Evan Bramasta, cowok berbadan tinggi, kulit putih dan hidung bangir. Berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai guru olahraga di sebuah Sekolah Menengah Atas dan sudah mempunyai seorang istri atas perjodohan dari orang tuanya. Istrinya bernama Sabina Elliana yang bekerja di sekolah yang sama dengan suaminya.
Beberapa bulan belakangan ini, Evan selalu memperhatikan seorang murid perempuan yang selalu membuatnya sakit di bagian bawah. Ia menginginkan gadis itu menjadi miliknya dengan cara apapun.
Namanya Ziyara Liffyani, gadis yatim piatu berparas cantik di usianya yang baru 17 tahun. Dia harus bekerja paruh waktu di toko buku untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Ziyara juga diam-diam sangat menyukai guru olahraganya itu. Apa pun akan Ziyara lakukan untuk menggapai cita-citanya dan mendapatkan keinginannya, termasuk menjadi istri simpanan guru olahraga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jam Istirahat
Setelah acara temu kangennya semalam dengan Ziyara, Evan mengantarkan Ziyara pulang ke kontrakkan barunya dan memaksa Ziyara untuk tinggal di apartemennya. Tapi Ziyara menolak mentah-mentah keinginan Evan, karena ia teringat dengan adegan panas yang dilakukan Evan dan istrinya.
Pagi ini, Evan menjemput Ziyara untuk pergi berangkat bersama ke sekolah. Ia semalam tak pulang ke rumah yang Sabina tempati dan tak menjawab satu pun panggilan dari istrinya.
Tiba di rumah Ziyara, Evan pun disambut dengan pelukan hangat kekasih kecilnya ini.
“Lama banget, sih jemputnya?"
“Dari apartemen ke sini jauh, Babby.”
Ziyara memajukan bibirnya ke depan.
CUP!!
Evan mengecup bibir tipis Ziyara.
“Ayo, nanti telat,” ajak Evan.
Di dalam mobil Evan tak melepaskan genggaman tangannya dengan tangan Ziyara, ia pun merasa jengah sendiri dengan kelakuan pacarnya ini.
Tiba-tiba HP Evan berdering lagi dan terpampang nama Sabina di sana, mau tak mau Evan pun mengangkatnya dan melepaskan genggaman tangannya pada Ziyara.
“Hallo,” sambut Evan.
“Kamu kemana aja sih, Maaas! Kenapa telepon aku enggak kamu angkat-angkat? Kamu enggak apa-apa kan?” tanya Sabina.
“Aku enggak apa-apa ... semalam aku ketiduran habis minum obat,” bohong Evan.
Ziyara yang di sampingnya hanya memutar bola matanya dengan malas, pintar sekali kekasihnya ini berbohong.
Baru ingin bertanya lagi, Evan memotong perkataan Sabina dan langsung memutuskan panggilan teleponnya. “Ya, udah aku tutup dulu ya, aku lagi nyetir mau ke sekolah.”
Evan menolehkan kepalanya ke kiri dan melihat kekasihnya yang sudah berwajah masam. Evan mengapit tangan Ziyara dan membawanya ke bibirnya.
"Muach!!! Muach!!! Muach!! Jelek banget mukanya kalau cemburu.” Evan menggoda Ziyara.
“Ngapain cemburu? Dia kan istri situ," jawab Ziyara jutek.
“Oohh ... enggak cemburu, ya ... berarti enggak sayang, dong? Gitu ternyata.” Evan langsung meletakkan kembali tangan Ziyara.
Ziyara memiringkan duduknya ke arah jendela dan tiba-tiba terdengar suara isakan kecil.
“Hiks ... hiks!”
Evan pun kelimpungan mendengar Ziyara menangis, ia memberhentikan mobilnya saat rambu lalu lintas bewarna merah. Evan berusaha membalikkan badan Ziyara untuk menghadapnya.
“Babbyy ... kenapa nangis, Sayang? Lihat Daddy sini.”
Ziyara membalikkan tubuhnya menghadap Evan dan langsung memukul pria itu habis-habisan.
“Aww ... akh ... sakit, Sayang ... kenapa Daddy di pukul ... aww ... Babbyy.”
Evan menangkap tangan Ziyara dan membawa tubuh Ziyara ke dalam pelukannya, tangan Ziyara masih saja memukul dada bidang kekasihnya.
“Jahat tahu, gak!”
“Iya Daddy jahat ... Daddy minta maaf ya, Sayang ... Daddy cuma bercanda.”
“Aku tuh cemburu, Dad, bukannya dibujuk malah di gituin,” teriak Ziyara tak terima.
“Iya sayang iyaa ... Daddy minta maaf lagi, ya.”
Ziyara menganggukkan kepalanya dan Evan mulai menjalankan kembali mobilnya karena rambu lalu lintas sudah berganti warna hijau.
Setelah beberapa menit mereka pun sampai ke sekolah, tak di sangka Sabina menunggu Evan di parkiran dan langsung menuju ke arah mobil Evan. Sabina yang menunggu di luar pintu, ingin memeluk suaminya tapi di kejutkan dengan Ziyara yang keluar dari mobil suaminya
“Loh, Ziyara ?” tanya Sabina
“Tadi dia nungguin angkot ... hari juga udah siang ... jadi aku tumpangin ... satu tujuan juga,” bohong Evan lagi.
