Kirana Aulia, seorang asisten junior yang melarikan diri dari tekanan ibu tirinya yang kejam, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit, ia hamil setelah insiden satu malam dengan CEO tempatnya bekerja, Arjuna Mahesa.
Sementara Kirana berjuang menghadapi kehamilan sendirian, Arjuna sedang didesak keras oleh orang tuanya untuk segera menikah. Untuk mengatasi masalahnya, Arjuna menawarkan Kirana pernikahan kontrak selama dua tahun.
Kirana awalnya menolak mentah-mentah demi melindungi dirinya dan bayinya dari sandiwara. Penolakannya memicu amarah Arjuna, yang kemudian memindahkannya ke kantor pusat sebagai Asisten Pribadi di bawah pengawasan ketat, sambil memberikan tekanan kerja yang luar biasa.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!
IG : @Lala_Syalala13
FB : @Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
JADWAL UPLOAD BAB:
• 06.00 wib
• 09.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKSP BAB 11_Neraka di Lantai Puncak
Pagi hari di Lantai Eksekutif PT. Mahardika Jaya Nusantara terasa seperti ruang interogasi bagi Kirana Aulia. Meja barunya diletakkan persis di luar pintu ruang kerja Arjuna, membuatnya berada di bawah pengawasan langsung dan tak terhindarkan.
Arjuna Mahesa menepati janjinya. Ia membuat hidup Kirana menjadi neraka.
Tugas yang ia berikan tidak hanya banyak, tetapi juga dirancang untuk memeras batas kemampuan fisik dan mental Kirana. Ringkasan laporan keuangan tiga tahun? Membutuhkan pemahaman data yang mendalam dan berjam-jam tanpa tidur. Mengatur jadwal harian Arjuna yang sangat padat? Membutuhkan fokus luar biasa.
"Nona Aulia, kopi saya sudah dingin. Saya butuh yang panas. Sekarang," perintah Arjuna, menekan interkom dengan nada suara yang tak mentolerir penundaan.
Lima menit kemudian, Kirana kembali dengan kopi panas.
"Kenapa lama sekali? Apakah kamu lupa bahwa aku memiliki rapat video dengan karyawan cabang Singapura dalam dua menit?" hardik Arjuna, tanpa menatap Kirana.
"Maaf, Pak. Saya baru saja mengatur ulang dokumen merger yang Bapak minta."
"Itu alasan yang buruk. Fokuslah pada prioritas. Waktu adalah uang di lantai ini. Dan aku tidak membayar mahal untuk efisiensi yang lambat," kata Arjuna dingin, membuat Kirana merasa kecil.
Kirana harus bekerja dari jam delapan pagi hingga hampir tengah malam. Ia hanya tidur empat jam di kos barunya, dan ia bahkan tidak punya waktu untuk mencari makanan yang layak untuk janinnya.
Rasa mualnya semakin parah, terutama ketika ia mencium aroma parfum atau kopi yang terlalu kuat. Ia selalu menyimpan biskuit tawar di laci mejanya, yang ia makan diam-diam saat Arjuna sedang sibuk.
Saat ia sedang menyusun jadwal rapat, tiba-tiba rasa pusing hebat menyerang. Kirana harus mencengkeram tepi mejanya agar tidak terjatuh. Ia menundukkan kepala, menunggu pusing itu reda.
"Nona Aulia, apakah kamu sudah mengirim email konfirmasi kepada Kepala Divisi Properti?" tanya Arjuna, yang baru saja keluar dari ruangannya, matanya terpaku pada tablet.
"Sudah, Pak. Barusan," jawab Kirana, suaranya sedikit serak.
Arjuna mendongak. Ia melihat Kirana terlihat lebih pucat dari biasanya. Ada bayangan hitam yang jelas di bawah matanya, dan keringat dingin membasahi pelipisnya.
"Apakah kamu sakit lagi?" tanya Arjuna, nadanya bukan karena kepedulian, melainkan karena kesal melihat ketidaksempurnaan pada bawahannya.
"Tidak, Pak. Hanya kelelahan. Saya akan segera menyelesaikan pekerjaan ini."
"Aku tidak membayar karyawan untuk kelelahan, Kirana. Aku membayar untuk hasil. Jika kamu merasa tidak mampu, aku bisa menggantimu kapan saja," ancam Arjuna.
Kirana hanya mengangguk, memilih diam dan kembali bekerja. Ia tahu Arjuna sedang mencoba memaksanya menyerah dan menerima kontrak pernikahan. Namun, janin yang kini ia bawa adalah sumber kekuatan terbesarnya. Ia tidak bisa menyerah.
Sejak Kirana dipindahkan ke lantai eksekutif, Arjuna memang mengawasi Kirana dengan ketat. Awalnya, ia melakukannya untuk menekan dan mengintimidasi. Namun, seiring waktu, pengawasan itu berubah menjadi pengamatan yang lebih pribadi.
Arjuna mulai memperhatikan hal-hal kecil yang tidak logis mulai dari mual dan bau, Kirana sering sekali berlari ke toilet setiap kali ia mencium kopi kuat atau parfum mahal milik kolega Arjuna. Suatu kali, Kirana bahkan memohon agar Arjuna tidak menyemprotkan cologne di kantor.
