riu selama ini. Dengan alasan demi perusahaan, mereka membuat sang ayah tak berkutik.
Sementara Riu, pura-pura pasrah agar dianggap lemah. Dia percaya, waktu yang paling tepat untuk melawan musuh adalah ketika mereka mengganggap kita dalam genggamannya.
"Sayang, aku mau ke kamar mandi sebentar," sela Vale di antara obrolan ipar dan mertuanya.
"Iya, Sayang. Hati-hati!" jawab Riu.
Setelah beradegan mesra—mengusap lengan sambil menatap dalam-dalam, Vale meninggalkan ruangan itu. Sebenarnya, hampir tidak ada kepentingan yang harus dilakukan di kamar mandi. Vale melakukan itu hanya untuk memancing Kelvin, yang sejak tadi terlihat gusar. Vale jadi tak sabar untuk bicara empat mata dengannya. Pasti seru.
Benar saja. Sesaat setelah Vale beranjak, Kelvin juga ikut bangkit, dengan alasan ke kamar untuk mengambil ponsel. Padahal, dia pergi ke kamar mandi dan menunggui Vale di depan pintu. Hati dan perasaannya sudah membara. Tak bisa menunggu lama lagi untuk mendengar penjelasan dari Vale.
"Oh, ternyata kamu mau ke sini juga. Sorry ya, tadi aku tidak tahu. Jadi, santai-santai saja di dalam," ujar Vale ketika dirinya sudah keluar dari kamar mandi dan mendapati sang mantan sedang berdiri di sana.
"Jelaskan padaku, Vale!" Kelvin bicara tegas, selaras dengan tatapannya yang berkilat.
"Apanya yang perlu dijelaskan? Kurasa tidak ada kesalahpahaman di antara kita," jawab Vale pura-pura tak mengerti. Malah dengan polosnya dia memasang tampang bingung.
Kelvin mengacak rambutnya dengan kasar. Nyaris frustrasi menerima kenyataan bahwa mantan yang masih ia cinta, kini menikah dengan pamannya.
"Kenapa kamu menikah dengan Riu?"
"Memangnya kenapa? Dia laki-laki dan aku perempuan, wajar kan menikah? Tidak melanggar norma agama ataupun negara. Kenapa harus dipermasalahkan?"
"Dia itu pamanku!"
"Kamu pikir aku tahu?" Vale melipat tangan di dada. "Empat tahun kita bersama, memangnya kamu pernah mengenalkan aku pada keluargamu? Wajah orang tuamu saja aku hanya tahu dari ponsel loh, tidak pernah kamu pertemukan secara langsung," lanjutnya.
"Dia cacat, lumpuh permanen. Apa yang bisa kamu dapat dari lelaki seperti dia? Kamu tidak akan bahagia, Vale!"
"Kamu salah besar, Vin. Aku sangat bahagia menikah dengan dia. Meski kakinya lumpuh, tapi dia mencintaiku dengan tulus. Lagi pula, wajahnya tampan dan kehidupannya juga mapan. Tidak akan kecewa aku jatuh cinta dan menikah dengannya," jawab Vale dengan tenang. Sungguh, sangat puas dia melihat wajah Kelvin yang tampak kacau.
"Aku juga tampan mapan, bahkan lebih dari dia. Aku normal, bisa memuaskan batinmu dan memberimu keturunan. Dan dua hal itu tidak akan kamu dapatkan dari dia!"
"Apa masalahnya tidak punya keturunan? Di luar sana banyak anak terlantar, aku bisa mengadopsi salah satu di antara mereka. Dan soal kepuasan batin ... kamu salah. Meski lumpuh begitu, tapi Riu selalu memuaskan aku dengan cara yang lain. Aku selalu mabuk kepayang dibuatnya." Vale menjawab sambil mengerling nakal, seakan-akan ucapannya barusan memang benar adanya.
"Keterlaluan kamu, Vale!" Kelvin mendorong tubuh Vale hingga merapat di dinding. "Empat tahun kita bersama, tak sekali pun kamu mau melakukannya denganku. Tapi Riu ... baru berapa hari kamu kenal dia, sudah mau melakukan hal memalukan itu. Kamu murahan, Vale," lanjutnya dengan napas yang memburu.
Vale tertawa renyah, "Murahan? Riu suamiku loh. Sejak kapan berhubungan intim dengan suami sendiri itu murahan. Kelvin, Kelvin, sepertinya kata itu lebih cocok untuk dirimu sendiri."
Kelvin tak bisa berkata-kata lagi. Akal sehatnya hampir luruh karena ucapan Vale yang selalu tepat sasaran. Sampai akhirnya, pertahanan Kelvin porak poranda. Tanpa memikirkan harga diri, dia menunduk di hadapan Vale.