Sabina hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan langsung menggandeng mesra suaminya, Ziyara hanya bisa cemburu dan sakit melihat Sabina menggandeng kekasihnya.
“Kalau begitu aku permisi, Buk, makasih atas tumpangannya, Pak,” ucap Sabina lalu berlalu dengan amarah di dadanya.
જ⁀➴୨ৎજ⁀➴
Bel istirahat berbunyi, semua murid berlari menuju kantin untuk mengisi perut mereka kecuali Ziyara. Padahal ia juga sudah sangat lapar, Ziyara disuruh mengembalikan buku ke perpustakaan yang tempatnya berlawanan dengan kantin.
Ia berjalan menuju perpustakaan melewati ruangan guru dan ruang khusus untuk guru olahraga.
Tanpa ia sadari Evan sudah berdiri di depan pintu ruangannya. Ketika melewati ruangan itu, ia dikejutkan dengan suara dehaman gurunya itu.
“Ekheem.”
Ziyara menoleh dan menjulingkan matanya pada Evan, seolah olah Evan adalah musuhnya. Evan mencibir senyumnya dan melihat sekeliling, di rasa tidak ada orang Evan mengikuti Ziyara dari belakang. Sampainya di perpustakaan, Evan menarik Ziyara ke area paling belakang di perpustakaan itu.
“Ihh ngagetin tahu, gak! Ngapain sih tarik-tarik,” kesal Ziyara.
Evan menyelipkan rambut Ziyara ke belakang telinganya.
“Kenapa, sih marah-marah? Hm?" tanya Evan dengan lembut.
“Gak ada yang marah, udah awas aku mau keluar.”
Evan mendorong tubuh Ziyara ke rak buku, ia merapatkan tubuhnya ke tubuh Ziyara lalu mengelus lembut pipi halus tanpa noda itu.
“Kenapa, Babby?" tanya Evan dengan tatapan tajamnya.
“Aku cemburu, Dad,” jawab Ziyara yang tak mau menatap mata Evan.
“Terus Daddy harus ngapain?”
Ziyara tak menjawab, ia memeluk erat tubuh Evan, menggoyangkan pinggulnya agar rahimnya dan tombak Evan saling bergesek.
“Babbyyy?” Evan mengeram.
“Babby mau ini Dad,” ucap Ziyara dengan tangan menguyel tombak Evan.
“Ehmm.”
“Di ruangan Daddy aja ya, sayang.”
“Noo dad ... Babby maunya di sini ... mumpung sepi!”
Evan menurunkan celananya dan menarik ke atas rok Ziyara, menyampingkan celana dalam kekasihnya dan,
JLEEEEEEB!!
“Aahh, Dad!!”
“Jangan kenceng-kenceng Babby ... kita main cepet.”
Evan mendorongkan tombaknya ke rahim Ziyara dengan cepat.
“Aaahh, aahh, aahh!”
Evan membungkam mulut Ziyara dengan ciuman kasarnya.
“Mmhh ... mhhh.”
“Ohh.”
“Babby mau keluar Daddy ... akhh ... akhh ... aaaaaaahh!”
Evan semakin mendorong rahim Ziyara dengan cepat.
“Daddy keluar Babby ... aaahh!”
Evan menekan dalam-dalam tombaknya agar benihnya masuk semua ke rahim Ziyara. Setelah di rasa puas, Evan memakai kembali celananya dan merapikan rok Ziyara.
“Kenapa sih sayang kalau lagi cemburu jadi kepinginan?”
“Gak tau ... pingin nunjukin aja kalau aku lebih hebat dari Buk Sabina.”
“Hahaha, dasar bocil!” ejek Evan.
“Ihh enggak bocil, ya,” rajuk Ziyara.
“Iya-iya enggak bocil ... mau keluar duluan atau keluar bareng-bareng?” tanya Evan.
“Keluar duluan lah, ngapain keluar bareng ... jadi gosip entar.”
“Biar aja sih ... kamu belum makan, kan?”
“Belum ... laper,” rengek Ziyara.
“Ke ruangan Daddy dulu ... nanti Daddy nyusul bawain makan.”
“Bentar lagi masuk, Dad.”
“Udah enggak papa ... nanti Daddy minta izin sama guru yang ngajar,” ucap Evan sambil mengusap rambut kekasihnya.
Dia mengangguk dan langsung menuju ruangan kekasihnya. Sesampainya di ruangan Evan, Ziyara melihat sekeliling ruangan itu dan menemukan kotak bekal yang sudah tidak ada isinya.
Tak lama Evan pun datang dengan membawa nampan berisi nasi goreng dan jus jeruk.
“Itu punya siapa?” tunjuknya pada kotak bekal yang ada di meja Evan.
“Sabina.”
“Hisshh.” Ziyara menghentak-hentakkan kakinya menuju meja yang berada di dekat pintu.
“Bukan Daddy yang makan, tadi dia kesini sarapan.”
“Gak nanya.” Ziyara menjawab dengan mulut penuh dengan nasi goreng.
“Kenapa gemesin banget sih, Babby?"