Biarkan Aku Pensiun Jadi Artis

...Halo, kita prelude dulu yaa....

...Di balik senyum dan sorotan kamera yang memaksanya selalu kuat, Cassia punya suara yang hanya bisa didengar pembaca....

...Inilah monolog batinnya—suara hati, tempat ia berhenti berpura-pura kuat....

...Enjoy the story ...

...🌻🌻🌻...

Cassia akui ini adalah tindakan impulsifnya yang pertama setelah ia mengulang kembali kehidupan keduanya.

Awalnya ia tidak berniat bertindak sampai sejauh ini, namun sangat menyenangkan melihat muka pucat Felix ketika Cassia memilih Max dan mengajaknya masuk ke apartement.

Jika ini dalam drama, bisa dibilang sebuah adlibs. Improvisasi.

Gila. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Cassia berteriak dalam hati menyembunyikan rasa paniknya.

Dari tampilan luar, Cassia terlihat seperti aktris cantik yang sangat berpengalaman dalam bidangnya maupun percintaan. Banyak lawan jenis yang sudah beradu akting dengannya setuju bahwa setiap adegan romantis bersama Cassia sangat alami dan mereka hampir saja terbawa suasana sampai ke real life. Kemisteri dan kemampuan Cassia jauh lebih dari sekedar profesionalistas saja, begitu pendapat mereka.

Ditunjang dengan postur tubuh dan wajah yang menawan, siapa saja pasti mengerti betapa banyaknya pria yang pernah dan ingin menjadi kekasih Cassia.

Padahal kenyataannya jauh dari itu.

Seumur hidupnya Cassia hanya bekerja saja, satu satu nya pria yang berhasil menjalin hubungan dengannya adalah Felix.

Namun itu pun berujung tragis, dan Cassia tidak ingin berurusan lagi dengan pria itu.

Walau memutuskan tidak ingin terlibat cinta lagi karena trauma kehidupan pertama, sekarang Cassia malah dengan sengaja mengundang masuk pria yang baru di temuinya sekali saja ke dalam rumahnya.

Tenang, Sia. Pikirkan kalau kamu sekarang sedang berakting drama dengan Max. Apa yang biasanya terjadi ya biasanya kalau adegan seperti ini.

Sial. Cassia malah berpikir terlalu jauh yang membuat mukanya merah.

Ah, masa bodoh. Sudah begini jadi sekalian saja ku lakukan sesukaku.

Max yang sedari tadi mengekori Cassia di belakangnya menikmati setiap tindakan kikuk wanita cantik itu dengan menahan senyum. Ditambah ia tahu muka Cassia sedikit memerah, tapi ia menahan diri untuk melakukan tindakan apapun sebelum Cassia yang memulai.

"Eum, begini pak Maximillan..." karena terlalu gugup Cassia tidak sengaja berkata sopan lagi.

"Max." Pria itu memotong ucapan Cassia dengan suara rendahnya yang membuat Cassia merinding.

"Max...jadi anda mau minum apa? Saya tidak punya wiski tapi kalau bir kaleng dan tequila ada." Cassia tertawa ringan menutupi kegugupannya.

Kenapa aura pria ini begitu dominan sih, aku tidak pernah segugup ini dengan pria manapun. Tunggu! Kenapa dia malah mendekat?!

"Cassia..."

"Ke-kenapa?" Cassia bingung, tidak tahu kalau namanya bisa dipanggil dengan nada yang bisa membuat bulu kuduknya meremang begitu.

"Jangan memulai sesuatu yang tidak bisa kamu kendalikan."

Kini jarak mereka terkikis. Max tepat berdiri di depan Cassia yang bersandar mundur di meja makan.

Entah karena pas di luar rumah Cassia memakai heel dan tidak begitu memperhatikan, Cassia baru menyadari tinggi dan besarnya badan Max lebih dari pria pada umumnya. Mungkin sekitar 190? Saking tingginya Max dan berada tepat di depan Cassia, ia harus mengadahkan kepalanya lebih tinggi untuk menatap pria besar itu.

"Memangnya apa yang saya lakukan? Saya hanya menawarkan minum saja." Entah keberanian apa yang mendorong Cassia untuk memancing Max.

"Benar. Itulah masalahnya, butterfly." Kini tangan besar Max sudah menjangkau pipi halus Cassia.

Jawaban yang disiapkan Cassia tertelan kembali di kerongkongannya, saat tangan pria itu pindah ke tengkuk belakang Cassia.

Sebagai gantinya Cassia mengambil napas dan menghela napasnya agar lebih tenang, ia akui situasi sekarang sangat bahaya sekali untuk jantung.

"Kalau... kalau anda tidak mau minum untuk apa menerima ajakan saya masuk ke dalam?" Cassia tahu dia mulai gila.

Ini semua karena Cassia penasaran akhir dari situasi ini akan seperti apa, jadi meskipun sedikit takut ia ingin terus memancing Max sampai akhir.

Max tertawa, ia tersenyum lagi. Menarik kembali tangannya dari tengkuk Cassia lalu dimasukanya ke dalam saku celananya.

"Cassia, anda menang. Saya ikut masuk karena memang saya haus. Tapi sepertinya untuk sekarang terlalu cepat jika minum bir kaleng ataupun tequila. Tolong air putih dingin saja."

Ada rasa sedikir kecewa di hati Cassia, namun dengan cepat ia sembunyikan dan mulai mengambilkan segelas air dingin untuk Max.

Setelah berterima kasih, Max langsung meminum air dingin itu dalam sekali tegukan.

Sial. Apa pernah ada yang minum air dingin tapi se seksi itu. Cassia merasa malu dengan dirinya sendiri yang memandang lekat bola adam yang ada di leher Max, yang naik turun saat meminum air tadi.

"Mau tambah lagi?... Air dinginnya maksud saya. Sepertinya anda haus sekali Max." rasa penasaran Cassia hari ini sungguh tidak terkendali.

"Cassia... Jangan terus memancing saya."

"Saya hanya bertanya, bukan memancing." Cassia tersenyum.

"Cassia, apakah anda tahu rasanya menahan diri tapi hanya dengan satu pertanyaan lagi dari mulut mungilmu itu sesuatu bisa saja terjadi?" peringatan manis yang sepertinya serius dari Max.

".... Sesuatu seperti apa?" Cassia malah tertantang.

"Butterfly, kamu yang memintanya ya." Max maju meraih tubuh Cassia dalam sekali rengkuhan, dan membenamkan bibirnya sendiri kepada bibirnya Cassia.

Bersambung

...🌻🌻🌻...

...I don't know why. But something in his calm made me curious. It's wasn't loud, but it felt safe. -Cassia...

🌻: Thanks for staying with Cassia's story