NovelToon NovelToon
Keturunan Pendekar

Keturunan Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Anak Yatim Piatu / Dendam Kesumat / Balas Dendam
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: bang deni

perjalanan seorang remaja yang mencari ilmu kanuragan untuk membalaskan dendam karena kematian kedua orang tuanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jurus Bidadari

Cahaya matahari pagi mulai merambat masuk melalui sela-sela rimbunnya tanaman merambat di mulut gua, menciptakan garis-garis emas yang menari di atas lantai batu. Di dalam kesunyian yang hanya dipecah oleh suara tetesan air, Anggun mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang luar biasa. Berkat perawatan telaten Raka dan kekuatan tenaga murni yang disalurkan pemuda itu, luka-lukanya mulai mengering, meski rasa kaku masih menyelimuti pundaknya.

Raka duduk bersila di hadapan Anggun. Wajahnya tampak serius, namun ada binar kegembiraan di matanya. Ia merogoh balik jubahnya dan mengeluarkan beberapa lembar kain sutra tua yang penuh dengan guratan gambar dan aksara kuno.

"Anggun," panggil Raka dengan nada tenang namun berwibawa. "aku kemarin mendapat misi dari guru ke Lembah Kahuripan,  setelah aku menemukan Buah Dewa yang membuatku tak mempan Racun, aku menemukan sebuah rahasia besar di dinding gua lembah itu. Seseorang, mungkin seorang ahli silat dari zaman kuno, telah melukis jurus-jurus luar biasa di sana. Aku menyalinnya ke kitab ini ini." Raka memberikan kitab salinan pada Anggun

Anggun mengerutkan kening, rasa ingin tahunya terusik. ia tak mengambil kitab itu

"Lembah Kahuripan? Itu adalah tempat yang sangat berbahaya, Raka. Hanya orang-orang dengan garis takdir kuat yang bisa kembali dari sana dengan selamat. Jurus apa yang kau temukan?" tanyanya penasaran

"Namanya Jurus Bidadari" jawab Raka sambil membuka kitab yang di pegangnya tersebut. "Jurus ini bukan tentang kekuatan kasar atau penghancuran, melainkan tentang kelenturan, kecepatan, dan manipulasi aliran udara. Aku merasa jurus ini sangat cocok dengan karakter tenaga dalammu yang lembut namun tajam. Aku ingin kau mempelajarinya agar kau bisa melindungi dirimu sendiri saat aku tidak berada di dekatmu." tutur Raka

" Mengapa kau tak mempelajarinya?" tanya Anggun heran

" Jurus ini sepertinya khusus untuk wanita" Sahut Raka

Dengan bantuan Raka, Anggun mulai mempelajari dasar-dasar Jurus Bidadari. Meskipun tubuhnya belum pulih seratus persen, semangatnya untuk bangkit kembali tidak bisa dibendung. Raka membimbingnya dengan sabar, menjelaskan setiap aliran qi yang harus dilewati melalui meridian tubuh.

"Ikuti gerakan ini, Anggun. Bayangkan tubuhmu adalah sehelai bulu yang dipermainkan angin, namun di balik kelembutan itu terdapat ujung yang mampu membelah baja," instruksi Raka sambil memeragakan gerakan kaki yang sangat lincah.

Anggun bangkit berdiri. Ia mengenakan jubah Raka yang diikatkan ke pinggangnya agar tidak mengganggu pergerakan. Ia mulai menggerakkan tangannya, mengikuti petunjuk dalam kitab sutra tersebut. Gerakannya mulai mengalir. Awalnya kaku, namun lama-kelamaan ia tampak seperti sedang menari di tengah gua.

"Jurus Bidadari ke angkasa!" seru Raka.

Anggun melenting. Tubuhnya seolah-olah kehilangan berat badan. Ia berpijak pada dinding gua yang licin, lalu melompat ke udara dan melakukan putaran tiga kali sebelum mendarat dengan ujung kaki tanpa suara sedikit pun. Raka bertepuk tangan kagum. Bakat Anggun memang luar biasa; ia mampu menyerap inti sari jurus kuno itu hanya dalam waktu singkat.