Makanan aneh di laci mejanya, Kirana menyimpan biskuit tawar dan permen jahe, yang ia makan alih-alih sarapan mewah yang tersedia di pantry eksekutif.
Kelelahan ekstrem, meskipun Kirana sangat profesional dan pekerja keras, fisiknya tampak tidak mampu mengimbangi tuntutan kerja. Dia sering menguap atau menundukkan kepala untuk menahan pusing.
Absensi pertama alasan cuti mendadak yang ia berikan kemarin tentang 'urusan kesehatan' juga masih mengganjal di pikiran Arjuna. Bayu belum memberikan laporan lengkap, tapi Arjuna yakin itu bukan sakit kepala biasa.
Suatu sore, Arjuna memanggil Bayu ke ruangannya.
"Bayu, sudahkah kamu mendapatkan laporan lengkap mengenai absensi Kirana kemarin?"
"Sudah, Pak. Dia mengunjungi klinik di pinggiran kota. Dia bilang ke staf di sana bahwa dia mengalami gangguan pencernaan dan butuh obat penahan sakit perut," jelas Bayu, sambil membaca laporan investigasinya.
Arjuna mengerutkan dahinya. "Gangguan pencernaan? Lalu kenapa dia makan biskuit tawar dan permen jahe di kantor? Itu bukan pengobatan untuk gangguan pencernaan, itu untuk..."
Arjuna terdiam. Ia teringat pada mantan tunangannya, yang pernah hamil singkat sebelum mereka berpisah. Gejala-gejala mual dan biskuit tawar... sangat identik.
Tidak mungkin.
Arjuna menggeleng. Itu tidak mungkin terjadi. Mereka hanya bertemu sekali, dan dia yakin sudah menggunakan pengamanan. Itu pasti hanya kebetulan, atau dia terlalu paranoid karena ingin mengendalikan wanita itu.
Namun, kecurigaan itu kini tertanam kuat di benaknya. Ia tidak bisa mengabaikannya, terutama karena ini menyangkut dirinya, masa lalunya, dan masa depannya.
Arjuna memutuskan untuk menguji Kirana.
Ia memanggil Kirana untuk masuk ke ruangannya. Kirana masuk dengan buku catatan dan pulpen di tangan, siap menerima perintah.
"Nona Aulia, ada satu hal yang harus kamu kerjakan," kata Arjuna, sengaja memilih skenario yang ia tahu akan membuat Kirana tidak nyaman.
Ia mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi whiskey mahal, membukanya, dan menuang sedikit ke gelas. Aroma alkohol itu langsung memenuhi ruangan.
"Aku akan mengadakan pertemuan kecil di apartemenku malam ini. Aku butuh kamu pergi ke sana sekarang, pastikan semua sudah siap, dan sajikan minuman ini kepada para tamu. Aku ingin kamu mencoba sedikit untuk memastikan rasanya pas," kata Arjuna, suaranya dingin dan penuh perhitungan.
Kirana menatap gelas itu. Aroma alkohol yang menyengat langsung membuat perutnya bergejolak. Rasa mual yang kuat langsung menghantam. Jika ia meminumnya, janinnya dalam bahaya. Jika ia menolak, Arjuna akan semakin curiga dan mungkin langsung memecatnya.
"Maaf, Pak," kata Kirana, memegang dadanya yang terasa berdesir. Ia harus berani.
"Saya... saya tidak bisa meminumnya. Saya sedang menjalani pengobatan, dan dokter melarang saya mengonsumsi alkohol."
"Pengobatan apa?" tantang Arjuna, matanya menyipit, menguji kebenaran Kirana.
"Pengobatan untuk... asam lambung yang parah. Jika saya minum alkohol, asam lambung saya akan kambuh dan saya tidak akan bisa bekerja besok," jawab Kirana, berbohong dengan cepat, menggunakan alasan 'kesehatan' sebagai tameng.
"Asam lambung? Aneh," Arjuna bergumam, namun ia tidak mendesak lebih jauh. Ia telah melihat reaksi Kirana—reaksi yang terlalu kuat untuk sekadar menolak minum alkohol.
"Baiklah. Kamu tidak perlu minum. Tapi kamu harus pergi ke apartemenku dan siapkan semuanya. Dan ingat, Kirana. Aku akan mengawasi setiap gerak-gerik mu," ancam Arjuna. "Satu saja kesalahan yang kamu buat, dan kamu akan menyesal menolak tawaran pernikahan kontrakku."
Kirana menghela napas lega karena lolos dari jebakan minum alkohol, namun ia merasa ngeri harus pergi ke apartemen pribadi Arjuna tempat yang menjadi awal dari segala masalahnya.
Di saat Kirana berjalan keluar, Arjuna menatap kepergiannya, otaknya yang logis kini dipenuhi kecurigaan yang membara. Ia membuka laptopnya dan mengetikkan dua kata di mesin pencarian: 'Gejala Awal Kehamilan'.
Ia harus memastikan. Jika kecurigaannya benar, maka situasi ini tidak hanya akan mengubah rencana bisnisnya, tetapi juga seluruh hidupnya.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
trs knp di bab berikutnya seolah² mama ny gk tau klw pernikahan kontrak sehingga arjuna hrs sandiwara.
tapi ya ga dosa jg sih kan halal
lope lope Rin hatimu lura biasa seperti itu terus biar ga tersakiti