Berawal disalahpahami hendak mengakhiri hidup, kehidupan Greenindia Simon berubah layaknya Rollercoaster. Malam harinya ia masih menikmati embusan angin di sebuah tebing, menikmati hamparan bintang, siangnya dia tiba-tiba menjadi istri seorang pria asing yang baru dikenalnya.
"Daripada mengakhiri hidupmu, lebih baik kau menjadi istriku."
"Kau gila? Aku hanya sedang liburan, bukan sedang mencari suami."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Patah Hati
Rex masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Tentu saja setelah beradu kata cukup lama dengan sang istri karena pria itu masih tidak terima dikatai cabul oleh Green sebelumnya.
Rex menuntut istrinya untuk meminta maaf tapi Green enggan melakukannya karena baginya, semua kesalahan ada pada pria itu.
Setelah suasananya kembali hening dan si ‘pengganggu’ sudah tidur. Green menarik sebuah kursi rotan yang diletakkan disudut dekat jendela, lalu membawanya menuju balkon, tempat biasanya ia menjemur pakaian.
Setelah dirasa sudah nyaman, Green mengambil kantong keresek belanjaannya tadi yang sempat terabaikan karena perselisihannya dengan Rex.
“Inilah keindahan,” gumam Green saat duduk di kursi rotan, menghadap ke arah jalanan. Dari tempatnya duduk, Green dapat melihat lalu lalang kendaraan di bawah. Ia juga dapat melihat lalu lalang orang yang keluar masuk ke dalam sebuah toko buku yang berada tepat di seberang jalan gedung apartemennya.
Setelah merasa nyaman dengan posisinya, Green mulai mengeluarkan beberapa kaleng bir dan juga minuman beralkohol lainnya. Meneguk sedikit demi sedikit cairan kecokelatan di dalamnya.
Satu kelang.
Dua kaleng.
Tiga kaleng....
Tak terasa Green menghabiskan 5 kaleng bir dalam waktu singkat. Dia juga mulai merasakan kepalanya yang sedikit pening tapi masih memiliki kesadaran yang cukup. Tatapan Green tertuju ke arah toko buku yang ada di seberang jalan. Entah apa yang menarik perhatiannya, tapi kini tatapannya sedikit nanar menatap ke arah sana.
Secercah keputusasaan melintas di matanya. Green seperti sedang menunggu sesuatu. Ia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya meski angin malam kian dingin menuju akhir tahun.
Tak lama kemudian, sebuah Bentley melaju dari arah barat dengan kecepatan sedang. Kecepatannya melambat begitu mendekati toko buku, tidak lama Bentley tersebut berhenti tepat di depan toko buku tersebut.
Sesaat, Green menahan napasnya begitu melihat mobil yang sangat familiar baginya. Ia bahkan segera menegakkan punggungnya supaya bisa melihat lebih jelas ke arah luar.
Dari bagian pengemudi, seorang pria turun dengan setelan rapi yang membungkus tubuhnya, berjalan cepat ke arah pintu penumpang lalu dengan hormat membuka pintunya.
Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya turun. Terlihat elegan nan anggun dengan pakaian kantoran yang dikenakannya. Rambutnya yang disanggul menambah keanggunan wanita paruh baya tersebut.
Begitu wanita paruh baya itu turun dari dalam mobil, salah satu pelayan toko buku keluar untuk menyambutnya. Sepertinya dia adalah pengunjung spesial atau mungkin... juga pemiliknya.
Melihat pemandangan itu, tatapan Green berubah rumit. Tatapannya campuran antara kesepian, kerinduan, dan juga... ada kemarahan yang tak berhasil ia tutupi.
Menghela napas berat, Green menyambar botol anggur yang berada di bawah kaki kursi yang belum tersentuh sama sekali sejak tadi. Dia langsung membuka tutupnya dan meneguknya dengan rakus seperti saat dia minum air mineral.
Green menyandarkan punggungnya di kursi tatapannya mulai kabur tapi tak pernah berpindah sedikit pun dari pintu toko buku di depannya...
Beberapa saat kemudian, Green mulai kehilangan kesadarannya. Gumaman terdengar dari mulutnya pelan sekali.
"Kenapa kau jahat?”
....
Tengah malam, pintu kamar terbuka. Rex mendorong kursi rodanya keluar dari kamar.
“Green, apakah kau—“
Ucapan Rex terhenti saat tidak melihat istrinya di sofa. “Ke mana dia?”
Rex mengalihkan pandangannya ke arah dapur, kosong tidak ada siapa pun di sana bahkan lampunya pun telah dimatikan.
Rex mengerutkan keningnya saat melihat pintu menuju balkon terbuka lebar dan cahaya lampu dari luar menyinari area sekitar pintu masuk. Dia segera mendorong kursi rodanya dan langsung melihat Green yang duduk di sana dengan banyak minuman yang berserak di bawa kakinya.
“Kau sungguh sedang berpesta di sini?” tanya Rex pada Green yang kini duduk membelakanginya.