"Aku mengaku salah. Waktu itu memang aku yang bodoh. Vale ... kita sudah empat tahun bersama. Pasti kamu pun tidak mudah menghapus kenangan dan cinta yang pernah ada. Mari kita mulai saja dari awal. Aku janji akan selalu mencintai kamu, dan menjadikan kamu satu-satunya wanitaku. Cerailah dengan Paman, dan aku akan langsung menikahimu," ujar Kelvin, memohon kembali cinta yang pernah ia campakkan.
"Aku tidak bisa. Aku sudah menikah, dan aku mencintai suamiku," tolak Vale dengan tegas. Dia tak sebodoh itu untuk mengulang kesalahan yang sama.
"Dia lumpuh permanen. Jika tidak cerai, selamanya kamu akan mengurus pria catat seperti dia. Kamu jangan terkecoh dengan harta yang dia punya. Ingat, aku anak tunggal. Harta Mama Papa tidak akan ke mana, hanya aku satu-satunya ahli waris. Jika kita menikah, kamu juga bisa menikmati semua itu."
"Aku tidak bisa. Cintaku sekarang hanya untuk Riu."
"Itu tidak mungkin, Vale. Kita bersama sudah lama, pasti masih ada cinta untukku." Tatapan Kelvin begitu menuntut, menginginkan Vale untuk kembali dalam pelukannya.
"Percaya atau tidak itu bukan urusanku, yang penting aku sudah jujur."
"Vale, tolong ... pertimbangkan aku. Aku janji akan berubah. Kesalahan yang kemarin-kemarin tidak akan terulang lagi." Kelvin masih tak menyerah.
"Aku mencintai Riu karena dia lumpuh. Kalau kamu lumpuh dulu, mungkin aku bisa mempertimbangkan kamu," jawab Vale sambil menepis tangan Kelvin yang tadi menguncinya.
Mendengar jawaban itu, Kelvin sangat frustrasi. Tanpa sadar ia berteriak dan memaki Vale.
"Kamu gila! Hanya wanita gila yang menyukai pria cacat!"
Vale tersenyum miring, "Dan lebih gila lagi kamu. Tidak tahu malu merayu wanita gila yang sudah terang-terangan menolak."
Kelvin bergeming. Semua rasa dalam hati seakan menyerang balik dan membuat dadanya sesak hingga kesulitan bernapas.
Vale memanfaatkan kesempatan itu untuk melangkah pergi.
Namun, tak lama kemudian, ia berhenti dan kembali menoleh.
"Lain kali jangan panggil aku Vale. Aku ini bibimu, bersikaplah yang sopan!"
Kelvin makin bergeming. Kalau saja pantas, dia akan meraung-raung saat itu.
_______
Keheningan masih setia menyertai Vale dan Riu yang kala itu sudah tiba di kamar. Sejak di mobil sampai saat ini, belum ada yang membuka suara. Entah obrolan ringan atau perbincangan mengenai masalah tadi.
"Dari awal kamu sudah tahu ya kalau mantanku itu Kelvin?" ucap Vale setelah lama terdiam.
"Tidak terlalu awal."
"Kenapa sebelumnya tidak bilang kalau keponakanmu itu dia?" Vale kembali bertanya, sembari membantu Riu beralih ke ranjang.
"Apa ada yang berubah andai kamu tahu lebih awal?" Riu balik bertanya.
"Setidaknya aku bisa mempersiapkan diri."
"Apa yang tadi belum termasuk persiapan?"
Vale tak menjawab. Semua yang dia katakan sudah dipatahkan oleh Riu.
"Kamu melanggar perjanjian. Katanya tidak akan melakukan kontak fisik, tapi tadi ... kamu mencium tanganku tanpa izin." Vale mengalihkan topik dan mengungkit kesalahan Riu.
"Kalau kamu tidak terima, boleh kok membalas. Lakukan yang sama dengan apa yang kulakukan tadi," jawab Riu sambil menyodorkan tangannya.
Vale membelalak, "Bukan begitu konsepnya. Kamu berpura-pura sampai melibatkan fisikku. Itu melanggar janjimu sendiri."
Alih-alih tersinggung, Riu malah tersenyum lebar.
"Berhadapan dengan mereka aku memang banyak berpura-pura, tapi ... tidak sedikit pun aku melibatkan kamu. Apa yang kulakukan padamu, kapanpun dan dimanapun itu, bukan sekedar pura-pura."
Jantung Vale tidak aman. Detaknya langsung cepat, seakan ingin loncat dari tempatnya. Tidak pura-pura, apakah artinya___?
Bersambung...