Anna adalah anak haram yang hidup menderita sejak kecil. Jalan hidupnya ditentukan oleh keluarga Adiguna secara kejam. Bahkan Anna harus menikahi calon suami kakak tirinya yang kabur meninggalkan pernikahan. Lion Winston, kekasih kakak tirinya, mereka saling mencintai, tapi entah kenapa kakak tirinya meninggalkan laki-laki sempurna itu. Tetapi Anna, gadis malang yang akan menerima penderitaan akibat kesalahan kakak tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elizabetgultom191100, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati yang Mendua
Anna keluar dari kamar mandi. Dia menggunakan bathrobe sehingga lekuk tubuhnya tidak bisa dilihat oleh Leon lagi. Anna berdecak karena Leon masih ada di kamar. Anna marah dan kesal karena Leon sudah lancang menyentuhnya. Gadis itu mengabaikan keberadaan Leon. Mengambil bajunya dari koper kemudian masuk kembali ke kamar mandi.
Ketika keluar dari kamar mandi, Leon masih ada di sana. "Apakah kau akan tidur di sini?" tanya Anna dengan sorot mata yang kesal.
Leon bangun dari tempat tidur, "Duduk di sofa." pria itu juga berjalan menuju sofa diikuti oleh Anna yang setengah hati menurutinya.
"Maaf aku membuatmu takut tadi. Tapi aku ingin memberimu pelajaran cara melawan orang yang berani menindasmu. Dan ya, tadi kau sangat kuat dan ganas melawanku. Tidak bisakah kau melakukan itu pada orang lain?" ucap Leon.
Anna menaikkan alisnya, "Maksudmu aku bisa melakukannya pada Kak Laura juga? Bukankah dia yang sering menindasku?" kalimat itu berhasil mengultimatum Leon. Ia baru sadar, orang nomor satu yang menindas Anna adalah Laura, kekasihnya. Bahkan dulu ia selalu mendukung perbuatan Laura terhadap Anna. Tapi kenapa sekarang ia malah melindungi Anna?
"Kecuali Laura. Maksudku seperti Jihan dan Nicole dan juga ibu tirimu." Leon menatap Anna yang acuh tak acuh dengan ucapannya.
"Jangan terlalu percaya diri. Aku mengatakan ini padamu, bukan karena ingin melindungimu. Aku tidak sudi melakukannya. Tapi ingat, sekarang kau adalah menantu keluarga Winston. Aku tidak ingin orang menganggap rendah keluargaku hanya karena kau tidak bisa melawan orang yang menindasmu." ucap Leon.
Anna memalingkan wajahnya dari Leon. Pria itu tidak masuk akal. Jika ingin mengajarinya cara melawan, dia tidak harus bertindak kurang ajar padanya.
"Terserah apa katamu. Memang kenapa kalau aku tidak bisa melawan orang lain? Apa pedulimu? Aku akan memastikan tidak akan membuat keluargamu malu selagi aku menjadi istrimu." sela Anna. "Bersikaplah seperti biasa padaku. Anggap saja aku tidak ada dalam pandanganmu. Apa kau tidak takut Kak Laura tahu apa yang kau lakukan padaku? Mungkin aku akan mati di tangannya, tapi dia akan kecewa padamu selamanya."
Ucapan Anna menyadarkan Leon. Dia sadar telah berubah akhir-akhir ini. Dulu Anna bagaikan debu tak kasat mata baginya. Tapi sekarang ia malah mengurusi gadis itu.
"Kau tidak perlu mengajariku. Aku tidak akan pernah mengecewakan Laura demi dirimu. Laura tetap nomor satu di hatiku." balas Leon yang merasa jengkel dengan perasaannya saat ini.
"Aku tahu, jadi cepat cari Kak Laura agar aku bisa bebas dari sandiwara ini." balas Anna. Anna yang tidak ingin bicara lagi dengan Leon bergegas menuju tempat tidur, dia pura-pura mencari sesuatu dari tasnya, menunggu Leon pergi sendiri dari sana.
Merasa diabaikan dan perasaannya kacau, Leon pergi dari kamar itu. Ia akan meninggalkan hotel, tetapi sebelum itu tidak lupa menugaskan pengawal untuk berjaga di depan kamar Anna. Leon yakin, Mariam akan kembali lagi ke kamar itu.
Leon sampai di apartemennya. Ia meneguk alkohol yang sudah dia konsumsi sejak Laura pergi. "Kau dimana sayang?" lirihnya. Tubuhnya bersandar di sofa, tempat favoritnya dengan Laura memadu kasih. Di setiap sudut dinding ruangan itu ada banyak foto Laura. Leon terobsesi dengan wanita itu. Laura sangat cantik, tinggi dan memiliki bola mata biru yang indah, sangat cocok dengan Leon yang tampan bak Dewa Yunani.
