NovelToon NovelToon
MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Bapak rumah tangga / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir
Popularitas:686
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ongoing

Feng Niu dan Ji Chen menikah dalam pernikahan tanpa cinta. Di balik kemewahan dan senyum palsu, mereka menghadapi konflik, pengkhianatan, dan luka yang tak terucapkan. Kehadiran anak mereka, Xiao Fan, semakin memperumit hubungan yang penuh ketegangan.

Saat Feng Niu tergoda oleh pria lain dan Ji Chen diam-diam menanggung sakit hatinya, dunia mereka mulai runtuh oleh perselingkuhan, kebohongan, dan skandal yang mengancam reputasi keluarga. Namun waktu memberi kesempatan kedua: sebuah kesadaran, perubahan, dan perlahan muncul cinta yang hangat di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8

Pertengkaran mereka tidak pernah dimulai dengan teriakan. Selalu hal-hal kecil. Terlalu kecil untuk disebut masalah besar tapi cukup tajam untuk melukai setiap hari.

Seperti pagi itu. Ji Chen sudah bangun sejak subuh. Ia berdiri di dapur, mengaduk sup ringan yang direkomendasikan dokter kandungan. Tidak ada keahlian khusus, hanya mengikuti resep dengan patuh. Uap panas mengepul perlahan, mengaburkan kacamata tipis di hidungnya.

Feng Niu keluar dari kamar dengan rambut masih basah, mengenakan piyama sutra. Wajahnya pucat, matanya sedikit membengkak bukan karena kurang tidur, tapi karena bosan. “Apa itu?” tanyanya.

“Sup,” jawab Ji Chen. “Untuk lambungmu. Kamu sering mual pagi.” Feng Niu melirik panci itu sekilas, lalu mengambil segelas air. “Aku tidak minta.” Ji Chen berhenti mengaduk. “Aku tahu. Tapi dokter—”

“Aku tidak lapar.” Nada suaranya datar, tidak kasar. Justru itu yang membuat Ji Chen sulit menanggapinya. “Kamu belum makan sejak kemarin malam.”

“Aku baik-baik saja.” Feng Niu meneguk air, lalu menyender ke meja dapur. “Kamu tidak perlu mengatur semuanya.” Ji Chen menarik napas pelan. “Aku hanya peduli.”

“Peduli atau mengontrol?” Feng Niu menatapnya, alis sedikit terangkat. Kalimat itu… kecil. Tapi tepat mengenai sesuatu yang rapuh. Ji Chen mematikan kompor. “Kalau kamu tidak mau, tidak apa-apa.” Ia menuang sup itu ke mangkuk, lalu menutupnya. Tidak dibuang. Tidak juga disajikan. Feng Niu mengamatinya sebentar, lalu berkata, “Kamu selalu begitu.”

“Begitu bagaimana?”

“Membuatku terlihat seperti orang jahat hanya karena aku tidak mengikuti caramu.” Ji Chen menoleh. “Aku tidak pernah—”

“Kamu selalu terlihat seperti korban.” Feng Niu menyela, suaranya mulai meninggi. “Diam, sabar, pengertian. Seolah-olah aku yang selalu salah.” Ji Chen membeku. Ia ingin membantah. Tapi kata-kata Feng Niu tidak sepenuhnya salah dan itu yang paling menyakitkan.

Siang harinya, Ji Chen pulang lebih awal. Ia membawa beberapa berkas kerja, tapi pikirannya tidak benar-benar ada di kantor. Saat masuk rumah, suasana sunyi. Terlalu sunyi. “Feng Niu?” panggilnya.

Tidak ada jawaban. Ia melihat tas Feng Niu tidak ada di tempat biasanya. Jaket favoritnya juga hilang. Ji Chen mengecek jam, baru jam dua siang. Ponselnya bergetar. Pesan masuk.

FN : Aku keluar sebentar. Jangan menunggu.

Tidak ada penjelasan. Tidak ada jam kembali. Ji Chen membalas singkat.

JC : Kamu ke mana?

Pesan itu dibaca. Tidak dibalas. Ia meletakkan ponsel di meja, lalu duduk. Ruang tamu terasa terlalu besar untuk satu orang.

Feng Niu pulang malam. Langkah sepatunya terdengar jelas di lantai marmer. Ji Chen sedang duduk di sofa, lampu belum dimatikan. Ia tidak tidur. “Kamu belum tidur?” tanya Feng Niu, melepas sepatu. “Aku menunggu.”

“Aku tidak minta.” Kalimat itu lagi. Ji Chen berdiri. “Kamu keluar ke mana?”