Setelah beberapa jam berlatih Jurus Bidadari, Anggun berhenti sejenak untuk mengatur napas. Keringat tipis membasahi keningnya. Tanpa sadar, saat ia mencoba mengendurkan otot-ototnya, ia mulai melakukan rangkaian gerakan pemanasan yang berbeda—sebuah gerakan yang sudah mendarah daging dalam dirinya sejak kecil.

Ia mengayunkan tangannya dengan pola melingkar yang rumit. Jari-jarinya membentuk pose seperti kuncup bunga yang hendak mekar. Setiap gerakannya diikuti oleh desis angin yang lembut, namun sangat presisi.

Raka, yang awalnya sedang merapikan kitab sutra, tiba-tiba mematung. Matanya melebar, menatap setiap jengkal gerakan Anggun dengan tatapan yang sulit diartikan. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena kekaguman akan kecantikan gerakan itu, melainkan karena rasa akrab yang sangat dalam yang tiba-tiba menyeruak dari relung ingatannya.

Anggun kini mempercepat gerakannya. Ia menggunakan teknik Jurus Bunga Mawar Berduri, sebuah jurus yang mengandalkan serangan totokan cepat ke titik-titik saraf lawan sambil meniru keindahan bunga yang bergoyang ditiup angin.

"Tunggu..." bisik Raka. Suaranya hampir tenggelam dalam deru napasnya sendiri.

Ia teringat bertahun-tahun yang lalu, saat ia masih kecil dan tinggal di sebuah desa terpencil sebelum malapetaka Hantu Berkabut menghancurkan segalanya. Ayahnya, seorang pendekar yang memilih hidup tenang sebagai petani, sering dikunjungi oleh seorang sahabat karibnya. Sahabat itu adalah seorang pria gagah yang selalu membawa aroma harum bunga ke mana pun ia pergi, seorang pendekar besar yang dikenal dengan julukan Pendekar Bunga.

Raka teringat ia sering bermain di halaman rumah bersama seorang anak perempuan. Anak perempuan itu selalu mengenakan pita rambut berwarna merah jambu dan memiliki mata yang sama persis dengan Anggun. Mereka sering berlatih silat mainan, dan anak perempuan itu selalu lebih hebat darinya karena usianya yang setahun lebih tua.

"Gerakan itu... langkah kaki yang menyerupai kelopak gugur itu..." batin Raka berkecamuk.

Anggun baru saja menyelesaikan rangkaian jurusnya dengan sebuah pose anggun, satu kaki terangkat dan tangan membentuk kuncup di depan dada. Ia berbalik dan tersenyum pada Raka. "Bagaimana menurutmu, Raka? Apakah penggabungan Jurus Bidadari dengan jurus dasarku bisa dilakukan?"

Raka tidak menjawab. Ia berjalan mendekat ke arah Anggun dengan tatapan tak percaya. "Anggun... bolehkah aku bertanya sesuatu?"

Anggun mengernyit heran melihat perubahan sikap Raka yang mendadak sangat emosional. "Ada apa, Raka? Wajahmu tampak pucat."

"Jurus yang baru saja kau lakukan... jurus bunga itu... siapa yang mengajarkannya padamu?" tanya Raka dengan suara bergetar.

Anggun terdiam sejenak, sorot matanya berubah menjadi sendu. "Ini adalah pusaka keluargaku. Ayahku yang mengajarkannya sebelum ia tiada. Namanya adalah Pendekar Bunga. Mengapa kau menanyakannya?"

Mendengar jawaban itu, Raka merasa seolah-olah ada petir yang menyambar di siang bolong. Segala potongan teka-teki dalam hidupnya seolah terjatuh di tempat yang tepat. Ingatan masa kecilnya yang sempat tertutup oleh kabut dendam kini terbuka lebar.

"Nama kecilmu... apakah itu Anggun Sekar Wangi?" tanya Raka lagi, suaranya kini hampir pecah.

Anggun tersentak. Ia mundur satu langkah, menatap Raka dengan penuh keheranan sekaligus kecurigaan. "Bagaimana kau bisa tahu nama lengkapku? Aku tidak pernah memberitahukannya pada siapa pun sejak aku mengantarmu pada Dewa Obat."