Sudah tiga bulan Laura masih belum bisa ditemukan membuatnya frustasi. Entah kemana wanita itu pergi sampai agensi detektif terbaik tidak bisa menemukannya.
Perasaan yang kacau dan tubuh yang lelah membuat Leon tertidur. Ia hampir hanyut dalam tidurnya, tetapi bayangan ketika ia mencium ceruk leher Anna berputar di kepalanya. Leon membuka matanya, ia membayangkan tubuh Anna yang sudah terpatri dengan jelas dalam ingatannya. Ingatan itu berhasil membuat tubuhnya mengalami gejolak liar.
Kenapa ia malah mengingat Anna di saat seperti ini? Leon tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Ia segera ke kamar mandi untuk meredakan gejolak liar tubuhnya.
Beberapa hari setelah itu, keduanya tidak lagi bertemu. Leon semakin memperluas jaringannya agar Laura segera ditemukan dan juga sibuk dengan perusahaan. Sementara Anna seperti biasa melakukan aktivitasnya.
Dan pagi menjelang siang, Anna sedang menemani Diana belajar piano di rumah itu. Diana memainkan piano yang didampingi oleh seorang pianis ternama di negara itu. Anna tepuk tangan ketika Diana berhasil memainkan satu lagu dengan lancar.
"Wah, Bibi hebat sekali." puji Anna.
"Terima kasih Anna. Semua ini berkat Tuan Lukas, pianis berbakat yang selalu sabar mengajariku. Perkenalkan, ini menantuku, Anna Winston." ucap Diana.
Perasaan Anna terasa hangat ketika mendengar dirinya diakui sebagai menantu oleh Diana. "Lukas Davidson, panggil saja Luke, senang bertemu denganmu Nona Winston." sapa Lukas seraya mengulurkan tangannya pada Anna.
Anna menyambutnya dengan senang, Luke adalah pianis terkenal yang selalu wara-wiri di televisi dan internet. Bisa dibilang Anna adalah salah satu fansnya.
"Anna. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan orang hebat seperti Anda." balas Anna.
"Jangan terlalu berlebihan Nona. Aku hanya pandai memainkan tuts piano, tetapi kau telah menghidupkan harapan orang-orang terlantar di berbagai belahan negara di dunia ini." rupanya Luke mengenali Anna. Bagaimana tidak, Anna menjadi terkenal sejak bergabung dengan komunitas amal mertuanya.
Melihat senyuman dan pujian Luke membuat Anna tersipu. Pria di hadapannya ini adalah pianis terkenal yang juga rupawan. Siapa pun yang berada di dekatnya tidak akan bosan memandangi wajahnya yang tampan. Luke hampir seumuran dengan Anna, membuat keduanya bicara dengan santai.
"Luke, tanganku terasa pegal, aku merasa perlu istirahat." Diana menyela perkenalan mereka. "Anna apakah kau mau belajar piano?"
Anna mengangguk, "Tentu Bibi." Jelas Anna mau. Sejak kecil ia hanya bisa menonton Laura belajar piano di rumahnya tanpa bisa ikut belajar bersama mereka.
"Kalau begitu Luke akan mengajarimu." melirik Lukas untuk meminta pendapatnya. "Bagaimana Luke?"
"Tentu saja Bibi, bagaimana mungkin aku menolakmu." jawab Luke dengan tawa kecilnya.
"Baiklah kalau begitu, Bibi ke kamar dulu." Diana berlalu, meninggalkan mereka berdua di sana.
"Tapi aku sama sekali tidak bisa bermain piano." ucap Anna.
"Tidak apa-apa, kita mulai pelan-pelan saja." jawab Luke lembut. Anna duduk di samping Luke dengan piano di depan keduanya.
Luke mulai mengajari Anna dengan perlahan. "Kenapa kau memanggil Bibi Diana dengan sebutan Bibi?" Luke membuka obrolan disela permainan mereka.
"Apakah kau tidak tahu kenapa aku bisa menikah di keluarga ini?" tanya Anna yang diangguki oleh Luke. "Ini semua hanya sandiwara. Cepat atau lambat pernikahan ini akan berakhir." jawab Anna.
Keduanya tidak sadar, sepasang mata mengawasi tepat di belakang mereka. Leon melempar tas kerjanya di atas sofa, membuat Anna dan Luke berbalik.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️