“Dengan Qin Mo.”

“Kenapa tidak bilang?”

“Aku sudah bilang. Aku keluar.”

Ji Chen mengerutkan kening. “Kamu tahu maksudku.” Feng Niu menatapnya dengan lelah. “Ji Chen, aku bukan anak kecil.”

“Aku tidak pernah bilang kamu anak kecil.”

“Tapi kamu memperlakukanku seperti itu.” Feng Niu melepas tasnya, meletakkannya agak kasar di meja. “Selalu bertanya, selalu khawatir, selalu—”

“Karena kamu hamil!” suara Ji Chen akhirnya meninggi. “Karena ada anak kita di dalam tubuhmu!”

Hening. Feng Niu membeku. Tangannya mengepal pelan. “Anak kita,” ulangnya pelan. Ada sesuatu di suaranya bukan marah, tapi dingin. “Kamu terus mengatakannya seolah itu sesuatu yang selalu kuinginkan.” Ji Chen menyesal begitu kata-kata itu keluar, tapi sudah terlambat. “Aku tidak memaksamu hamil,” katanya lebih pelan. “Tapi sekarang sudah terjadi.”

“Dan aku yang harus menanggung semuanya?” Feng Niu tertawa pendek. “Tubuhku berubah. Hidupku berhenti. Sementara kamu tetap pergi kerja, tetap jadi Ji Chen yang sempurna.”

“Itu tidak adil,” balas Ji Chen cepat. “Aku juga berubah.”

“Kamu tidak tahu bagaimana rasanya,” potong Feng Niu. “Bangun pagi dengan mual, dengan perasaan terjebak, dengan hidup yang bukan milikmu lagi.”

Ji Chen terdiam. “Aku tidak minta semua ini,” lanjut Feng Niu. Matanya berkaca-kaca, tapi suaranya tetap keras. “Aku tidak minta jadi istrimu. Aku tidak minta jadi ibu.” Kata ibu diucapkannya seperti beban. Ji Chen merasa dadanya diremas. “Kalau begitu… apa yang kamu inginkan?”

Pertanyaan itu meluncur tanpa sadar. Feng Niu terdiam lama. Terlalu lama. “Aku tidak tahu,” jawabnya akhirnya. “Dan itu yang paling menakutkan.”

Pertengkaran itu tidak berakhir. Tidak ada kata maaf. Tidak ada pelukan. Tidak ada pintu dibanting. Mereka hanya berhenti bicara.

Malam itu, Feng Niu tidur membelakangi Ji Chen. Jarak di antara mereka terasa semakin nyata. Ji Chen menatap langit-langit, mendengar napas Feng Niu yang teratur tapi dingin. Ia ingin menyentuh. Ingin berkata sesuatu. Tapi setiap kali ia membuka mulut, yang keluar hanya kelelahan.

Hari-hari berikutnya diisi pertengkaran kecil lain. Tentang lampu yang lupa dimatikan. Tentang jadwal kontrol ke dokter. Tentang makanan yang tidak dimakan. Tentang pesan yang tidak dibalas. Tidak ada yang besar. Tapi semuanya menumpuk.

Ji Chen mulai pulang lebih larut. Feng Niu mulai lebih sering keluar. Mereka masih tinggal di rumah yang sama, tidur di ranjang yang sama tapi terasa seperti dua orang asing yang kebetulan berbagi alamat.

Suatu malam, saat Ji Chen menutup laptop, ia mendengar Feng Niu menghela napas panjang. “Kita tidak pernah benar-benar berbicara,” kata Feng Niu tiba-tiba. Ji Chen menoleh. “Kita sering bicara.”

“Kita bertengkar,” koreksi Feng Niu. “Itu berbeda.” Ji Chen ingin menyangkal. Tapi ia tahu itu benar. “Aku capek,” lanjut Feng Niu. “Setiap hal kecil bisa berubah jadi masalah.” Ji Chen mengangguk pelan. “Aku juga.”

“Lalu kenapa kita terus begini?” Feng Niu menatapnya. Ada kelelahan murni di sana. “Kenapa tidak berhenti saja?” Kata berhenti menggantung di udara. Ji Chen berdiri perlahan. “Karena berhenti berarti mengakui kita gagal.”

Feng Niu tersenyum miris. “Dan melanjutkan berarti saling menyakiti.” Tidak ada jawaban untuk itu. Malam kembali sunyi. Dan Ji Chen menyadari sesuatu yang pahit: pertengkaran mereka tidak menghancurkan pernikahan ini keheningan lah yang melakukannya, sedikit demi sedikit.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!