Raka tersenyum getir, air mata mulai menggenang di sudut matanya. Ia meletakkan tangannya di dada, mencoba menahan gejolak emosi yang meluap-luap.

"Anggun... apakah kau tidak ingat padaku? Aku adalah Raka. Raka anak dari Bandung Gila, sahabat karib ayahmu. Dulu, di desa Lembah Hijau, kita sering bermain di bawah pohon beringin tua. Ayahku dan ayahmu adalah saudara angkat yang bersumpah untuk saling melindungi."

Anggun mematung. Matanya yang indah menatap tajam ke wajah Raka, mencari-cari jejak bocah kecil yang dulu selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi. Ingatannya melesat kembali ke masa dua belas tahun yang lalu—seorang anak laki-laki yang sering menangis saat terjatuh dan selalu memanggilnya dengan sebutan...

"Raka kecil? Si cengeng yang dulu selalu kalah saat kita bermain pedang-pedangan kayu?" bisik Anggun dengan suara yang mulai serak.

Raka tertawa kecil di tengah air matanya yang tumpah. "Iya, itu aku. Aku si cengeng yang sekarang harus menyelamatkanmu dari beruang dan penjahat pasar."

Anggun menutup mulutnya dengan tangan, tak kuasa menahan haru. Ia melangkah maju dan tanpa ragu memeluk Raka dengan erat. Segala tembok pertahanan yang ia bangun sebagai pendekar wanita yang tangguh runtuh seketika di hadapan sahabat masa kecilnya.

"Kau masih hidup, Raka! Aku mengira... setelah kejadian malam berdarah itu, setelah Hantu Berkabut menyerang rumah keluargamu, tidak ada seorang pun yang selamat," isak Anggun di dada Raka.

Raka membalas pelukan itu dengan penuh perlindungan. "Aku berhasil melarikan diri ke hutan, Anggun. Aku hidup dalam persembunyian, berlatih siang dan malam hanya untuk satu tujuan: membalaskan dendam orang tua kita. Karena aku tahu, ayahmu juga tewas oleh Hantu berkabut"

Anggun melepaskan pelukannya dan menatap Raka dengan tatapan yang kini penuh dengan kehangatan dan persaudaraan. "Aku tidak menyangka, setelah sekian lama, takdir membawamu kembali padaku. Maafkan aku, Raka. Aku benar-benar tidak mengenalimu karena kau sudah tumbuh menjadi pria yang sangat gagah dan memiliki ilmu silat yang begitu tinggi."

Raka menghapus air mata di pipi Anggun dengan ibu jarinya. "Tidak apa-apa, Kak Anggun. Aku juga hampir tidak mengenalimu jika bukan karena jurus bunga yang sangat khas milik Paman Pendekar Bunga itu."

Sebutan "Kak Anggun" membuat hati Anggun bergetar. Itu adalah panggilan kesayangan Raka padanya saat mereka masih kecil, karena Anggun memang satu tahun lebih tua darinya. Panggilan itu membawa rasa nyaman dan kekeluargaan yang sudah lama hilang dari kehidupan mereka yang keras.

Pertemuan kembali yang tak terduga ini memberikan kekuatan baru bagi keduanya. Mereka bukan lagi sekadar dua orang pendekar yang tidak sengaja bertemu dalam sebuah misi, melainkan dua jiwa yang memiliki akar sejarah dan musuh yang sama.

"Raka," ucap Anggun setelah mereka tenang kembali. "Hantu Berkabut telah merenggut segalanya dari kita. Ayahku, ibumu, masa kecil kita. Sekarang aku tahu mengapa Dewa Obat mengirimku ke Desa Galian. Mungkin ini adalah cara semesta untuk mempertemukan kita kembali agar kita bisa berjuang bersama."

Raka mengangguk setuju. Ia mengambil kembali kitab Jurus Bidadari dan menyerahkannya pada Anggun. "Kita harus memperkuat diri kita, Kak. Desa Galian hanyalah awal. Di sana, para pendekar aliran hitam yang menindas penduduk desa kemungkinan besar memiliki hubungan dengan jaringan Hantu Berkabut. Kita akan mulai dari sana."