Tidak ada sahutan dari arah depannya, membuat kerutan di dahinya semakin dalam.
“Green?” panggil Rex tapi masih belum ada sahutan.
Rex ingin memeriksa tapi tidak mungkin dia tetap duduk di kursi roda karena ukuran balkonnya tidak terlalu besar dan pintu keluarnya sudah dihalangi oleh Green yang duduk tepat di pintu keluar.
Merasa istrinya sudah tertidur, Rex terpaksa bangkit dan berjalan aga pincang ke arah Green lalu berdiri di hadapan wanita itu.
Hal pertama yang dilakukan Rex adalah memastikan kalau Green memang tidur. Dia berkerut saat mencium bau alkohol yang menyengat. “Berapa banyak yang kau minum?”
Rex melambaikan tangannya di depan wajah Green untuk meyakinkannya kalau Green tertidur tapi jari kelingkingnya tanpa sengaja menyentuh wajah gadis cantik itu.
“Demam?” gumam Rex yang merasakan sedikit rasa hangat dari wajahnya. Akhirnya ia menyentuh keningnya untuk meyakinkan. “Astaga, panas sekali.”
Rex bergerak cepat menyingkirkan kaleng-kaleng yang sudah kosong lalu menendang kantong keresek yang berisi sisa minuman yang belum disentuh gadis itu.
“Benar-benar wanita gila.”
Meski Rex kadang-kadang terpaksa harus minum, dia masih punya batasannya sendiri supaya tetap bisa sabar. Bagaimana wanita barbar ini minum sampai tidak sadarkan diri dan sekarang badannya demam tinggi.
Yakin tidak akan membangunkan istrinya. Rex langsung mengangkat Green dan membawanya masuk ke dalam rumah.
“Kau benar, pada akhirnya akulah yang tertipu.”
Awalnya Rex menipu Green dengan trik kecilnya supaya wanita itu setuju untuk menikah dengannya mengurusnya selama penyembuhan. Akan tetapi, malam pertama mereka tinggal bersama justru dirinyalah yang haru merawat gadis itu.
Rex membaringkan Green di atas tempat tidur lalu bergerak untuk mencari kotak obat. Rex bahkan mengabaikan rasa sakit di pahanya saat ini.
Membuka laci satu persatu, Rex baru menemukan kotak obat di kamar mandi berjajar dengan krim perawatan wajah.
“Banyak sekali stok obatnya.” Rex bergumam saat mendapati banyak sekali botol obat di dalam kotak tersebut. Ia berusaha mencari obat yang dikenalinya tapi tak ada satu pun.
“Yang mana obat penurun demam?” Rex memiliki kotak obat di kamarnya jadi dia tahu mana obat demam. Tetapi setelah mencarinya di dalam kotak milik istrinya, ia tidak menemukan obat penurun demam yang sama dengan yang dia miliki di rumahnya.
“Aku tahu kau punya banyak pekerjaan tapi apakah kau juga berjualan obat?”
Akhirnya Rex kembali meletakkan kotak obat pada tempatnya dan memilih menghubungi seseorang.
“Antonio, bawa dokter kemari.”
[Tuan, apa terjadi sesuatu dengan Anda?]
“Tidak, Green demam tinggi dan aku tidak menemukan obat demam di sini. Sekarang dia tidak sadarkan diri.”
[Tapi bagaimana kalau—]
“Tidak perlu khawatir, aku akan mengatasinya.” Rex tahu apa yang hendak dikatakan oleh asisten pribadinya.
[Baik, Tuan.]
Setelah melakukan panggilan. Rex keluar dari kamar, mengambil air hangat untuk kompres sampai dokter tiba. Sebelum mencapai dapur, ia melihat ponsel di atas meja dekat sofa berkedip beberapa kali.
Rex melangkah dan melihatnya. Siapa yang menghubungi istrinya di tengah malam.
Namun, begitu ia sampai di dekat ponsel. Panggilannya berhenti, menampilkan layar yang cukup terang. Rex memperhatikan layar ponsel yang memiliki tampilan seorang wanita dan seorang pria yang duduk bersebelahan dengan posisi membelakangi kamera.
Jika dilihat dari punggungnya, Rex tahu kalau wanita itu adalah istrinya, tapi pria di sampingnya tidak terlalu jelas. karena mereka duduk di samping sebuah pohon di dekat tebing.
“Bukankah ini tebing pegunungan tempat Green ingin bunuh diri?”
Rex bergumam saat menyadari sesuatu.
“Heh, ternyata kau sedang patah hati saat itu?” Rex menyimpulkan apa yang dipikirkannya tapi sorot matanya meredup dan tatapannya terlihat rumit. Entah apa lagi yang dipikirkan pria itu selanjutnya karena dia langsung mematikan daya ponsel milik istrinya.
.
.
.
.
.Jangan lupakan tap like-nya dan berikan vote untuk dukungan cerita ini. Aku bakal update lebih banyak. Kalau suka, sampaikan di kolom komentar.
malam pertama Rex jadi merawat greenidia....
semangat trs Thor