Anggun menerima kitab itu dengan mantap. "Kau benar. Dengan Jurus Bidadari yang kau temukan dan Jurus Bunga warisan ayahku, kita akan menciptakan kombinasi yang tak terkalahkan. Aku akan berlatih lebih keras lagi."

Hari itu, di dalam gua tersembunyi di Gunung Kencana, bukan hanya luka fisik yang sembuh, tetapi juga luka di hati dua anak manusia yang selama ini merasa sendirian dalam perjuangan mereka. Raka dan Anggun menghabiskan sisa hari itu dengan berlatih bersama. Raka membantu Anggun menyempurnakan setiap gerakan Jurus Bidadari, sementara Anggun memberikan masukan tentang cara memperhalus tenaga dalam Raka agar tidak terlalu kasar.

Sinergi antara mereka sangat luar biasa. Saat Raka menyerang dengan kekuatan yang meledak-ledak, Anggun menutupinya dengan gerakan yang meliuk-liuk dan melindungi titik-titik lemah. Mereka seolah-olah menari dalam harmoni yang sempurna, sebuah tarian kematian bagi siapa pun yang berani mengusik ketenangan mereka.

Malam harinya, mereka duduk di depan api unggun, merencanakan langkah selanjutnya.

"Besok pagi, kita akan turun ke Desa Galian," ujar Raka sambil menatap bara api. "Aku sudah menghabisi pimpinan Geng Serigala Hitam, tapi aku yakin mereka punya sekutu lain yang mengincar tambang emas itu. Kita akan membebaskan penduduk desa dan mencari informasi tentang keberadaan Hantu Berkabut."

Anggun mengangguk. "Aku sudah merasa cukup kuat. Lukaku sudah tidak lagi menghalangi gerakanku. Terima kasih untuk semuanya, Raka."

Raka menatap Anggun dengan lembut. "Jangan berterima kasih padaku, Kak. Kita adalah keluarga. Dan mulai sekarang, aku bersumpah tidak akan membiarkan sehelai rambutmu pun disentuh oleh tangan kotor mereka lagi."

Anggun tersenyum manis, senyuman yang mengingatkan Raka pada bunga yang mekar di musim semi. "Aku juga akan menjagamu, Adikku yang dulu cengeng. Kita akan menuntaskan dendam ini bersama-sama."

Di bawah langit Gunung Kencana, dua pendekar muda itu bersiap untuk menghadapi badai yang lebih besar. Perjalanan mereka mencari ilmu kedigjayaan telah berubah menjadi perjalanan penebusan dan persaudaraan yang tak akan pernah bisa dipatahkan oleh apa pun.

1
Dewi kunti
nahan nafas ak
Hendra Yana
lanjut
Dewi kunti
cpt sehat ya kaaaaakkk,dinanti karyanya
Dewi kunti
kok blm update LG dr kmrn,nungguin ini🤭
Dewi kunti: ok smg cpt sembuh
total 2 replies
Batsa Pamungkas Surya
👍 ini mantap.. lebih kayak nyata dari pada musuh siluman2
Dewi kunti
apakah anggun jodohnya
DANA SUPRIYA
keren ini hantu berkabut menghabisi orang hanya pakai lidi
DANA SUPRIYA
seperti kakek ini sakti ya
Dewi kunti
penyembuhan mungkin
Dewi kunti
pernah,...
Batsa Pamungkas Surya
mantap laah
Hendra Yana
up lagi
Dewi kunti
yaaaaa hbs,,klo LG seru gini kok ky cm sebentar bacanya,berasa kurang
Hendra Yana
Terima kasih
Dewi kunti
perjallaannya kecepetan ngetiknya jd typo lg
Blue Angel: iya kak, bantu koreksi kak biar nanti di revisi🙏🙏🙏
total 1 replies
Dewi kunti
banhgkit typo kakak
Hendra Yana
lanjut gas
Hendra Yana
lanjut
MyOne
Ⓜ️👣👣👣Ⓜ️
Dewi kunti
sengaja gak sih diluar godaan
Blue Angel: HP nya sering typo kak🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!